03. Baiklah

409 57 22
                                    

*Jangan lupa kasih vote dan komen yaa. Dukungan kalian sangat berharga bagi author*

*******
Sepasang tungkai Seung Gi dikayuh cepat melewati lorong demi lorong. Matanya awas meneliti setiap pintu yang ia lewati. Walau sangat terganggu dengan aroma obat-obatan yang menyengat hidung, pria itu tetap meneruskan langkahnya menyusuri lorong rumah sakit hingga ia tiba di sebuah ruangan VVIP yang sangat sunyi.

"Eomma," panggil Seung Gi lirih. Perlahan ia mendekati brangkar tempat ayahnya berbaring. Mendengar namanya dipanggil, Nyonya Hee Ra tidak langsung berbalik. Wanita itu berupaya menghapus jejak air mata yang menganak sungai di pipi. Meski yang dilakukannya hanya sia-sia saja. Ketika ia menoleh, kedua mata sembabnya masih dapat tertangkap jelas oleh netra Seung Gi.

"Appa... bagaimana?"

Seung Gi mengalihkan perhatiannya pada sosok yang tengah memejam di atas brangkar. Rasa pilu menjalari hatinya dengan pesat melihat kondisi sang ayah yang tak kunjung membuka mata.

"Belum ada perubahan sejak tadi malam. Pagi tadi tekanan darahnya masih menetap di 200/110 mmHg. Dokter memberitahuku bahwa tekanan darah tinggi yang deritanya sudah semakin parah. Jika kita kurang perhatian, besar kemungkinan akan berdampak pada kesehatan jantungnya dikemudian hari." Nyonya Hee Ra berucap pilu seraya membawa tangan lunglai sang suami ke sisi wajahnya. Sesekali dikecupnya punggung tangan milik Tuan Seung Hoon dengan pundak bergetar.

"Ini salahku. Aku tidak bisa menjaganya dengan baik. Sebagai istrinya, aku merasa diriku telah gagal. Padahal tadi malam aku berada di sampingnya, tetapi aku tetap tidak bisa mengontrol emosinya sehingga tekanan darahnya tiba-tiba melonjak secara drastis."

Seung Gi bergeming di pijakannya. Mendengar tutur kata sang ibu membuat dadanya sesak dan sakit. Jika ada yang patut disalahkan, maka dia lah orangnya. Dia yang telah mengacaukan emosi sang ayah dengan menolak perjodohan itu mentah-mentah. Dia juga yang telah membuat ayahnya kecewa hingga akhirnya berakhir di rumah sakit seperti sekarang.

"Eomma..."

"Pulanglah Seung Gi-ya. Aku bisa merawat appa-mu sendirian. Jangan sampai ketika appa-mu sadar, kesehatannya malah semakin memburuk setelah ia melihatmu di sini."

Sungguh menyesakkan, Seung Gi tak menyangka kalimat itu baru saja keluar dari mulut ibunya. Ia diusir secara halus.

Perlahan Seung Gi muai berbalik. Ia tak langsung menarik langkah dari sana. Perjodohan yang ditawarkan ayahnya tadi malam, penolakan yang dia berikan, ayahnya yang tiba-tiba hilang kesadaran, ibunya yang tadi malam berteriak panik memanggil namanya, ayahnya dilarikan ke rumah sakit, hingga kata-kata penyesalan yang baru saja terucap dari mulut sang ibu. Semua hal itu terus berputar memenuhi otaknya. Saling bertumbukan di kepala, seolah mendesaknya untuk segera mengambil tindakan.

Seung Gi menghela napasnya berat. Pada akhirnya ia menyadari, tak ada seorang pun anak yang sanggup melihat orang tuanya terbaring di ranjang rumah sakit. Apalagi jika sakitnya sang ayah disebabkan oleh dirinya sendiri.

"Baiklah," ucap Seung Gi tiba-tiba. Nyonya Hee Ra menoleh ke arahnya dengan raut bingung.

Baiklah untuk apa?

"Aku menerima perjodohan itu. Saat appa sadar, tolong sampaikan padanya bahwa aku bersedia menikah dengan puteri Sung Joon ahjussi."

Pria itu tertunduk. Raut penuh sesal tercetak jelas di wajahnya.

"Ku harap aku masih belum terlambat untuk memperbaiki semuanya," gumam Seung Gi lirih.

"Apa kau sungguh-sungguh dengan perkataanmu Seung Gi-ya? Mau kah kau berjanji demi appa-mu?"

Love Is BlowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang