05. Makan Malam

303 53 25
                                    

*Jangan lupa kasih vote dan komen yaa. Dukungan kalian sangat berharga bagi author*

*******
Senyuman lega terpancar nyata di wajah Tuan Seung Hoon. Setelah empat hari menginap di rumah sakit, mulai hari ini ia akhirnya bisa leluasa menginjakkan kaki di rumahnya.

Sang istri dengan setia menuntun Tuan Seung Hoon sejak turun dari mobil. Sementara beberapa barangnya dibawa oleh Seung Gi yang berjalan mengekor di belakang.

Setibanya di ruang tamu, Tuan Seung Hoon langsung mendudukkan dirinya di sofa, diikuti Nyonya Hee Ra yang turut mengambil tempat di sampingnya.

"Apa aku terlalu lama di rumah sakit? Rasanya, aku rindu sekali pada rumah ini seolah aku sudah meninggalkannya selama empat tahun," ujar Tuan Seung Hoon diiringi helaan napas lega.

"Kau harusnya bersyukur masih bisa pulang. Apa kau tahu betapa takutnya aku saat dokter mengatakan bahwa penyakitmu sangat parah? Aigoo... aku tak ingin berada di situasi mengerikan itu lagi." Wanita itu masih saja berakting di depan anaknya.

Tuan Seung Hoon beralih menatap Seung Gi. Sejak menyatakan diri bersedia menerima perjodohan beberapa hari yang lalu, kini pria itu jadi lebih banyak diam. Tidak seperti biasanya, di mana ia selalu mengoceh bahkan untuk hal-hal yang tidak perlu.

"Seung Gi-ya." panggil Tuan Seung Hoon. Si pemilik nama menoleh usai menaruh barang-barang milik sang ayah di dekat sofa.

"Besok malam aku berencana mengundang Sung Joon dan puterinya untuk makan malam di rumah kita, sekaligus memulai pembicaraan mengenai pernikahan kalian," ujar Tuan Seung Hoon. Sejenak, Seung Gi terdiam tak menjawab. Lagi dan lagi, setiap kali mendengar kata pernikahan, suasana hatinya pasti langsung berubah.

"Apakah itu tidak terburu-buru? Appa baru saja keluar dari rumah sakit. Kata dokter kesehatanmu belum pulih sepenuhnya. Aku sarankan, sebaiknya kau istirahat saja dulu, tak perlu memikirkan macam-macam."

"Hei, memangnya apa yang aku pikirkan? Kau adalah satu-satunya orang yang mengganggu pikiranku belakangan ini. Kau juga tak perlu merisauhkan kesehatanku. Kesehatanku akan pulih jika aku bahagia. Dan salah satu kebahagiaan yang ingin sekali ku capai adalah melihatmu menikah dengan puteri Sung Joon."

Jika sudah begini, Seung Gi tak tahu lagi harus memberikan jawaban seperti apa. Dia yang biasanya selalu unggul saat beradu argumen dengan siapapun, kali ini berhasil dibuat diam tak berkutik.

Bukannya Seung Gi tak mampu menjawab. Dia bisa saja sebenarnya menentang keputusan sang ayah. Namun setelah dipikirkan, ia tak ingin kejadian beberapa hari lalu terulang lagi. Ia tak ingin ayahnya sakit lalu masuk rumah sakit lagi. Untuk itu, ia berupaya keras menahan diri.

"Kau tak berniat menarik kembali ucapanmu, kan? Laki-laki sejati tidak akan mengingkari janjinya. Kau sudah berjanji padaku untuk menerima perjodohan itu. Ruang inapku dan segala isinya jadi saksi bisu atas janji yang kau ucapkan beberapa waktu lalu.

"Aku sudah memutuskan, besok malam aku akan mengundang Sung Joon dan puterinya. Dalam kesempatan itu kalian bisa saling mengenal sekaligus mencocokkan diri satu sama lain."

"Bagaimana jika aku dan dia ternyata tidak cocok?" tanya Seung Gi. Menilik pada kejadian 15 tahun silam, Seung Gi merasa antara dirinya dan gadis itu akan sulit memperoleh kecocokan.

"Pernikahan akan tetap dilaksanakan. Itu keputusanku," jawab Tuan Seung Hoon tanpa banyak pikir.

Seung Gi hanya mengangguk-angguk. Bukan anggukan tanda paham apalagi setuju, melainkan sebuah anggukan yang menunjukkan bahwa dirinya sudah pasrah. Pasrah pada apapun yang akan terjadi kedepannya.

Love Is BlowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang