30

1.9K 89 6
                                    

Deg.

Jantungku berdegub kencang saat melihat perut Syila yang menjadi rata, terlalu panik akan keadaan Syila, aku sampai melupakan jika ia beberapa saat lalu mengandung. Apakah bayinya selamat? di mana ia?

Aku segera berbalik mencari dokter yang mengoprasinya, semoga ia baik-baik saja.

Dugh.

Aku sedikit lingbung saat bahuku menabrak seseorang.

"Akh!! dokter Al ..."

"Dokter juwi, a--aku lupa, bagai mana dengan bayinya, apa ia selamat? di mana dia? tolong katakan sesuatu!?"

Dokter wanita yang mengoprasi Syila itu terkejut dengan pertanyaanku. Setelah beberapa saat ia tersenyum.

"Dokter Al, bayinya selamat. Anda tidak perlu khawatir bayinya sangat kuat ia mampu bertahan. Hanya sedikit cedera pada ..."

"Di mana bayinya?" tanyaku memotong ucapan Dokter juwi.

"Bayinya tentu saja di ruanganya."

"Di mana itu?"

Dokter juwi mengerutkan kening mendengar pertanyaanku.

"Dokter Al, tentu saja di ruangan bayi, pertanyaan anda lucu dokter. Tenanglah ia baik-baik saja, anda tidak perlu khawatir berlebihan. Bayi itu sangat kuat seperti ibunya, oh, jangan tanyakan anda tidak tau di mana ruangan itu. Haha, ini rumah sakit anda dokter," ucap dokter juwi di akhiri kekehan.

"Maaf dok, saya kurang fokus. Tentu saja saya mengetahuinya. Baiklah saya akan ke sana."

"Perlukah saya temani, dokter Al?" tanyanya.

"Tidak, terima kasih," ucapku berlalu.
***

Aku melangkah meninggalkan dokter wanita itu, mungkin ia akan berfikir jika aku aneh. Tapi apa perduliku, yang aku pikirkan saat ini hanya Syila dan bayi. Aku tidak perduli tanggapan orang lain.

Saat sampai pada ruang bayi, aku langsung masuk melihat bayi itu, aku tertengun sesaat. Bayi dalam box bayi itu sangat cantik. Aku mengerutkan kening sebentar, bayi ini seharusnya bayi lelaki. Mengapa ia begitu cantik, fitur wajahnya sangat mirip dengan milik ibunya bahkan tidak ada kemiripan sedikitpun dari sang ayah.

Entah aku harus merasa lega atau sebaliknya. Saat melihat bayi ini, Perasaan yang aku rasakan seolah bayi ini milikku, aku tidak bisa menahan luapan kebahagian saat melihat mata kecilnya perlahan berkedip untuk membuka. Sungguh, aku benar-benar ingin memilikinya terlepas dari siapa ayahnya. Aku ingin menggantikan bajingan itu.

Mungkin rasa sakit yang akan kau rasakan lebih menyakitkan saat melihat bayimu memanggil orang lain sebagai ''Ayah''  mungkinkah ini hukuman yang pantas? tapi terlepas dari itu semua aku benar-benar mencintai Syila tidak terkecuali anaknya, aku mencintai keduanya. Kau tidak perlu khawatir Aslan, aku tidak memaafkanmu mungkin belum. Tapi tidak menutup kemungkinan aku akan memaafkanmu suatu saat nanti, tenanglah aku berjanji menjaga mereka dengan nyawaku.

Ku tatap wajah kecil di dalam box yang kini menatapku dengan rasa ingin tau, aku tersenyum melihat bayi mungil itu. Aku sedikit melirik pada kertas yang melekat pada tempat bayi. Kolom namanya masih kosong, aku ingin mengisinya. Tapi aku tau itu bukan hakku.

"Dokter Al, bayi kecil ini belum di adzani," seorang suster memberitahuku.

Semua masalah ini sampai membuatku lupa jika bayi belum mendengar adzan. Bisakah aku mengadzhaninya? bolehkah?

"Dokter Al?"

Aku terkejut saat mendengar panggilan itu, untuk beberapa saat aku terlalu tenggelam dalam pikiranku.

"Baiklah, bantu saya."

Perawat itu segera membuka box kaca dan meletakan bayi dalam gendonganku, untuk sesaat aku merasa gugup melihat mahluk kecil ini berada di tangan, aku takut sewaktu-waktu ia akan jatuh. Bayi ini sangat rapuh!

Aku mendekatkan mulutku pada telinganya dan mulai mengadzankan. Perasaan haru perlaham menyelimuti hatiku. Seperti ini rasanya menjadi ayah? sungguh perasaan yang luar biasa!

Setelah selesai, aku mencium wajah kecil ini untuk sesaat, sangat lembut seperti kapas, aku tidak pernah menyangka kulit bayi begitu lembut, bahkan bisa menyamai sutra.
***

Sudah lebih dari seminggu saat aku menunggu Syila sadar, setelah melihat dan mengadzani bayi. Aku segera menemui Syila, tetapi ia belum menunjuka tanda-tanda akan bangun, bahkan sampai sekarang. Tidak ada yang berubah, wanita yang kicintai itu masih tetap setia memejamkan matanya.

"Mengapa kau begitu lama Syila?"

"Apa kau tidak merindukanku..?"

"Syila, kau tahu, kau telah menjadi seorang ibu, bayi itu sangat tampan. Ia selamat Syila, ia sangat kuat sepertimu."

"Bayiku terlihat mirip sekali denganmu."

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang menyumbat tenggorokanku, aku tercekat saat memandanginya begitu setia memejam mata. Mataku terasa panas, perlahan air mata mengalir menuruni kedua pipiku. Aku tidak perduli lagi dengan pepatah "lelaki pantang menangis" sekarang aku benar-benar tak berdaya melihatnya tidak berdaya.

"Syila, hiks ... bangunlah. Aku tau, kau pasti sangat kesal saat aku sebut ia bayiku. Jangan salahkan aku hiks, bayiku memang belum memiliki nama,  itu semua salahmu. Bangunlah Syila. Mari kita beri ia nama. Kau sudah sangat lama tertidur. Banyak sekali yang ingin aku katakan padamu."

Aku meletakan kepalaku pada tempat tidur Syila, aku memejamkan mata berusaha menahan isak yang semakin jelas.

"K--kau l--lu-cu Kings ..."

Aku mendongak saat mendengar suara serak yang sangat pelan itu, kelopak mataku melebar saat melihat netra bening Syila menatap tepat pada netraku.

"S--Syila!"

-----NMT----

Malam Pengantinku Di Madu (NOVEL INI SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang