Awal mula.

1.9K 73 1
                                    

Brak!!

Aku membanting pintu kamarku, tidak perduli jika suaranya akan mengganggu kesenangan mereka. Yang aku butuhkan hanya tempat untuk melampiaskan rasa sakit ini. Aslan memang benar-benar brengsek. Di mana lelaki baik yang dulu melamarku? Di mana dia? Mengapa aku sama sekali tidak mengenal Aslan yang ini? Ya Tuhan. Ini sangat menyakitkan.

Flashback On.

"Jadi, namamu Syila?"

"Ya, dan kamu?"

"Aslan," ucapnya sambil tersenyum.

Hening. Sore itu aku baru saja  pulang dari toko tempatku bekerja, tepat saat kakiku akan berbelok memasuki gerbang panti. Netraku tidak sengaja melihat seorang laki-laki yang tengah menedang ban mobilnya sambil berteriak. Aku berhenti dan memperhatikan lebih teliti lagi sikap laki-laki itu.

Tawaku pecah saat melihat laki-laki itu, yang benar saja. Dia mengomel sambil menendang ban mobilnya. Sampai lebaran monyet juga tidak mungkin ban itu akan menjawab. Aku semakin tertawa saat melihatnya mengerang kesal sambil memegang  kaki kesakitan. Ada-ada saja laki-laki itu. Tiba-tiba tawaku berhenti saat laki-laki itu berbalik dan menatapku.

Deg.

Saat lelaki itu berbalik melihatku. Jantungku seolah berhenti selama satu detik. Setelah itu berdetak dengan sangat cepat seolah-olah aku habis lari maraton. Aku gugup saat dia memanggilku, Kutarik napas dalam-dalam, setelah itu menghampirinya. Aku sedikit mengernyit saat merasakan perasaanku yang sangat gugup. Baru kali ini aku merasa segugup ini saat berhadapan dengan seorang pria. Padahal aku bukan termasuk tipe perempuan yang akan berdebar hanya karena di tatap oleh seseorang. Tapi sekarang? Jantungku seakan-akan, akan melompat sewaktu-watu dari dalam dada seiring setiap langkah yang aku ambil menunju pria itu.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku setelah berdiri tepat di sebelah badan mobilnya.

"Oh, kamu tahu di mana bengkel terdekat?" tanyanya ramah, walau aku masih melihat sedikit pancaran kekesalan pada wajah itu.

Aku mengalihkan pandangan ke arah mobilnya. Aku mengangkat sebelah alisku. Tenyatata banya bocor, pantas ia menendangnya. Aku sempat ingin tertawa lagi mengingat ia yang melampiaskan kekesalannya dengan menendang ban. Tetapi urung saat melihatnya menatapku menunggu jawaban.

"Saya bisa memperbaikinya," ucapku yang sukses membuatnya mengerutkan kening.

"Memang kamu bisa?" tanyanya  tidak percaya jika aku bisa mengganti ban mobil.

Aku mengangguk sambil tersenyum.
"Ada ban cadangan, kan?"

Lelaki itu menatapku masih sambil tidak percaya, tetapi juga menjawab pertanyaanku tadi.

"Ada, sebentar saya ambil kan." ucapnya sambil berlalu meninggalkanku. 

Akhirnya aku membantu memperbaiki mobil pria itu, sedikit kesulitan karena ia sama sekali tidak membantuku. Lelaki itu hanya menatap dengan bingung saat melihatku melepas dan memasang kembali ban mobilnya.

"Selesai." ucapku sambil membersihkan tanganku dengan sapu tangan yang di serahkan lelaki itu.

"Wow, kau sangat hebat!" pujinya.

Aku sedikit tersipu malu mendengar pujian itu. Aku memang sedikit tahu tentang mobil. Hidup di panti memaksaku untuk mandiri, aku sedikit mengetahui tentang mobil dan segala hal yang bersangkutan dengan mobil karena dulu aku sempat bekerja pada bengkel beberapa bulan lalu.

Setelah selesai  ia mengajakku ketaman di depan panti dan mentraktirku minum untuk membalas kebaikanku.

"Cantik," ucap lelaki yang aku ketahui namanya Aslan.

"Hah?"

"Kamu cantik. Seperti namamu," ucap Aslan. "Syila, bisa kita bertemu lagi?"

Aku mengerutkan kening mendengar pertanyaannya.

"Tidak."

Seketika Aslan menoleh padaku dengan raut bertanya.

"Mengapa?" tanya Aslan lesu. "Apa kamu takut kekasihmu marah?"

Aku menoleh pada Aslan dan lagi-lagi tawaku pecah saat mendengar ucapannya.

"Haha ... aku tidak punya kekasih."

"Jadilah istriku."

Pernyataan tiba-tiba itu sukses menghentikan tawaku. Aku menatapnya dengan heran. Apakah lelaki ini tidak waras? Baru bertemu sudah melamar? Yang benar saja. Bahkan, aku tidak mengenali sama sekali lelaki ini dan dia langsung melamar. Aku menatap lelaki di depan dari bawah hingga ke atas berulang kali, cukup tampan. Bahkan sangat tampan tetapi ketampanan itu jelas tidak bisa membuatku menerimanya. Yang benar saja! Aku baru saja di lamar! Bukan sekedar mengajak kecan atau apapun biasanya di lakukan seorang lelaki untuk masa pendekatan.

Aku tidak menjawab pertanyaannya membuat Suasana berubah canggung. Sepersekian menit tenggela dalam keheningan membuatku mulai bosan. Aku berdiri dan menepuk-nrpum untuk membersihkan debu. Aku melangkah meninggalkan Aslan tanpa berbicara lagi.

"Syila, aku akan menunggumu sampai kamu siap!" teriak Aslan.

Aku tidak berbalik atau mengeluarkan suara untuk sekedar mengatakan jika dia sudah gila karena melamar seorang wanita yang baru di temuinya.

Dua tahun berlalu semenjak kejadian lamaran tidak terduga itu. Aku tidak pernah menyangka Aslan akan benar-benar nekat. Ia selalu membututiku hingga menjadi donatur tetap pada panti yang aku tempati dengan alasan agar selalu melihatku. Keteguhan dan kesungguhan Aslan selama ini akhirnya meluluhkan hatiku juga.

Dua tahun bukan waktu yang singkat. Ia berhasil menjeratku dengan kebaikannya. Lak-laki baik yang menolong Bunda panti dan adik-adikku. Aku tidak pernah menyangka Aslan yang sekarang adalah laki-laki yang sama dua tahun lalu. Lelaki yang berhasil  Membuatku sangat mencintainya.

Flashback off.
Tok ... tok ... tok...

"Syila ... aku akan ke kantor. Tolong kamu jaga Dila," lirih Aslan di balik pintu kamarku yang terkunci.

"Baik,"balasku sebisa mungkin menahan suaraku yang bergetar.

"Dela sedang hamil, jangan sampai terjadi sesuatu padanya. Jika tidak, aku tidak akan memaafkanmu."

Aku tidak sanggup menjawab lagi. Aku membiarkan air mata ini mengalir bebas, berharap bisa meredakan sakitnya.

-------NMT------

Malam Pengantinku Di Madu (NOVEL INI SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang