9🔥 Jadian, kah?

208 24 3
                                    

🔥Fire In Love♥
Part9



Cinta? Apa yang kalian pikirkan tentang kalimat yang selalu seseorang utarakan ketika memiliki ketertarikan pada lawan jenisnya.

Alin memang terkenal akan rayuannya, bahkan tak perlu rayuan para gadis sudah menghampirnya dengan histeris. Namun karena Alin tipe yang tidak sombong, membuatnya bisa sesuka hati memilih gadis mana yang bisa menemaninya setiap hari. 😁 Tapi perlu di ralat lebih jauh, itu sekarang tak lagi berlaku.

Sejak Stevi muncul dalam hari-harinya, banyak gadis yang harus patah hati karena Alin hanya memfokuskan dirinya untuk satu gadis.

"Bang, Stevi nya ada?" tanya Alin pada salah satu waiter yang melewatinya, jika tidak dipanggil mungkin laki-laki itu tidak peduli dengan kehadiran Alin.

Alin memang orang asing, tapi karena kedekatannya dengan Stevi membuat semua orang tak lagi heran dengan kehadiran Alin di club.

Laki-laki itu menoleh sinis. "Bang, bang. Gue bukan abang lo," sahutnya ketus membuat Alin terdiam jengah untuk beberapa saat.

"Siapa juga yang bilang Abang gue," desis Alin menelan.

"Jadi maksud lo gue abang-abang tukang jualan, gitu?" deliknya kasar membuat Alin menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Em, ngak gitu." jawab Alin serba salah, laki-laki itu berbesit dalam hati. "Salah mulu," gumamnya.

Waiter itu melanjutkan langkahnya, menuju meja bar yang terletak tak jauh, sayangnya saat ini Alin tak melihat Elnando. Seandainya dia ada saat ini, tidak akan Alin mau meladeni waiter yang tidak ia kenal itu. Apa lagi dengan sikap ketus dan dinginnya yang menyebalkan.

"Mau ngapain lagi lo kesini?" ujar si waiter setalah meletakkan beberapa gelas tinggi di tempanya.

Alin tersenyum sumringah karena tanggapan laki-laki itu sedikit berubah santai. "Mau cara Stevi, soalnya dia nggak kelihatan di kampus beberapa hari ini." jelas Alin.

"Dia nggak ada disini." sahut laki-laki singkat, tatapannya hanya terpokus pada beberapa gelas yang sedang ia keringkan dan menyusunnya dengan rapi.

"Terus, dia dimana?"

Laki-laki dengan sejumput ikat rambut tepat di puncak kepalanya itu mendelik sekilas. "Emang gue Mak nya yang tau kemana aja di pergi."

Seseorang datang dan ikut berdiri di samping laki-laki yang sibuk menyelesaikan pekerjaannya. Laki-laki yang baru datang itu terkekeh geli melihat wajah Alin yang murung dengan jawaban ketus teman kerjanya. "Eh, bro. Stevi itu kayak belut, ngak akan mudah menemukannya. Kecuali," sambung laki-laki itu mengimbau, ia tersenyum penuh arti. "Kecuali lo ngintilin dia terus." lanjutnya.

Alin menatap semangat. "Emang biasanya dia nongkrong dimana?" Alin mengalihkan pertanyaan pada waiter ramah itu.

"Dimana aja, sesuka dia. Stevi itu susah di tebak, sih." jawab laki-laki itu dengan raut yang bisa dibilang meragu.

"Kalau tempat yang paling memungkinkan gue nemuin dia, dimana?" tanya Alin lagi.

Laki-laki yang ada tepat di depan Alin berdecak. "Nih, bocah. Kekeh banget pengen ketemu Stevi."

Alin mengehala napas, jika bukan ia benar-benar butuh informasi tentang Stevi, sudah sejak tadi ia tinggalkan tempat itu. "Gue sama Stevi itu banyak tugas, yang nggak mungkin gue kerjain sendiri, makanya gue butuh tau dimana Stevi sekarang. Alamatnya juga gue nggak tau, nyari di kampus ngak dapet. Gue bingung, identitasnya kayak di sembunyiin gitu." keluh Bintang dengan wajah memelas, sayang itu hanya sebuah akting agar dua laki-laki di depannya itu luluh.

Fire In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang