Lino bisa merasakan tenggorokannya sangat kering saat ini. Perutnya terasa dipelintir dan panas. Leher bagian belakangnya terasa sakit dan kepalanya pusing.
PADAHAL CUMA SATU KALENG!
Lino hanya bisa misuh-misuh dalam hati.
Pintu kamarnya dibuka.
Bunda.
"Felli? Kamu kok jam segini belum turun? Emang nggak sekolah?"
Lino cuma bisa tersenyum kecut dengan badan yang masih terbaring lemas di ranjang.
Bunda menghampiri Lino yang tidak tampak baik-baik saja.
"Kamu sakit?" Bunda meletakkan telapak tangannya ke dahi anak kesayangannya itu.
"Badan kamu anget. Tenggorokannya kering ya?"
Lino mengangguk.
Bunda langsung menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Yaudah. Hari ini skip dulu sekolahnya. Nanti bunda ijinin ke sekolah. Sekarang bunda mau ambil air minum dulu buat kamu."
"Bu...n...daaa..."
Suara serak Lino mengehentikan bunda yang akan keluar dari kamarnya.
"Ngg..ak usakhh ijin ke sekolakh aja ya? Fel..li bolos aj..ja hari ini."
Dengan susah payah satu kalimat itu keluar dari mulutnya. Bunda mengangguk. Menyetujuinya dengan cepat.
Sebenarnya, akhir-akhir ini bunda menyadarinya. Lino yang sedang marahan dengan Felix. Anak kesayangannya satu minggu ini seperti zombi hidup. Seperti tidak punya gairah hidup.
Biasanya Lino akan jarang pulang dan terus bersama Felix. Apalagi musim ujian seperti ini. Lino akan menempeli Felix kemana saja. Bukan untuk belajar, tapi untuk mengajak Felix bermain dan melupakan ujian yang memusingkan itu.
Tapi, baru kali ini Lino sampai tak bergairah seperti ini. Ini bukan pertengkaran biasa. Ada perang batin besar diantara keduanya.
▪▪▪
Felix membanting pintu rumahnya.
Dia tidak sedang kesal.
Bukan juga sedang marah.
Felix sedang khawatir. Lino tidak masuk sekolah. Tidak ada surat ijin. Hanya tidak berangkat sekolah alias bolos tanpa alasan apapun.
Felix rasanya ingin menggila. Dibukanya kulkas di dapur. Mengambil ekstrak jus apel dan menenggaknya dengan kasar.
"SEKARANG SETELAH DIEMIN GUA SATU MINGGU, TERUS APA?! MAU NGEHINDARIN GUA SAMPE BOLOS SEKOLAH JUGA?!"
Teriaknya kesal.
Sebenarnya hari ini Felix ingin meluruskan semuanya dengan Lino. Dia benar-benar tidak betah jika harus seperti ini terus. Felix bahkan menunggu Lino datang didepan gerbang sekolah. Namun sampai gerbang dibuka lagi pada waktu pulang sekolah, sosoknya tidak juga nampak.
Felix dapat merasakan kedua pelupuk matanya memanas.
Ah. Masak iya dia harus menangis?
Tapi masa bodoh. Hatinya terasa sesak saat ini. Dan Felix memutuskan untuk meloloskan air matanya setetes dua tetes.
Tiba-tiba hape disaku bajunya berdering. Telepon dari Chris.
"Felix?"
Felix mengusap pipinya yang sedikit basah, kemudian memastikan suaranya tidak terdengar parau saat menjawab teleponnya.
"Iya mas, kenapa?"
"Udah balik sekolah? Mas nyamperin kamu ke SMA kok udah nggak ada?"
"Iya, kelasnya Felix selesai duluan dan Felix langsung pulang. Tumben mas nyariin sampe ke SMA segala? Mas nggak kerja?"
"Mas kerja atau enggak bisa dibahas terakhir. Sekarang kamu ke rumah sakit aja. Nanti alamatnya mas kirim."
Felix mengerutkan dahinya.
"Mas sakit?""Lino masuk rumah sakit."
▪▪▪
"Pola makannya tidak teratur padahal punya riwayat maag akut. Tidak istirahat dengan cukup. Dan dengan keadaan seperti ini, minuman berkarbonasi memperburuk keadaannya. Perutnya sudah kami pompa. Sedang dalam pengaruh obat tidur untuk memberikan waktu istirahat. Kalau sudah sadar, tolong pencet bel ini. Perawat akan datang untuk melakukan pemeriksaan lagi."
Kaki bunda terasa lemas dan ayah menenangkan bunda dengan terus menepuk-nepuk pelan pundaknya. Seakan menyuruh bunda tetap tenang dan tidak akan terjadi apa-apa dengan Felli-nya tersayang.
Chris sedang duduk dengan gelisah disamping ayah dan bunda.
Entah kenapa sebelum kejadian ini, perasaannya akan Lino tidak enak. Dia langsung menuju rumah Lino untuk memastikan keadaannya.
Sesampainya disana, ayah sudah berangkat kerja dan bunda sedang bersiap untuk berangkat juga. Bunda menjelaskan keadaan Lino pada Chris dan memintanya untuk menunggu Lino sebentar barang tiga jam saja.
Tapi saat membuka pintu kamar Lino, Chris langsung terpaku. Dihadapannya saat itu bukan Lino yang ceria dan penuh energi. Tapi Lino yang sedang mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya. Napasnya terlihat tersenggal dan keringat dingin terus mengucur deras sampai membasahi pakaiannya.
Dan disinilah Chris berakhir. Membawa Lino ke rumah sakit dan mengabarkan hal ini pada ayah dan bunda.
"Chris? Tolong tungguin Lino disini sebentar ya, om mau ngurus administrasinya dulu sama tante."
Chris mengangguk. Membiarkan ayah dan bunda menyelesaikan administrasinya.
Selang lima menit setelah ayah dan bunda pergi, Wira dan Deva tiba.
"Kenapa lagi tu anak?" Tanya Deva.
"Masalah lambung lagi. Pola hidupnya lagi nggak sehat banget. Terus ditambah kemarin minum cola sekaleng. Untung sekaleng lagi gua yang minum." Jelas Chris singkat.
Wira menghela napas berat. "Anak berdua sama aja. Lo udah membina Lino buat balik ke jalan yang bener kan, Chris?"
"Anjirlah jalan yang bener."
Chris mengangguk. "Gua udah ngobrol banyak sama Lino kemarin. Dan ya, kekhawatirannya sama kayak yang lo pikirin bang. Takut ditinggal Felix."
Wira mengangguk-angguk paham. "Gua juga udah ngobrolin ini sama Felix. Dan dia cuma khawatir sama Lino. Belum ada keputusan apa-apa dari dianya sendiri. Felix masih mau mikirin itu nanti."
Chris menganggukkan kepalanya, mengerti.
Deva yang menyimak hanya bisa bertanya-tanya dalam hati.
***
Happy weekend everyone💕
Maaf kalau diakhirnya agak nggak nyambung, karena pas nulis pertama itu udah jadi satu chap, terus karena masalah jaringan nggak kesimpen secara keseluruhan😢😢😢
Aku tulis ulang apa adanya karena bener-bener lupa yang awal kayak apa, huwe😢😢😢
Happy reading too💕
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST FRIENDS |•TAMAT•|✔
FanfictionCerita random kehidupan dua sahabat yang suka bikin salah paham! . . . Thank's for reading💜 [1st chapter published August 5th 2019] [Last chapter published October 16th 2020] 🎖#12-justfriends 🎖#8-justfriends 🎖#4-minlix 🎖#1-leeyongbok