Chapter 10

168 28 1
                                    

Lorong rumah sakit dipenuhi oleh suara langkah kaki cepat. Sepatu saling beradu di atas lantai putih yang beraroma khas rumah sakit. Beberapa orang-orang berlalu lalang dengan berita bahagia dan sedih. Tak tahu entah berita apa yang akan di dengar oleh Aldo nanti.

"Lo tenang dulu, Do." Aji mencoba menengangkan Aldo. Tapi sayang, Aldo tak memperdulikannya.

Sedari tadi, Aldo mulai khawatir saat Mamahnya menelepon dan mengatakan kalau Si Mbok sedang dibawa ke rumah sakit.

Buru-buru Aldo meminta teman-temannya untuk segera pergi ke rumah sakit. Tak lupa, mereka menggunakan jaket dan masker untuk tetap merahasiakan wajah mereka dari orang aneh itu.

Di depan pintu ruangan, sudah berada beberapa polisi. Mereka berbincang-bincang dengan wajah yang serius.

Aldo semakin mempercepat langkahnya. Dadanya sudah bergemuruh saat melihat banyak polisi yang berjaga di depan pintu ruangan terserbut.

Aldo sudah menganggap Si Mbok seperti ibunya sendiri. Jadi,  jika terjadi apa-apa yang berkaitan dengan Si Mbok maka Aldo lah orang  pertama yang akan takut kehilangan.

"Apa yang terjadi sebenarnya, Pak?" tanya Aldo.

Beberapa polisi melirik ke arahnya. Mungkin, mereka merasa aneh dengan pakaian Aldo.

"Maaf, Pak. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Kenapa Si Mbok bisa dibawa ke sini?" ulang Aldo.

Akhirnya polisi tadi menjelaskan apa yang terjadi kepada Si Mbok. "Jadi, gini. Menurut kesaksiakan beberapa tetangga rumahnya. Seorang laki-laki yang memakai jubah tiba-tiba saja keluar dari rumah itu dan tak tahu entah kapan datangnya. Yang jelas saat mereka memeriksa rumah tersebut, Mereka langsung masuk ke dalam dan menemukan Si Mbok yang kamu maksud tadi sudah tergeletak dengan pisau berada di dekatnya," jelas Pak Polis.

Badan Aldo rasanya sangat berat yang  membuatnya hampir saja terjungkal ke belakang, jika tak ada teman-temannya yang sigap menahannya.

"Jadi, keadaannya sekarang bagaimana, Pak?" tanya Aldo yang mencoba menenangkan dirinya.

"Sekarang, Dia sedang ditangan dokter," jawab Pak Polisi.

Aji dan Jino langsung membawa Aldo untuk segera duduk di kursi tunggu. Mereka mencoba memberikan Aldo sugesti-sugesti, untuk dia bisa tenang.

"Do, jangan kayak gini. Gue tau, Lo, khawatir. Tapi, jangan siksa diri Lo sendiri!"

"Iya, Do. Yang dikatakan Aji tadi, benar. Lo emang khawatir. Tapi, gak usah nyiksa diri Lo sendiri dengan cara begini. Gue yakin, Si Mbok pasti gak kenapa-kenapa. Percaya aja."

Kata demi kata, kalimat demi kalimat mereka rangkai. Berharap Aldo bisa tenang saat nanti mendengar keadaannya.

"Ini salah gue, Ji, No," ujar Aldo sambil menatap mereka satu-satu. "Gue udah buat semua orang dekat gue kena imbasnya. Gue ak mau nanti kalian bakal kena juga," lirih Aldo. Air matanya sudah menumpuk di pelupuk mata. Persetan dengan laki-laki sejati.

"Iya gue tahu. Tapi, apa yang bakal, Lo lakuin nanti. Lo mau, gue sama Aji jadi kehilangan, Lo gitu. Big no!" cetus Jino. Walaupun terkadang otak mereka sedikit bobrok. Tapi, jika dalam keadaan begini, maka mereka akan berubah sikap menjadi 360°.

Dokter keluar dari ruangan tersebut. Semua orang langsung mengerubunginya. Termasuk Aldo dan yang lainnya. Mereka mendekat ke arah dokter.

"Keadaannya bagaimana, Dok?" tanya Jino terlebih dahulu. Semua orang was-was menunggu penjelasan dari Dokter.

"Jadi gini, karena kepala pasien mengalami benturan keras dan ditambah lagi sayatan yang hampir mengenai urat  nadinya. Membuat pasien saat ini sedang mengalamai masa kritis,"jelas Dokter lalu pergi dari hadapan mereka setelah mengucapkan terima kasih.

Badan Aldo tiba-tiba saja terjatuh. Dengan sigap, semua orang langsung memeganginya dari belakang. Fanderlia yang melihat dari kejauhan tak tinggal diam. Ia langsung mengangkat tubuh Aldo dengan mudahnya dan dibawa ke atas kursi yang tadi mereka duduki.

"Kok dia bisa angkat orang, ya."

"Gila, kekuatannya gede banget."

"Cewek jelmaan."

Fanderlia tak menanggapinya. Ia memegang kepala Aldo dengan pelan dan menutup matanya. Tak tahu entah apa yang dilakukannya, yang pasti sekarang Aldo rasanya sangat tenang.

"Kamu sudah tenang?" tanya Fanderlia yang dijawab dengan anggukan pelan dari Aldo.

"Yasudah kalo gitu. Mendingan temannya dibawa pulang dulu, Dek. Biarkan ibu itu istirahat dulu," ujar Oak Polisi.

Aji dan Jino mengangguk. Mereka memapah Aldo yang tenanganya lemah. Mereka berjalan dengan menunduk, mencoba mengalihkan pandangan orang lain yang menatap aneh ke arah mereka.

                          *************

"Maafkan saya telah membuat kalian semua tidak tenang." Fanderlia tiba-tiba saja memecah keheningan di antara mereka.

Semua mata tertuju ke arah Fanderlia. Wajah mereka terlihat kalut dan lebih parahnya lagi, mata mereka kosong dan tak memiliki kemauan untuk bangkit.

"Udahlah, semua udah berlalu. Lagian juga, Si Mbok udah tenang di sana," ujar Aji.

Memang semalam, setelah mereka meninggalkan rumah sakit. Si Mbok sudah dinyatakan meninggal dan teman-temannya tidak diperbolehkan untuk pergi ke sana. Sebab, jika mereka pergi ke sana. Fanderlia yakin, Zakhson pasti di sana juga. Alhasil, mereka hanya di rumah saja mengirimkan doa untuk Si Mbok.

"Udah, gue juga udah ikhlas kok. Mungkin ini emang udah takdir, dan gue gak bisa ngerubahnya," ujar Aldo setelah tadi diam untuk waktu yang cukup lama.

"Jika kalian terus saja begini, diganggu olehnya. Saya janji, saya akan menyerahkan diri saja padanya. Tidak apa-apa, jika saya dijadikan budak selamanya. Asalkan, kalian bisa selamat. Saya Ikhlas," ucap Fanderlia. Nadanya terdengar sedih di telinga Aldo.

Aldo menggeleng. "Gue gak mau, Lo dijadiin budak oleh mereka. Kan, gue udah pernah janji sama Lo. Gue gak akan menghianati janji gue itu," ucap Aldo yang langsung memegang tangan Fanderlia dengan erat.

"Wuhuu, gue iri," ujar Jino.

Nah, kan. Akhirnya mereka kembali lagi. Kembali ke otak  minus mereka. Sudah tahu, kalau Aldo sekarang lagi adegan romantis-romantisnya, malah diganggu oleh dua human tak beradap ini.

Mereka tertawa-tertawa dengan riang dan sesekali mereka sempat terjatuh karena loncat-loncat di atas lantai yang di sengajakan dibasahi oleh Aldo. Akhirnya, mereka tertawa lagi, setelah beberapa kejadian yang membuat mereka takut. Tak tahu entah apa yang akan terjadi besok. Hanya ada satu kata yang selalu diingatan Fanderlia. Yaitu kata, beruntung atau tidak beruntung.

Sudahlah, sekarang ini mereka habiskan dulu untuk saling  tertawa.
 
                  *************








Aldo: The Cat MAJIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang