END

230 32 4
                                    

Happy Reading guys dengan part terakhir. Semoga, Kalian gak berhenti menyukai karyaku.

                ********

Setelah melewati portal yang menghubungi dunia nyata dengan dunia majic. Akhirnya Aldo, Aji dan Jino sudah sampai di dunia mereka. Dunia yang penuh dengan seribu rahasia. Tak tahu entah kapan mereka sampai, yang jelas mereka sudah di dalam gua yang gelap. Gua yang pernah dikunjungi oleh Aldo dan Jino bersama Fanderlia saat ingin menyelamatkan Aji.

Suara rintikan hujan bersamaan dengan gemuruh petir terdengar di luar sana. Aldo yang pertama kali sadar langsung menatap di sekelilingnya. Badannya terasa sakit semua. Ia berjalan tertatih-tatih ke arah Aji dan Jino. Tangannya menepuk-nepuk pelan pipi mereka berdua.

"Enggghhhh," lenguhan Aji dan Jino saat membuka mata.

"Kita dimana?" tanya Jino saat sadar dengan tempat yang berbeda.

Aldo mendudukkan dirinya di atas batu besar yang ada di dalam gua. "Kita di gua. Lo, masih ingat sama gua waktu kita nyelamatin Aji," jawab Aldo.

Jino akhirnya mengangguk, Ia berjalan ke aldo, duduk di sebelahnya.

"Yang waktu bareng 'dia'."

"Kayaknya kita harus nunggu hujan reda, deh. Gak mungkin kan, kalau kita harus lewatin hujan lebat begini. Apalagi jalannya pasti basah banget," ujar Aji.

"Eh. Lo, masih ingat gak sama tuas itu," ujar Aldo ke arah Jino.

Jino mengangguk. "Tuas yang pernah dipegang 'Dia'?" tanya Jino balik. Lagi dan lagi, kata 'dia' harus terucap menggantikan nama Fanderlia.

"Iya," jawab Aldo mengangguk, "sambil nunggu hujan, kita harus sembunyiin tuas itu. Supaya nanti mereka gak bisa datang kembali," sambung Aldo.

Mereka mengangguk. Aldo, Aji dan Jino langsung mengambil beberapa tanah liat yang sengaja dibasahkan oleh Mereka. Setelah itu, tanah liat tadi langsung ditempelkan di sisi tuas itu hingga menutup sebagian tempat yang begitu kecil di sisi tuas hingga membentuk sebuah dinding kecil.

Tak lama, mereka sudah selesai bersamaan dengan hujan yang semakin mereda. Biarkan saja dinding tadi basah sebentar, nanti juga akan kering dengan sendirinya.

"Hujannya udah reda. Mendingan kita pulang," ujar Aji saat memastikan keadaan di luar.

Mereka mengangguk mengiyakan. Kaki yang tanpa memakai alas sendal terus saja menyusuri jalan yang begitu panjang.

Memang, letak gua ini berada di pinggiran kota. Tepatnya, lokasi yang sudah tak terjamah oleh tangan manusia. Jadi, tak heran kalau sepanjang jalan ini tidak berpenghuni. Jalanan begitu sepi dan basah. Angin sesekali bertiup menerpa wajah kusam mereka.

"Do, waktu itu, Lo, bawa mobil gak kesini?" tanya Jino yang terus saja berjalan di depan Mereka.

"Hmmmm," Aldo masih mencoba mengingat-ingat kejadian itu,"kayaknya bawa, deh. Tapi, gue udah lupa dimana markirinnya," jawab Aldo sambil mengangguk-angguk.

"Holkay mah beda. Mobil hilang juga nanti diganti lagi sama yang baru. Motor yang mogok di tengah jalan, karena lupa ngisi bensin bisa apa. Kami hanya kaum misquen," ujar Aji sambil terkekeh-kekeh. Padahal dia juga orang berada. Tapi ya gitu, jiwa kemiskinan melekat pada tubuhnya.

Sepanjang perjalanan diisi dengan ocehan-ocehan tak jelas Mereka. Rasa lelah mereka hiraukan. Sekarang yang ada dipikiran Mereka hanya 'cepat sampai rumah'.

Hingga, mereka sudah menemukan beberapa rumah-rumah berjajaran di pinggir jalan. Seketika, semburat kebahagiaan terpancar dari wajah  Mereka.

"Akhirnya kita nemuin pedesaan juga," ujar Aldo.

Aldo: The Cat MAJIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang