"Lo emang dari dunia itu?"
Jino masih penasaran dengan wujud wanita cantik di depannya ini. Yang dia tahu, dunia hanya ada dunia. Dunia nyata dan dunia abadi.
"Iya, saya memang berasal dari sana," jawab Fanderlia yang tidak mengalihkan pandangannya dari layar Tv. Ia sibuk menonton sinema kartun yang sedang tayang di TV.
"Trus, kenapa, Lo, bisa sampai di sini?" tanya Jino sekali lagi.
"Aldo, teman kamu sangat berisik!!"
Semua orang langsung tertawa mendengar ucapan Fanderlia. Lain dengan Jino, wajahnya sudah sangat merah menahan malu.
"MAMPHOSSS. Hahahaa... Gue ngakak." Aji tertawa terlingkal-pingkal. Ternyata, Fanderlia perempuan yang polos dan jujur. "Gila sih, rasanya tuh sakit banget," tambah Aji, dia mencoba memanas-manasi Aji.
"Dia emang gitu. Jadi, Lo harap maklum aja," ujar Aldo.
"Gila sih. Wajah, Lo, emang cantik banget. Tapi, perkataan Lo juga tajem banget," ucap Jino dengan nada yang sedikit disedih-sedihkan.
"Udah, udah. Mending dengerin gue dulu. Gue mau bahas bagaimana caranya agar kita gak ketahuan," ujar Aldo mencoba mencoba memberhentikan drama mereka. "Jadi gini. Karena, dia udah pada kenal kita satu-satu. Jadi, sementara ini kita ambil cuti dulu. Nanti kalau kita kuliah, otomatis kan kita sering beraktivitas diluar."
"Dari pada membahayakan nyawa kita, kita gak usah keluar-keluar dulu sekarang," jelas Aldo.
Semua orang mengangguk dan menyetujuinya. Tapi, ada satu hal yang tidak masuk akal.
"Trus, kalau kita pengen beli makanan kan kita harus ke luar dulu. Gimana caranya nanti," ujar Aji.
Semua mempusatkan pandangannya pada Jino. Ada betulnya juga yang dikatannya. Jadi, hal yang harus dilakukan apa?
Aldo memutar bola matanya malas. "Kan udah gue bilang. Kita bisa pake master sama topi. Jadi wajah kita gak bakal ada yang kenal," jawab Aldo.
"Oh, iya. Gue lupa." Aji tersenyum malu, menampakkan gigi putihnya.
"Gue laper," ujar Jino, saat perundingan mereka sudah selesai.
"Yaudah, Lo masak sono," jawab Aldo sambil memejamkan matanya di sandaran sofa.
"Di rumah, Lo, gak ada bahan mau dimasak," ujar Jino.
"Gak usah nora, deh. Ini bukan rumah, ini apartmen," celetuk Aji yang sudah duduk di sebelah Fanderlia menyaksikan sinema kartun.
Aldo membuka matanya. "Dari mana, Lo tau kalo di sini gak ada bahan?" tanya Aldo sambil menyipitkan matanya curiga.
Jino cengengesan. "Hehehe, tadi gue udah periksa detail setiap isinya," jawab Jino.
Aldo menggeleng tak percaya. Tapi, wajar sih. Kan semua temannya tidak ada yang normal. "Yaudah, cemilan aja sono, Lo, makan," suruh Aldo.
"Cemilan udah gue habisi," celetuk Aji tanpa mengalihkan pandangannya.
Aldo terkejut bukan main. Cemilan di kulkasnya lumayan banyak, loh. Dengan mudahnya mereka habisi semua. "Gak ada akhlak ya, Lo, pada. Lama-lama gue bangkrut kalo begini terus," ucap Aldo kesal.
"Yaudah, sih. Sekali-kali ngumpulin pahala, kan gak papa. Jangan cuman nabung dosa aja," tukas Aji.
"Seharusnya yang ngomong itu gue, bukan, Lo. Lagian gue heran, orantua kalian pada kaya. Tapi, kenapa, Lo, punya jiwa kemiskinan," cetus Aldo dan langsung pergi ke kamarnya.
Setelah siap, Aldo langsung keluar dengan jaket hitam, topi hitan, masker hitam dan kaca mata hitam.
Aji dan Jino tampak bengong melihat penampilan Aldo.
"Lo mau kemana, Do?" lontar Aji.
"Lo, mau ngelayatkah?" tambah Jino.
"Ini nih, susahnya kalo berteman sama orang bego," gumam Aldo. "Ini tuh termasuk penyamaran. Supaya, orang itu gak kenal gue," jelas Aldo sedikit geram.
"Oh, emang, Lo, mau kemana?" tanya Aji lagi.
Aldo semakin geram menghadapi satu manusia aneh saja, sudah dibuat pusing. Bagaimana kalau ditambah dua lagi. Hidup Aldo sepertinya tidak akan lama lagi.
"Kan tadi katanya, Lo, laper. Ini gue mau pergi ke supermarket!!!" kesal Aldo.
Aldo langsung keluar dari apartmennya. Lama-lama jika berhadapan dengan mereka, mungkin Aldo tidak akan jadi pergi kalau menjawab semua pertanyaan mereka.
Kakinya berjalan menyusuri lorong demi lorong. Ia bersiul-siul selama perjalanan untuk menghilangkan rasa bosannya.
Saat ingin memencet tombol lift, tiba-tiba saja Aldo teringat dengan Fanderlia.
"Oh iya, kan tuh cewek sendirian di sana. Gue gak yakin sama tuh dua bencong," ucap Aldo pada dirinya sendiri.
Aldo kembali berjalan ke arah apartmennya. Ia langsung masuk begitu saja dan mengambilkan jaket serta masker kepada Fanderlia.
"Kenapa, Kamu, kembali lagi?" tanya Fanderlia.
"Nih cepetan pake. Gue takut, Lo, diapa-apain sama tuh bencong," ujar Aldo. Ia langsung memakaikannya kepada Fabderlia.
"Lo kira, gue bakal apa-apain dia, gitu. Sadis, Lo, men."
"Tau. fitnah lebih kejam dari pembunuhan."
Drama mereka kembali dimulai. Aldo langsung membawa Fanderlia dari sana, meninggalkan kalimat-kalimat alay milik mereka.
***********
"Ihhh, mereka pasangan swag, deh. Udah kayak orang-orang korea, gitu. Gue jadi iri.""Badan cowoknya bagus banget. Gimana, kalau sama wajahnya ya."
"Ceweknya juga cantik, deh. Buktinya kulitnya aja putih, gitu."
Semua orang membicarakan mereka saat sedang melewatinya. Beberapa pasang mata ada yang curi-curi pandang ke arah mereka.
Jangan ditanya bagaimana reaksi Aldo. Yang pasti dia tidak memperdulikannya. Ia masih sibuk mengambil beberapa cemilan dan beberapa bahan untuk siap dimasak.
"Do. Aldo, saya mau itu." Fanderlia menarik-narik jaket kulit milik Aldo dan menunjuk ke arah tempat cabai segar di pajang.
"Lo yakin mau itu?" tanya Aldo memastikan.
Fanderlia mengangguk yakin. "Iya, saya mau coba."
"Yaudah kalo itu mau, Lo." Aldo langsung mengambil cabai tersebut dan memasukkannya ke dalam keranjang.
Setelah dirasa semua sudah, Aldo langsung membawa belanjaannya ke tempat kasir. Semua barang dihitung dan dimasukkan ke kantong plastik.
"Semuanya 550.000 rupiah, Mas," ucap kasir.
Aldo langsung mengambil uangnya dan memberikannya ke pada kasir.
"Terimakasih, silahkan datang lagi."
Aldo tersenyum sopan. Ia mengambil dua kantong plastik besar dan membawanya keluar. Saat ingin membuka pintu, tiba-tiba saja Fanderlia menyuruhnya segera pergi.
"Ayo, kita cepat pergi!!" suruh Fanderlia.
Mereka sedikit berlari meninggalkan supermarket tersebut. Nafas mereka tersenggal-senggal saat sudah mendekati apartmen miliknya. Jadi, mereka berlari dari supermarket sampai ke sini? Aldo tidak menyangka.
"Sebenarnya, kenapa Lo nyuruh gue cepat pergi?" tanya Aldo mencoba mengatur nafasnya.
"Nanti saya ceritakan. Sekarang, mari kita masuk," ujar Fanderlia.
Mereka berjalan masuk ke dalan apartmen dengan beberapa pertanyaan di kepala Aldo yang terus saja berputar.
************
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldo: The Cat MAJIC [END]
FantasyKisah cinta yang dikhianati membuat seorang Aldo atau tepatnya Rionaldo Arya Gutama sakit hati hingga Tuhan mempertemukannya dengan seekor kucing manis dan imut, kucing yang dapat berubah bentuk menjadi wanita cantik.Bilang saja itu mustahil. Tapi k...