14

6.2K 470 51
                                    

Yin's POV

"Bukankah dia sangat imut?" tanyaku setelah War meninggalkan kami.

Prom mendengus pelan. "Kau akan merasa setiap tindakannya imut jika mencintainya. Itu tidak bisa dipungkiri,"

Aku tertawa mendengar kalimat Prom yang benar adanya. Dulu, aku tidak begitu memperhatikan War sehingga dia menjadi sangat biasa untukku. Berbeda dengan saat ini yang setiap tindakan dan gerak geriknya terlihat begitu imut dimataku.

"Omong-omong, ada apa? Kau sepertinya sedang berpikir?" tanyaku pada Prom yang menatap jendela dengan tatapan kosong. "Apakah terjadi sesuatu?"

Prom menggeleng. "Tidak. Hanya saja aku bingung harus melakukan apa dengan hal-hal ini," katanya sambil mengibaskan sejumlah dokumen ditangannya.

"Berikan padaku,"

"Dan setelah itu kau akan membakarnya seperti yang terakhir kali kau lakukan?" Prom memutar bola matanya. "Jangan harap!"

"Kalau begitu kembalikan saja semua itu pada keluargaku, katakan dengan tegas bahwa aku tidak membutuhkan apapun dari mereka."

"Ayah dan ibumu akan tetap memaksaku seperti waktu itu," Prom menyilang kedua tangan di depan dadanya. "Apa harus ku katakan tentang perusahaanmu agar mereka berhenti, ya?" gumamnya yang masih bisa ku dengar.

"Kau pikir mereka akan diam saja jika tahu aku memiliki perusahaanku sendiri? Ku rasa tidak. Ayahku pasti akan mengatakan pada koleganya untuk berinvestasi dan aku tidak ingin hal seperti itu terjadi. Aku benar-benar akan memutuskan hubungan dengan keluargaku agar bisa hidup dengan War."

Prom mendecak sebal sebelum berkata, "Kalau begitu akan ku simpan saja semua dokumen ini di kantor kakakku dan akan ku ambil alih penanganannya saat nanti aku sudah menjadi pengacaramu."

"Terserah," balasku sebelum Prom pergi membawa semua dokumen penyerahan harta benda keluarga Wong padaku.

Jika ada yang bertanya kenapa ayahku memberikan sejumlah kecil kekayaannya untukku, semata-mata karena ia tidak ingin melihatku kesulitan meski sebenarnya sama sekali tidak, karena aku memiliki sumber kekayaan sendiri di tahun-tahun terakhirku di luar negeri.

Waktu itu aku membeli sejumlah saham perusahaan asing atas saran pengacaraku yang tidak lain adalah kakak Prom, uangnya ku dapat dari tabungan yang diberikan oleh nenek ketika ia masih berada di dunia. Dan aku menjadi pemegang saham terbesar belum lama ini, atau lebih tepatnya ketika aku berpindah ke negara tempat asalku. Tapi tentu saja tidak ada yang megetahuinya kecuali Prom dan kakaknya yang merupakan orang kepercayaanku.

Hal itulah yang membuat tekad ku untuk melepaskan diri dari keluarga Wong menguat. Aku yakin bahwa aku bisa hidup diatas kakiku sendiri sembari menopang War sebelum bersumpah dengan darah yang dibakar diatas bara api bahwa aku bukan lagi bagian dari Wong dan bisa mating bahkan dengan omega tanpa takut keluargaku terkena kutukan kematian.

"Prom sudah pergi?" War tiba-tiba memunculkan kepalanya di pintu dan melihat kesana-kemari, membuatku tidak bisa menahan senyum atas kelucuan itu. "Kalian sudah selesai bicara?"

"Hn-mh," gumamku. "Kemarilah. Kita harus menyelesaikan urusan yang tertunda,"

War menggeleng dan membuatku mengangkat kedua alisku. "Kenapa?"

"Aku takut Prom akan datang lagi, tuan muda."

Aku membuka tangan lebar-lebar dan mengisyaratkan War agar mendekat. "Kemarilah dan kunci pintunya agar Prom tidak bisa menginterupsi kita,"

War masuk dan mengunci pintu sebelum duduk diatas pangkuanku. Ia juga menempatkan kedua tangannya melingkari leherku.

"Kau ingin mandi bersama?" tanyaku yang membuat War tersipu. "Aku belum mandi sejak kemarin, tubuhku lengket. Kau mau membantu menggosok tubuhku?"

Beautiful NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang