Chapter 2

391 59 8
                                    

"Kenyataan itu memang terkadang susah di terima" - Aldo

                      ***********

"LO SIAPA!"

Pagi-pagi begini, Aldo sudah dikejutkan dengan seorang perempuan  asing yang tidur disebelahnya yang tidak tahu siapa identitasnya.

Perempuan itu nampak membuka sedikit demi sedikit matanya untuk melawan sinar matahari yang begitu silau. Wajah putihnya terlihat begitu polos dan bersinar kala diterpa sinar matahari. Diliriknya Aldo yang melihat takut ke arahnya.

"Kamu tidak perlu takut. Saya ini adalah kucing yang semalam hampir kamu tabrak dan kamu bawa ke sini," ujar perempuan itu dengan santai.

Aldo menggeleng cepat. "Gak usah ngaco lo. Mana mungkin kucing bisa berubah jadi manusia, lo pikir ini film." Aldo masih saja tidak percaya dengan gadis ini. Tapi kalau dilihat-lihat, perempuan ini juga tidak kalah cantiknya dengan Sarah. Ah, sudahlah.

"Yang saya bilang tadi adalah kenyataan, bukan mengada-ngada. Saya ini dikutuk oleh nenek sihir dan dibuang ke dunia ini. Saya juga tidak tahu apa kesalahan saya," jelas perempuan itu.

Aldo masih saja belum mengerti dengan cerita gadis ini. Apa jangan-jangan dia kebanyakan nonton film fantasi? Tapi, kenapa dia begitu mirip dengan kucing semalan dan juga kemana perginya kucing itu?

"Oke-oke. Kalo emang lo kucing yang semalam hampir gue tabrak, warna apa mobil yang gue bawa semalam?" tanya Aldo untuk memastikan bahwa perempuan ini adalah benar-benar kucing.

Perempuan itu tampak bingung. "Apa itu mobil?"

Aldo terkejut dengan jawaban polos  gadis itu. Siapa sih yang tidak tahu mobil di jaman sekarang. Aldo langsung memijat pelipisnya dan membuang nafas secara perlahan.

"Jadi lo gak tau mobil?" tanya Aldo yang dibalas gelengan olehnya.

"Nih ya gue jelasin. Mobil itu alat transportasi yang dibuat oleh manusia sendiri yang di dalamnya banyak mesin dan kabel yang saling memiliki fungsi," jelas Aldo dengan perlahan.

Gadis itu membulatkan mulutnya seolah-olah mengerti apa yang baru saja dijelaskan. "Oh, maksudnya kayak sapu ajaib begitu," ujar gadis itu.

Rasanya Aldo ingin sekali lompat-lompat dan menarik menyobekkan gorden jendelanya saking kesalnya. Tapi dia mengerti, dunianya dan dunia gadis itu sangat berbeda berbeda yang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan.

"Iya terserah lu aja. Tapi, gue masih bingung manggil lo apa. Nama lo siapa?"

"Namaku Rosalinda Fanderlia Strerian Aswilian Amberlyan," jawabnya dengan gampang.

Aldo tampak syok mendengar nama gadis itu yang panjangnya seperti jalan tol. "Nama lo panjang banget udah kayak kenangan mantan. Gue singkat aja jadi Fanderlia. Mau gak?"

Gadis itu atau Fanderlia hanya mengangguk-angguk menyetujui perkataan Aldo tadi.

Aldo menelisik pakaian Fanderlia yang hanya memakai baju yang sangat mencolok ditambah dengan rok yang berwarna hitam usang.

"Baju lo ada gak?" tanya Aldo dengan bodohnya. Padahal dia tahu, kalau Fanderlia ini tersesat dan pasti tidak.membawa baju pakaian yang lain.

"Tidak ada."

"Yaudah, nanti setelah gue pulang kuliah kita ke toko pakaian deh biar lo ada bajunya."

"Apa itu kuliah?"

Aldo tidak menjawab  dan pergi meninggalkan Fanderlia dengan pertanyaannya untuk ke kamar mandi dan langsung bersiap-siap pergi  kuliah.

                         **********

"Lo di sini aja, jangan pergi kemana pun. Jangan megangin barang-barang yang ada di sini. Makanan udah disiapin Mbok. Nanti kalau ada apa-apa panggil aja Mbok," jelas Aldo yang hanya diangguki Fanderlia.

"Kamu mau kemana?" Fanderlia heran melihat Aldo yang sedang terburu-buru.

"Gue mau kuliah, ntar kalau udah pulang baru kita pergi yang kayak gue bilang tadi," jawabnya.

Setelah dirasa sudah siap, Aldo mengambil tas ranselnya yang berada di atas nakas dan buru-buru keluar kamar meninggalkan Fanderlia dengan beberapa cemilan di depannya.

Ia menjalankan mobilnya setelah tadi selesai di panaskan oleh Pak Ujang, pekerja rumah Aldo.

Selama perjalanan, ia hanya sibuk mendengarkan suara radio yang berceloteh entah apa yang dikatakannya.

Saat ingin memarkirkan mobilnya, ternyata Jino dan Aji juga baru saja sampai dan memarkirkan mobilnya di sebelah Aldo.

"Wihhh, barengan kita. Apa jangan-jangan kita jodoh!" seru Jino saat menyadari mereka bertiga sama-sama turun dari mobil.

"Jodoh pala bapa lu. Ogah gue kalau jodoh sama lu. Gue jadi berpikir, mungkin kita temenan juga karna gue kena karma kayaknya," ujar Aji.

"Si goblok, yuk masuk," ujar Aldo sambil menyeret mereka pergi dari parkiran.

Jino menghentikan langkahnya membuat Aldo juga berhenti. "Kenapa?" tanya Aldo bingung.

"Hati lu gimana? Masih aman?"

Tiba-tiba saja Jino teringat soal di kafe kemarin. .Yang mana Aldo meminta putus dari Sarah. Dia khawatir dengan perasaan sahabatnya itu. Takutnya nanti saking depresinya, ia mencoba untuk bunuh diri.

Aji memukul keras bahu Jino membuatnya kesakitan. " Heh Goblok! Lo sahabat bukan sih! Udah tau kalau Aldo lagi galau, malah ditanya. Otak bodoh mah gitu."

"Sakit Bego."

Setelah itu, Ajj langsung menarik Aldo menjauh dari Jino dan langsung pergi ke ruangan mereka.

"WOIII TUNGGUIN GUE!" seru Aji sambil mengejar mereka.

Mereka bertiga berjalan beriringan di koridor kampus hingga membuat mereka berhenti kala laki-laki yang di kafe semalam sedang bersama Sarah. Ya, mantan Aldo, perlu ditekan MANTAN ALDO. Mereka berdua berjalan berdampingan yang membuat dada Aldo rasanya sesak saat melihat kemesraan mereka.

"Oh jadi ini  Yang mantan kamu itu," Seru laki-laki itu yang bernama Dirham.

"Udah yuk, aku males disini. Bawaannya pengen muntah," ujar Sarah sambil menarik Dirham.

Jangan ditanya bagaiman sekarang keadaan hati Aldo. Yang pasti dia sedang mencoba untuk mengubur dalam-dalam niatnya yang ingin menonjok Dirham.

"Awas bunting Lu!" seru Jino saat mereka berlalu dari hadapan mereka.

"Kalau Lu kena karma, gue  bakal yang paling awal ketawain Lu," tambah Aji.

Rasanya bahagia sekali memiliki sahabat seperti mereka ini. Mereka berdua rela menghabiskan suara hanya untuk membela Aldo di depan Sarah.  Bersyukur rasanya.

"Traktir kita ya. Kan sebagai imbalan karna gue udah belain Lu di depan sang mantan," ujar Jino.

Oke, sepertinya Aldo telah sangka dengan niat terselubung mereka ini. Sepertinya memang tidak ada yang perlu disyukuri.

"Hooh, lagian suara gue habis karna teriak tadi," ujar Aji.

Aldo memutar matanya malas dan menghembuskan nafas kasar.

"Boodoamat."

Setelah itu, Aldo langsung meninggalkan mereka yang tampak bengong melihat punggung belakang Aldo.

"Emang kita salah?"

                       *********

Aldo: The Cat MAJIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang