Sakit Hati;

537 81 0
                                    

Jam di dinding perpustakaan menunjukan pukul lima sore

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam di dinding perpustakaan menunjukan pukul lima sore. Pelajaran tambahan khusus olimpiade matematika selesai lima belas menit lagi. Namun, bagi seorang Jake itu sangat lama. Sedari tadi dimulainya pelajaran matematika, Jake tidak fokus sama sekali. Dia sesekali melirik jam di pergelangan tangannya.

Penyebabnya?

Semangatnya hilang saat tahu bukan guru kesayangannya yang mengisi kelas tambahan itu. Jake ingin cepat pulang, namun bukan ke rumah. Ada alasan mengapa pemuda itu tidak ingin kembali ke rumah. Dia cukup muak dengan keadaan di rumah, walaupun ada Neneknya yang sedang menginap. Itu tidak mengurangi rasa bencinya terhadap Papanya —Dimas.

Sunghoon yang melihat teman sebangku sekaligus sahabatnya itu gelisah, mengernyitkan dahinya. "Lo kenapa Jake?" bisiknya.

Jake melirik Sunghoon. "Nggak. Gue mau cepet selesai," sahutnya berbisik juga.

Pasti karena teh Ayyara nggak ikut ngajar. Ck dasar Jake! Batin Sunghoon sambil menggelengkan kepalanya pelan.

Sunghoon kembali menatap papan tulis dan mencatat bagian-bagian penting yang sekiranya akan keluar di soal olimpiade nanti. Sedang, Jake? Dia lebih memilih diam sambil menatap ke arah depan namun dengan tatapan kosong.

Waktu berlalu dan lima belas menit telah terlewati. Guru memberikan beberapa kesimpulan dari materi yang ia berikan hari ini.

"Baiklah semuanya. Sampai bertemu lagi nanti," ucapnya mengakhiri kelas tambahan tersebut.

Beberapa murid pilihan tersebut berhambur keluar perpustakaan. Begitu juga dengan Jake dan Sunghoon. Mereka berjalan santai di sepanjang koridor sekolah.

"Hoon, gue boleh nginep di rumah lo ya?" tanya Jake.

Sunghoon melirik Jake sekilas lalu menatap lurus ke depan. "Tumben banget, ada apaan emangnya? Lo berantem lagi sama Papa lo?" jawabnya sambil bertanya.

Jake diam tidak menjawab. Padahal ketiga sahabatnya itu sudah sangat tahu bagaimana hubungan Jake dengan Dimas. Mereka berdua memang terlihat tidak akur. Seketika dia mengingat kejadian tadi pagi di rumahnya.




"Pah! Apa maksud Papa? Kenapa Papa membawa perempuan itu ke rumah? Papa nggak puas melihatku semakin bersalah terhadap Mama!" bentak Jake pada Dimas saat dia tahu kalau Ayahnya itu membawa perempuan yang membuat Ibunya salah paham.

Dimas memegang kedua pundak Jake. "Dengarkan Papa! Papa nggak bermaksud membuatmu menjadi seperti ini. Papa hanya ingin mengerjakan beberapa tugas kantor dengannya. Lagi pula Papa nggak hanya berdua tapi, dengan rekan bisnis Papa yang lain," jelas Ayah anak satu itu.

Jake membuang pandangannya. "Ck, sama aja. Papa masih sering bertemu dengan perempuan yang telah membuat Mama meminggal! Aku ingin Papa mengusirnya sekarang juga!"

Hampir saja Dimas kehilangan kesabarannya, kalau saja suara seseorang tidak menginterupsi mereka.

"Jake sudah cukup. Ayo ke kamarmu dengan Oma. Tidak enak di dengar oleh orang lain kalau kalian bertengkar," ucap nenek Jake.

Dimas melepaskan cengkeraman tangannya pada pundak Jake dan menatap Ibunya. "Tolong bawa Jake ke kamarnya, Bu. Dia harus berangkat ke sekolah. Aku nggak tau lagi harus bagaimana menjelaskan ini padanya," ujarnya dengan lesu.

Jake malah berdecih dan berkata, "penjelasan apa maksud Papa? Fakta bahwa Papa dan perempuan itu memiliki hubungan jauh sebelum Papa menikahi Mama? Hah?! Aku tau Papa dan dia pernah menjalin hubungan saat muda dulu!"

Seketika tubuh Dimas menegang, ia tak menyangka kalau anaknya itu bahkan telah mengetahui jauh dari perkiraannya. Memang benar kalau perempuan yang Jake maksud itu pernah memiliki hubungan dengannya saat kuliah dulu. Namun, itu sudah berlalu sangat lama. Bahkan Dimas memilih Ibu Jake untuk dinikahi. Namun bagi Jake, tetap saja perempuan itu yang telah membuat Ibunya salah paham dan berakibat kecelakaan yang merenggut nyawanya itu.

"Kamu—"

Belum sempat Dimas menyelesaikan ucapannya. Sekertarisnya mengetuk pintu rumah utama dan menghampirinya, lalu berkata, "maaf Pak, mereka telah menunggu Anda di paviliun."

Dimas mengangguk. "Baiklah tunggu lima menit lagi."

"Baik Pak, kalau begitu saya permisi," ucap sekertaris itu dan kembali ke paviliun.

Dimas memijat keningnya pelan. "Udah, kita bahas ini nanti. Dan kamu nak, Papa nggak memiliki hubungan apa pun dengannya selain rekan kerja," ucapnya menghakhiri pembicaraan saat itu juga.

Jake tidak menjawab perkataan Dimas. Ia lebih memilih untuk bersiap ke sekolah dan naik ke lantas atas, lalu masuk ke kamarnya dengan membanting pintu dengan keras hingga terdengar oleh Ayah dan neneknya.

"Ya ampun Dimas. Ibu nggak menyangka kalau dia menyimpan sangat dalam peristiwa beberapa tahun lalu di dalam hatinya. Bagaimana ini?" ucap nenek Jake.

Dimas menghela napas berat. "Dimas nggak tau Bu. Apakah Dimas harus menghentikan kerjasama dengan perusahaan Sora? Tapi, bukankah nantinya akan menimbulkan pertanyaan besar kenapa tiba-tiba membatalkannya?"




"Ya udah boleh, Jake. Tapi, lo izin dulu sama orang rumah," lanjut Sunghoon --memutuskan.

Jake menepuk pundak Sunghoon pelan. "Thanks Hoon," sahutnya.

Sunghoon mengangguk dan mereka pun sampai di parkiran mobil sekolah. Namun, iris Jake tidak sengaja menangkap seorang perempuan masuk ke dalam mobil yang dia kenal.

"Bukannya itu Heejin? Kenapa masuk ke dalam mobil Jay?" tanya Jake sambil menunjuk ke arah yang dimaksud.

Sunghoon mengikuti arah yang Jake maksud. "Ah iya, itu mobil Jay. Wah jangan-jangan mereka punya hubungan?" tebak pemuda itu sambil menepuk satu kali tangannya.

Jake menggedikkan bahunya. "Nggak tau. Kita tanya aja nanti. Ayo ke rumah lo, gue pengen ganti baju terus tidur," ajaknya dan melangkah mendahului Sunghoon.

Jake dan Sunghoon masuk ke dalam mobil mereka masing-masing. Kebetulan hari ini mereka berdua mengendarai mobil sendiri. Di zaman sekarang ini, siswa sekolah menengah atas sudah diizinkan menyetir mobil.

Gue cuma pengen Papa mengerti bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang Papa sayang. Gue nggak akan pulang ke rumah sampai Papa nggak bertemu dengan perempuan itu! Batin Jake di dalam mobil.

Dia pun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah Sunghoon.

-•-

Sekali saja kepercayaan itu hancur, untuk mempercayai hanya satu kata saja itu sulit walau katanya ada 'kesempatan kedua'.

Sekali saja kepercayaan itu hancur, untuk mempercayai hanya satu kata saja itu sulit walau katanya ada 'kesempatan kedua'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

With Loey,
©Aya, 2k20

Integral | Jake Sim ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang