Chapter 4

319 50 12
                                    

Aldo masih berpikir tentang kejadian tadi sore. Kejadian yang  sangat tidak masuk akal. Semua orang banyak membicarakan fenomena pusaran di langit tadi.

Aldo melihat langit di atas sana yang sepi oleh cahaya bintang. Ia memijat pelipisnya yang sedikit pusing dan melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 09.30. Ternyata dia sudah berada di balkon kamarnya hingga satu jam.

Aldo akhirnya bangkit dari sofa yang memang di sediakan di balkon ini. Ia masuk ke dalam kamarnya. Hal yang pertama ada di benaknya adalah ingin segera tidur di atas ranjang yang begitu nyaman di tubuhnya.

Jika ditanya kemana perginya Fanderlia? Dia berada di kamar sebelah, tepatnya di kamar tidur tamu. Aldo memang sengaja menyuruhnya tidur di sana karena takut jika nanti melakukan hal-hal yang tidak senonoh.

Sebelum sempat ke tempat tidur, tiba-tiba saja kepulan asap berwarna hitam terbang  melewati jendela kamar yang sengaja dibuka. Dadanya terasa sesak kala kepulan asap itu berubah bentuk tepat di depannya.

"L—Lo siapa. Uhuk."

Suara aldo terdengar terbata-terbata saat melihat sosok di depannya adalah seorang laki-laki yang memakai kostum aneh berwarna hijau dan topi segitiga yang biasa dipakai oleh para pesulap.

"Serahkan Dia pada kami," ucap orang aneh tadi dengan nada yang begitu misterius.

"Maksud lo apa," ujar Aldo sambil memegang dadanya. Dia berusaha untuk duduk, tapi tetap saja tak bisa karena tadi  kakinya langsung tak  sanggung menopang tubuhnya.

"Serahkan kucing yang kamu temui itu pada kami," ucapnya lagi.

Aldo jadi mengerti siapa yang dimaksud laki-laki ini. "Kalau gue gak mau gimana!! Lagian dia udah diusir, kan." Aldo mencoba melawan rasa sesak di dadanya dan beranjak dari lantai yang begitu dingin.

"Kamu jangan bermain-main dengan saya."

Tiba-tiba saja muncul lagi kepulan asap lain yang berbentuk akar dan langsung mencekik leher Aldo dengan kuat.

"Sudah saya bilang, saya tidak ingin bermain-bermain dengan Kamu wahai anak manusia," ucap laki-laki aneh itu yang semakin menguatkan cekikannya.

Aldo sudah sangat lemah sekarang. Wajahnya sudah begitu pucat dan biburnya nampak kebiru-biruan. Ia merasa dia akan mati, hingga kedatangan Fanderlia membuatnya sedikit lebih semangat melawan rasa sakit di lehernya.

"Lepaskan bayangan akar kamu dari anak manusia itu!!!" bentak Fanderlia yang membuat sosok itu tersenyum miring ke arahnya.

"Ternyata saya benar kalau kamu memang berada di sini. Kalau saya tidak mau kenapa? Apa kamu mau menggantikannya?" ujar Laki-laki itu masih saja bersikeras menguatkan cekikannya di leher Aldo.

Fanderlia semakin geram hingga tak sadar kini dia berubah menjadi kucing yang ukurannya sangat besar.

"Saya bilang lepasin anak manusia itu!!" geram Fanderlia yang tidak didengar sedikitpun olehnya.

Ia semakin kesal hingga tangannya yang begitu besar memukul laki-laki itu yang langsung terhempas keluar melalui jendela yang pecah dan meninggalkan Aldo yang sudah pingsan di tempat karena begitu lemas.

Fanderlia berubah ke wujud asalnya yang langsung membuat dirinya lemah. Tapi dia lawan demi melihat kondisi Aldo yang sudah tergeletak tak berdaya.

"Maafkan saya hingga membuatmu harus masuk ke dalam masalah saya."

Fanderlia menjulurkan jari-jarinya yang tiba-tiba saja bersinar ke arah dada Aldo.

Tak beberapa lama, Aldo terlihat membuka matanya secara perlahan dan terbatuk-batuk.

"Uhuk...Uhukkk."

Aldo menatap sekitar kamarnya dan berakhir pada seorang gadis yang berada di sampingnya dengan wajah begitu cemas.

"Syukurlah kamu sudah sadar," ujar Fanderlia lega.

Aldo berusaha bangkit dan langsung mendudukkan dirinya. Ia menatap Fanderlia dengan fokus. Mata  tajamnya menelisik ke dalam mata indah milik Fanderlia.

"Apa ini awal dari petualangan gue bersama lo?" Aldo bertanya tanpa mengalihkan pandangannya.

"Maafkan saya hingga membuatmu seperti ini. Saya tidak bermaksud membawamu ke dalam lingkaran masalah saya."

"Yang tadi itu siapa? Kenapa dia tiba-tiba nyerang gue?"

"Kamu tidak usah memikirkan itu. Mari saya bantu kamu berdiri."

Fanderlia langsung mengangkat tubuh Aldo dengan gampang. Ia meletakkan Aldo ke atas ranjang dan langsung pergi entah kemana, yang pasti Aldo sempat terkejut melihat tenaga perempuan itu.

"Gila! Gue jadi ragu kalau dia cewek," ucap Aldo pada dirinya sendiri.

Tak berselang lama Mbok, pembantu rumah Aldo datang dengan tergesa-gesah dengan segelas air putih di tangannya.

"Den Aldo gak kenapa-napa, kan? Kenapa Den Aldo bisa kayak gini. Apa Mbok perlu bawa Den Aldo ke rumah sakit, atau Mbok telfon aja dokternya datang ke sini ya." Mbok berucap dengan cepat, mungkin dia khawatir melihat keadaan Aldo yang begitu sangat parah. Lehernya berwarna kebiruan karena cengkraman kuat.

"Gak usah, Mbok. Aldo sehat kok, cuman kaki aku kayaknya keseleo deh," ujar Aldo mencoba menggerakkan kaki kirinya yang terasa begitu sakit.

"Eh dalah. Malo gitu Mbok panggil tukang urut aja ya biar langsung diurut kakinya," ujar Mbok berjalan terburu-buru.

Aldo mengambil handpone-nya yang berada di atas nakas. Ia mencaroli nomor seseorang dan langsung menekan tombol memanggil.

Tak butuh waktu lama. Pada detik ketiga, panggilannya sudah tersambung. "Halo, Lo ke rumah gue sekarang. Gue mau bagi-bagi sembako," ujar Aldo langsung mematikan sambungan telfonnya.

Tak tahu entah siapa yang ditelfonnya, yang pasti itu adalah orang terdekatnya.

                      *************

"Kenapa Lo tiba-tiba begini sih! Ngeri gue lihat keadaan Lo." Jino menatap ngeri ke arah kaki Aldo  yang diperban karet.

Memang tadi dia menelepon Aji dan Jino untuk ke rumahnya dengan alasana 'bagi-bagi sembako' dan nyatanya mereka langsung datang.

"Lagian lo kuker banget naik-naik tangga benerin loteng, yang ada lo yang perlu dibenerin," cerocos Aji. Ia mengambil apel yang tadi dibawakan oleh Mbok.

"Bawel banget sih Lo pada. Bukannya urut-urut kaki gue, malah makin nguras emosi gue," ujar Aldo sambil menatap kedua sahabatnya dengan tajam.

"Aldo, Mbok suruh saya bawa ini. Ini apa?"

Fanderlia tiba-tiba saja muncul dari balik pintu hingga membuat ketiga orang itu memperhatikannya.

"Beuh, bening banget. Siapa Lo, Do?" tanya Aji tanpa mengalihkan pandangannya dari Fanderlia yang membawa beberapa minuman kotak ke arah Aldo.

"Mata Lo gak usah kayak buaya darat, mau gue colok," ujar Aldo kesal.

"Itu tuh teh kotak. Lo taro aja di atas meja, kalau lo mau ambil aja."

Fanderlia mengangguk, ia mengambil sekotak dan langsung pergi dari sana karena disuruh Aldo. Takutnya nanti mata mereka bisa-bisa meleleh kalau lama-lama melihat perempuan.

"Gak seru Lo. Baru juga lihat pemandangan indah," seru Aji kesal.

"Hooh, baru juga lihat bentar," tambah Jino. "Btw, itu siapa?" tanya Jino.

"Gak siapa-siapa gue. Nih minum aja tehnya," ujar Aldo memberikan teh tadi.

Mereka menghabiskan waktu bersama hingga larut malam dengan beberapa ocehan yang tidak perlu.

                     ************

Aldo: The Cat MAJIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang