05.11 am

246 34 2
                                    

Felix melemparkan tasnya yang tak berdosa dengan kasar keatas meja belajarnya.

Sudah hampir seminggu ini Lino hanya berangkat sekolah lalu pulang. Tidak ada yang namanya mampir ke rumah Felix. Apalagi menginap.

Felix benci mengakuinya. Tapi dia benar-benar merasa kesepian. Satu minggu lagi akan diadakan ujian akhir sekolah, dimana setelah itu dia dan teman-temannya akan lulus dari SMA.

Seharusnya minggu-minggu ini Felix belajar. Seharusnya dia fokus untuk ujian--meskipun tanpa belajar pun Felix bisa mengerjakan semua ujiannya dengan mudah.

Tapi kelakuan aneh Lino membuyarkan semua fokusnya. Menghancurkan pikirannya.

Lino kenapa ya?

Kok dia nggak maen ke rumah gua?

Kok tumben nggak nge chat gua nanyain gua mau makan apa?

Tadi dikelas tambahan bahasa inggris Lino bisa nggak ya? Dia kan nggak suka bahasa inggris.

Pertanyaan-pertanyaan kecil itu terus saja mengusiknya. Padahal Felix sudah berusaha untuk mengabaikannya.

Di grup pun--grup chat Sembilan Pangeran Tampan (jangan tanya siapa yang menamainya, jelas Haris Irzaldi Hirawan) tidak ada yang menanyakan kenapa akhir-akhir ini Lino tidak seberisik biasanya di grup chat. Darrel sudah berspekulasi bahwa Felix dan Lino pasti sedang sibuk belajar. Jadi mereka tidak menuntut apa-apa.

Felix menjatuhkan tubuhnya keatas ranjang. Menghela napas berat sambil menatap langit-langit kamarnya.

Apa gua terlalu kasar sama Lino waktu ketemuan sama Chae? Tapi dia kan nggak baperan. Masak gitu aja baper.

Felix mengusap-usap matanya, frustasi.

Apa karena gua nggak bilang dulu kalo Chae main ke rumah, ya? Makanya Lino marah.

Felix menggeliat gemas dengan isi pikirannya sendiri.

"LO KENAPA SIH ANJENG BILANG KEK KALO GUA SALAH MALAH DIDEMIN SEMINGGU KAYAK GINI! CUMA BISA BERASUMSI BEGINI BEGITU NGGAK PERNAH DAPET PENCERAHAN! LO PIKIR PERASAAN GUA TENANG TIAP HARI KEPIKIRAN ELO KENAPA? KALO SAMPE GUA LULUS NILAI GUA NGGAK BAGUS, GUA BETOT PALA LO FELLINO ARGI ALVARO!!!"

Akhirnya Felix melepaskan isi hati dan kepalanya dengan berteriak. Daripada memendam penyakit, lebih baik dia keluarkan bukan? Meskipun tidak menyelesaikan masalah apalagi menemukan titik terang, setidaknya hatinya merasa lega.

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Felix buru-buru mengangkatnya.

"Halo?"

"Felix? Kamu sibuk nggak? Kalo enggak mau mas traktir."

Mas Wira.

"Enggak kok, mas. Nggak sibuk sama sekali. Asik di traktir."

Biasanya Felix akan menjawab tawaran traktiran dengan semangat, apalagi ini mas Wira. Orang yang kembali setelah sekian lamanya.

Tapi entah kenapa tidak ada semangat pun dalam jawabannya.

"Mas jemput jam 5 sore ya. Lino diajak sekalian juga nggak papa."

Felix merengut.

Boro-boro nawarin dia traktiran gratis, mas. Dia seminggu ini aja udah nggak nge chat gua.

"Lix?"

Felix terbangun dari gumamannya.

"Ah, iya nanti Felix kabarin ke Lino."

Sambungan telepon pun diputus.






















"Ya kalo gua berani nge chat Lino duluan, mas."







•••
Iya gua gabut.
Gua perasaan gabut mulu dah😂
But no prob.
Happy reading everyone❤ Hope you like this chapter.

Gua nggak akan capek ngingetin kalau ada satu story lagi yang gua publish.

Judulnya 'Tersirat'. Yang covernya adek manis kita Yang Jeongin😚

JUST FRIENDS |•TAMAT•|✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang