Chapter 15

191 29 1
                                    

"Sebuah ketulusan terkadang banyak disalah artikan oleh seseorang dan akhirnya berujung ke sebuah fakta. Fakta bahwa dia  telah dikhianati"-AUTHOR

                    *******

"Aldo!!"

"Aldo!!"

Entah sudah keberapa kalinya Fanderlia memanggil namanya. Ingin menyahut suara tersebut. Tapi, dia masih sakit hati atas perbuatan wanita itu padanya. Alhasil, Aldo hanya mendengarkannya saja, tanpa ingin menyahut.

"Lo bisa diam gak sih!!. Udah puas, Lo buat Aldo menderita. Belum lagi teror-teror waktu nyembunyiin, Lo. Tapi, sebagai balasannya, Lo, mampu  khianati Aldo. Drama, Lo, epik banget!!" seru Aji kesal. Ia juga marah kepada wanita ini.

"Udah, Ji. Lo, gak usah emosi kayak gitu," ujar Jino mencmoba menenangkan.

Air mata Fanderlia menetes begitu saja. Ia  jadi menyesal telah mengkhianati manusia yang begitu baik kepadanya. Ia memang pantas dihukum. Ia berpikir, dengan balas dendam dapat menghidupkan kembali ibu dan kakaknya.

Fanderlia memang dendam kepada seluruh manusia. Ibunya mati karena ulah manusia. Kakaknya juga mati karena manusia. Setelah banyak dipengaruhi oleh nenek sihir, Fanderlia berjanji akan membalas dendamkan kematian ibu dan kakaknya kepada manusia. Tapi, setelah banyak kisah yang dilaluinya bersama Aldo, Ia jadi berpikir, tidak semua manusia itu sama.

"Tolong maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu. Aku hanya dipengaruhi oleh mereka. Tolong maafkan aku sekali ini saja. Setelah itu, aku akan menebus semua kesalahanku," ucap Fanderlia dengan pelan.

Sungguh, rasanya Aldo ingin sekali memeluk pundak rapuh itu. Tapi, dia tahu kalau tempatnya dan tempat Fanderlia berbeda.

"Gak usah banyak bacot, Lu," jawab Aji.

Tak lama, Zakhson dan seluruh pengawalnya langsung datang dan membawa Aldo, Aji, Jino dan Fanderlia secara paksa. Tangan mereka dengan keras menyentuh tubuh yang sudah lemah dan dipenuhi oleh bekas luka.

"Mau diapain, nih. Jangan macam-macam, Lo." Aji dan Jino tetap memberontak. Tapi, tak kunjung di lepas oleh mereka.

Kini, mereka sudah di tempat yang berbeda. Berbeda dengan tempat waktu mereka dibawa juga. Di tempat ini lebih terbuka dibanding tempat itu. Sebuah cahaya berwarna ungu menerangi tempat yang begitu gelap ini.

Aldo, Aji dan Jino di letakkan di sebuah kursi melayang. Sedangkan, Fanderlia. Dia diikat di sebuah tiang yang tinggi.

"Ini kita mau diapain?" tanya Jino bingung.

Aldo dan Aji sama-sama mengangkat bahunya tak tahu. "Mungkin ini akhir kisahnya," jawab Aldo.

"Gengs. Kalau gue punya salah, maaf yah. Gue belum sempat nebus semua kesalahan gue. Ntar kalau kita jumpa di alam berbeda, tolong kita sama-sama mengenal lagi," ucap Jino dengan dramatis.

"Ini juga alam berbeda, Nyet," jawab Aji sedikit geram.

Nenek sihir atau tepatnya perempuan tua yang memakai pakaian aneh datang. Semua orang langsung membungkuk, tanda penghormatan.

Aldo jadi tahu, bahwa perempuan yang memakai dress berwarna merah itu adalah bawahan dari nenek sihir ini. Pantas saja dipanggil nenek sihir, wajahnya sangat menyeramkan.

Nenel Sihir tadi langsung duduk dengan angkuh di kursi yang berada di tengah-tengah. Tangannya  diangkat, seperti sedang memanjatkan sesuatu. Bibirnya terlihat berkomat-kamit tak jelas. Lama kelamaan, rambut putihnya sedikit demi sedikit berwarna coklat. Wajahnya juga sama, sedikit-demi sedikit semakin kencang kembali.

Tiba-tiba, sebuah suara langsung membuat ritual itu terhenti.

"LEPASKAN MEREKA," teriak Fanderlia.

Ternyata, itu adalah suara Fanderlia. Tak tahu entah kapan dia terlepas dari ikatannya. Yang pasti, sekarang dia sedang berjalan ke arah Nenek Sihir.

"Saya sudah salah menilai manusia. Manusia itu tidak bersalah!!" seru Fanderlia sambil menunjuk Aldo, Aji dan Jino, "Selama ini saya sudah dipengaruhi olehmu. Yang membunuh keluargaku itu adalah, Kamu!! Wanita tua!! Kamu mengorbankan ibu dan kakakku untuk keawetan wajah kamu. Sebaiknya, Kamu, yang menggantikan Mereka!!," sambung Fandelia.

Baru kali ini Fanderlia semarah itu. Biasanya, dia hanya akan mengeluarkan kalimat-kalimat yang sungguh menyakitkan.

"Apa maksudmu, Fanderlia. Kamu tidak ingat dengan pemberian saya selama ini," jawab Nenek sihir. Dia langsung mencengkram leher Fanderlia dengan kuat. "Apa, Kamu, lupa kalau tidak ada saya, hidupmu tidak akan berguna. Ingat, Fanderlia!! Kamu hanya seorang budak!!" seru Nenek Sihir.

Sembari Fanderlia dan Nenek Sihir berdebat. Zakhson langsung membuka pengait di tangan mereka. Dia menyuruh Aldo, Aji dan Jino untuk cepat-cepat pergi ke ruangan tempat mereka di penjara.

"Cepat, Kalian pergi ke ruangan penjara itu!! Di sana nanti ada sebuah tuas, Kalian akan melewati portal itu!!" seru Zakhson dan langsung mengatur para pengawal untuk menyembunyikan mereka di belakang.

Aldo tak mau berlama-lama lagi. Mereka langsung berlari dengan cepat menuju ruang penjara, mengikuti petunjuk yang tadi diberikan Zakhson. Di sana memang tersampir sebuah tuas yang berada persis di dekat ruangan mereka.

"Gak nyangka sih bakal ada tuas di sini. Otak gue kemarin-kemarin kemana aja ya," ujar Jino sedikit terkekeh.

"Udah! Jangan bercanda dulu," ucap Aldo mengingatkan, bisa-bisanya di waktu genting seperti ini, Jino masih bisa- bisanya bercanda. "Kalian siap!!" seru Aldo dengan semangat.

"SIAPPPPPPP," jawab Mereka dengan bersamaan.

Aldo menarik tuas tersebut hingga memunculkan portal yang semakil melebar. Aldo, Aji dan Jino langsung berpegangan tangan sebelum masuk ke dalam sana.

"AAAAAAAAAAA."

                      *******


Aldo: The Cat MAJIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang