14. (Bukan) Kencan

323 54 28
                                    

*Jangan lupa kasih vote dan komen yaa. Dukungan kalian sangat berharga bagi author*

*******
Mobil mewah merek Audi R8 itu berhenti di depan restoran. Tanpa banyak bicara, Lee Seung Gi melepas seatbelt-nya lalu menoleh ke arah Suzy yang duduk di sebelah kemudi.

"Tunggu apa lagi? Cepat turun!" perintah Seung Gi. Suzy tetap bergeming. Detik berikutnya sebuah gelengan tercipta di kepalanya.

"Kenapa?"

"Aku tidak mau makan di sini." Wajah Suzy tampak datar mengamati para pelanggan yang berdatangan. Dilihat dari penampilan mereka yang berkelas, jelas sekali restoran ini bukan tempat yang bisa didatangi oleh sembarangan orang.

"Ini adalah restoran terbaik di Seoul. Menu yang disajikan sudah terjamin kualitasnya. Selain itu, tempat ini juga terkenal dengan kebersihan dan kedisiplinan para pegawainya. Jika kau takut masuk karena tak sanggup membayar, maka kau tak perlu khawatir. Jangankan menu di sana, restorannya pun bisa aku beli untukmu."

Suzy memutar bola matanya jengah. Harusnya dia melambung mendengar ucapan Seung Gi barusan, tapi melihat betapa congkaknya wajah pria itu saat bicara, perasaan tersanjung itupun seketika lenyap tak bersisa.

"Tapi aku tidak berminat makan di sini. Hari ini aku ingin makan di tempat favoritku saja. Rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah makan di tempat itu lagi."

Seung Gi berdecih. "Tempat makan favoritmu itu pasti sangat kotor dan menjijikan."

"Apa?" Suzy melotot, siap menyangkal tuduhan asal Seung Gi. Tapi segera dia urungkan niat tersebut. Berdebat dengan Seung Gi tentu akan memakan waktu yang panjang, sedangkan kini cacing-cacing di perutnya sudah berisik minta diberi makan.

"Seung Gi-ya..." Suzy memilih mengeluarkan jurus andalannya. Dia menarik-narik lengan baju Seung Gi dengan wajah memelas.

"Berhenti bersikap seperti itu!" Seung Gi bergidik. Jika Suzy sudah memanggil namanya dengan suara manja, kemungkinan besar kejadian pagi tadi akan terulang lagi.

"Baiklah, tunjukkan di mana tempatnya!" putus Seung Gi mengalah sebelum gadis di sebelahnya ini berubah jadi buas.

Sudut bibir Suzy tertarik ke atas. Dengan penuh semangat gadis itu memberi arahan di mana letak tempat makan favoritnya berada.

Hanya butuh 10 menit bagi mereka untuk tiba di sini, di sebuah kedai sederhana yang terletak di pinggir jalan. Suzy lekas turun dari mobil dan menyapa wanita pemilik kedai dengan akrab, sementara Seung Gi tetap bergeming. Melihat kondisi kedai yang jauh dari kata mewah membuat dia merasa malas untuk menapakkan kaki ke sana.

"Seung Gi-ya, cepatlah turun. Aku sudah lapar." Terdengar suara ketukan di kaca mobil. Seung Gi mengembuskan napas berat. Haruskah ia turun?

"Seung Gi-ya!"

Pada akhirnya Seung Gi tak punya pilihan lain. Dia turun dari mobil setelah memastikan wajahnya tak akan dikenali siapapun. Sebuah topi yang bertengger di kepala, kacamata bening dengan frame bulat, serta masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Seung Gi harus mengenakan barang-barang itu sebab kali ini dia pergi keluar dengan Suzy, istri yang masih dia sembunyikan identitasnya dari khalayak.

"Ayo!" Suzy menarik tangan Seung Gi agar bersicepat masuk. Pria itu menurut saja, sedikitpun tak memberi bantahan sebab dia tengah mengenakan sarung tangan sehingga kulitnya tetap terjamin aman tanpa perlu bersentuhan langsung dengan tangan Suzy.

Pagi ini suasana kedai terbilang ramai. Para pelanggan tidak henti-hentinya berdatangan. Suzy dan Seung Gi memilih meja makan di pojok dekat jendela. Tak berselang lama, pesanan mereka pun akhirnya datang, dua mangkok bibimbap yang kelezatannya setara dengan yang disajikan di restoran-restoran terbaik di Korea.

Love Is BlowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang