Chapter 3

341 58 8
                                    


"Jangan pernah berpikir kalau semua orang itu sama, sebelum kamu mengenalnya lebih jauh"- Fanderlia

    
               *************

Sore hari ini, awan tampak gelap menandakan sebentar lagi akan turun hujan. Tak berselang lama, suara gemuruh petir sudah terdengar di atas sana. Semua orang berlarian untuk mencari tempat teduh.

Aldo yang masih duduk di kursi yang berada di depan fakultasnya melirik ke arah gemerincik air hujan. Mata bulat coklatnya menatap tenang ke arah genangan air. Sesekali wajahnya di terpa angin yang berhembus kencang.

"Woi! Diem-diem bae aja Lu. Gak pulang Lu."

Aji baru saja keluar dari ruangannya bersama Jino. Tadi mereka menyuruh Aldo untuk menunggu mereka di sini karena, ada beberapa urusan  yang belum selesai.

"Udah?" Aldo bertanya dengan wajah yang malas.

"Udah. Setelah ini kita mau kemana?" tanya Jino balik dan langsung duduk di sebelah Aldo.

"Gue mau pulang. Kerjaan gue banyak di rumah," jawab Aldo dengan cepat. Dia baru saja ingat kalau dia dan Fanderlia ada janji.

"Halah. Sok-sokan punya kerjaan. Palingan juga Lo cuman nonton, tidur baru makan. Udah hapal gue mah," seru Aji.

Aldo menghembuskan nafasnya kasar. "Gue emang ada kerjaan. Kalau gak percaya yaudah," jawab Aldo kesal. Dia pergi meninggalkan mereka dan berlari membelah hujan deras menuju ke parkiran mobilnya.

Setelah membuka pintu mobilnya, buru-buru dia masuk ke dalam dengan keadaan sedikit basah.

"Mungkin dia udah nungguin gue kali ya," ucap Aldo kepada dirinya sendiri sambil memasang seatbeltnya. Saat dirasa sudah pas, pedal gas diinjak membuat mobil yang semula berhenti kini sudah berjalan.

Tak butuh waktu lama. Mobilnya kini sudah terparkir di depan rumahnya. Dia mengambil payung yang tadi sempat dibeli di pinggir jalan. Kakinya berjalan masuk ke dalam rumah yang begitu besar dan hanya dihuni oleh seorang saja.

"Eh, Den Aldo sudah pulang. Mau Mbok buatin teh anget gak Den." Mbok  yang baru saja bersih-bersih di depan TV melihat Aldo yang kebasahan.

"Gak usah Mbok. Oh iya, Fanderlia mana Mbok?" tanya Aldo saat tidak menemukan keberadaan perempuan aneh itu.

"Oh.. Si Manis maksudnya," ujar Mbok yang langsung diangguki Aldo. "Dia ada di kamar Den Aldo. Tadi Mbok lihat dia lagi tidur, mungkin sekarang udah bangun."

Setelah itu, Aldo langsung berpamitan untuk ke atas, tepatnya ke kamarnya sendiri. Pelan-pelan dibukanya pintu berwarna putih itu. Matanya menatap tajam ke seluruh penjuru kamarnya hingga berhenti pada seorang perempuan yang tampak asik memakan semua cemilan yang tadi di berikan Aldo.

"Lagi ngapain," ujar Aldo langsung duduk di sebelah Fanderlia hingga membuatnya terkejut bukan main.

"Saya terkejut," ujar Fanderlia kesal. "Kamu sudah pulang? Kok pakaian yang kamu kenakan basah?" tanya Fanderlia dengan heran.

Aldo menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Tadi gue kena hujan dijalan," jawabnya. "Kalo gitu, gue siap-siap dulu trus langsung pergi," ujar Aldo yang diangguki Fanderlia.

Fanderlia yang merasa bosan langsung pergi keluar kamar menuju ruang tengah. Dia melihat seekor cicak yang  menempel di dinding sedang memperhatikan dirinya.

Kakinya yang hanya dibaluti celana pendek dan ditutupi oleh kemeja panjang milik Aldo, berjalan mendekat ke arah cicak tersebut. Saat ingin mengambilnya, tiba-tiba saja Aldo sudah berada di belakangnya dengan kerutan aneh di dahinya.

"Lo ngapain di situ. Kurang kerjaan Lu?" tanya Aldo.

Fanderlia menyengir. Dia menggeleng cepat dan langsung menjauh dari sana. "Saya cuman lihat cicak itu saja. Kamu sudah siap, kan. Mari pergi," ujar Fanderlia menyeret Aldo dari sana. Matanya masih saja memperhatikan cicak itu.

"Itu sapu besi ajaibmu, kan?" ujar Fanderlia menunjuk mobil milik Aldo yang terparkir di halaman rumahnya yang terdapat genangan air di mana-mana. Mungkin, karena sisa hujan tadi.

"Hmmm."

Aldo membuka pintu mobil di sebelahnya dan menyuruh Fanderlia untuk masuk ke dalam. "Awas kepala Lu," ujar Aldo saat kepala Fanderlia hampir saja bertabrakan dengan sisi atas mobilnya.

Setelah dirasa perempuan itu sudah masuk dengan aman, kini giliran Aldo. Dia memutari mobilnya dan masuk ke dalam.

Mobilnya berjalan membelahi jalanan kota yang basah. Suara burung-burung terdengar bercit-citan di atas sana. Daun-daun berserakan dimana-mana.

Tak beberapa lama, mereka akhirnya sampai ke toko pakaian milik wanita. Aldo berjalan keluar dan langsung membukakan pintu untuk Fanderlia.

Mereka berjalan masuk ke dalam toko dengan sesekali terdengar suara bisikan tentang mereka.

"Gila! ceweknya cantik banget!"

"Cowoknya juga ganteng, tau."

"Huhuhu, mereka romantis banget sih. Gue jadi iri."

Aldo yang mendengarnya hanya tersenyum dan menghendikkan bahunya. Tangannya langsung merangkul bahu kecil milik Fanderlia yang sedang melihat-lihat keseluruhan tempat ini.

"Permisi, Mas, Mbak. Ada yang bisa saya bantu."

Tiba-tiba saja seorang karyawan toko ini menghampiri mereka dengan senyuman ramahnya.

"Oh ini Mbak, cewek saya ingin membeli pakaian. Kira-kira pakaian apa ya yang cocok untuk tubuhnya," ujar Aldo. Sedangkan Fanderlia hanya menatap bingung ke arah mereka.

"Oh yasudah, mari saya tunjukkan," ujar karyawan toko yang membawa mereka ke arah pakaian wanita yang sedang terkenal.

"Ini Mas, silahkan dipilih-pilih dulu," ujar karyawan toko dan berlaku dari mereka.

Aldo langsung mengambil beberapa pakaian yang menurutnya cocok dikenakan di tubuh kecil Fanderlia dan langsung membayarkannya di kasir.

Saat ingin memberikan uang kepada kasirnya, tiba-tiba saja ada hal aneh di atas langit. Semua orang langsung berlarian untuk mengabadikan momen itu. Langit yang semula berwarna biru kini sudah berwarna hitam. Di tengahnya terdapat pusaran besar hitam dan disusul oleh gemuruh hebat.

"Ayo buruan kita pergi," desak Fanderlia membuat Aldo buru-buru membayar belanjaannya tadi dan berlari ke mobilnya.

"Cepat jalankan sapu besinya!" desak Fanderlia sekali lagi.

Aldo menjalankan mobilnya dengan kecepat tinggi. Jantungnya serasa ingin keluar saja. Diliriknya Fanderlia yang masih saja menghadap ke belakang.

"Emang kenapa sih?" tanya Aldo bingung.

"Itu adalah Zakhson. Dia merupakan prajurit Nenek Sihir. Dia datang untuk membawa ku pulang. Aku mohon, jangan pernah kasih aku pada mereka. Aku tidak mau dijadikan budak mereka," jelas Fanderlia dengan takut. Air matanya tiba-tiba saja menetes membuat Aldo sangat kasihan padanya.

"Iya, gue janji. Gue gak bakal kasih lo pada mereka," ucap Aldo sambil memeluk Fanderlia.

Pikirannya sangat kacau saat tahu kalau itu adalah prajurit Nenek Sihir. Mungkin sekarang dia harus berhati-hati pada semua orang.

                            **********

Aldo: The Cat MAJIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang