Bagian 23

5.1K 574 73
                                    

Bagian 23

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 23

.

.

Remaja itu sengaja bangun di pagi buta hanya untuk memenuhi keinginannya yang sudah lama terpendam, lebih tepatnya sejak dua tahun lalu. Ia tahu ia tidak berbakat dalam urusan masak memasak, tetapi tetap saja, berbekal niat yang kuat serta buku resep sang bunda. Nanon terus mencoba membuat menu makanan kesukaannya, termasuk nasi kepal yang dibentuk menjadi sebuah karakter, jangan tanya hasilnya seperti apa, tentu saja berantakan, seberantakan dapur sang bunda kini.

"Ah sialan, panas!"

Kemudian, kedua tangannya bertumpu pada tepi pantry, bahunya menurun beserta dengusan kekesalan. Peluh sudah memenuhi seluruh wajahnya, padahal ia sudah mandi.

"Bau gosong apa ini?!"

Nanon enggan menoleh, terlampau malu untuk mengaku, biarlah Phi nya itu melihat sendiri kekacauan yang ia buat di dapur.

"Ya ampun Nanon! seingatku tidak ada gempa bumi atau gunung meletus, tapi apa-apaan dengan semua kekacauan ini!? Ya Tuhan!"

Remaja itu mengerucutkan bibirnya, telinganya sudah memerah hanya karena Pluem mendapati semua ulahnya lalu ditambah dengan kalimat sarkas itu.

"Aku akan membersihkannya, Phi."

Pluem memandang malas pada Nanon. "Tentu saja kau yang bersihkan, jangan harap aku akan berbaik hati, dasar bocah nakal!" katanya sambil berlalu setelah memberikan pukulan kecil di kepala Nanon, membuat si empunya mencibir.

"Kenapa selalu gagal? Padahal aku selalu mengikuti resepnya dengan baik, bahannya juga lengkap. Apa Bunda lupa menuliskan salah satu step-nya?"

Nanon menyimpan kotak bekal itu dengan kasar, sedikit mencubit isinya untuk ia cicipi. "Puih! Ini sih racun!"

Ia segera menuju wastafel untuk berkumur, sejenak ia termenung memandangi hasil masakannya. Dulu ia tidak perlu bersusah payah jika ingin makan sesuatu, hanya tinggal meminta sang bunda maka New akan segera membuatkan dengan sepenuh hati, dan tentu saja rasanya enak luar biasa.

Dulu, ia jelas-jelas tidak ingin dibekali dengan isi bekal yang dibuat macam-macam, seperti nasi kepal yang dibuat wajah kartun, atau sosis yang dibentuk menjadi gurita, dan hal-hal kekanakan lainnya. tapi lihatlah sekarang, dirinya dengan repot-repot terjun langsung ke lapangan hanya untuk menjilat ludahnya sendiri.

"Jangan menjadi pemilih dalam makanan. Kalian harusnya bersyukur. Lagi pula, Bunda sudah bersusah payah membuatkan itu, tolong hargailah, ya?"

Pandangannya mulai berkabut, ia segera mendongak untuk mencegah air matanya menetes. Demi Tuhan! Ini masih terlalu pagi, ia tidak ingin moodnya yang memang sudah jelek lalu semakin rusak.

AFFECTION ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang