“Kupikir aku sudah besar serta dewasa, dan aku memiliki cara sendiri agar tidak terluka.”
' ' '
BAGIAN 12
- 13 YEARS AGO -: :
Lelaki paruh baya itu terdiam, meringkuk di pojok ruangan dengan kepala tertunduk di dalam jeruji besi yang dingin malam itu. Cahaya bulan merangsek masuk melewati celah-celah lubang di atas tembok penjara, menyinari sebuah foto yang ada ditangan lelaki itu.
“Ayo, hidup bersama dan bahagia selamanya, Leo.”
Sudut bibir Leo—lelaki paruh baya itu, terangkat. Tatapan nanar, menatap sosok cantik yang ada dalam foto yang ia pegang. Ia mengerjap saat matanya terasa perih dan basah diwaktu bersamaan. Bodoh, kenapa baru sekarang ia menangisinya?
Leo mengusap kasar jawabnya, berusaha menghentikan tangisnya tapi sia-sia saja. Air matanya seakan mendesak Leo untuk terus menangis, dadanya juga terasa sangat sesak sekarang.
“Mohon maaf, ini sudah lewat ....”
Suara sayup-sayup petugas lapas membuat Leo menoleh penasaran. Ia bangun dari duduknya dan berjalan mendekati pintu penjara miliknya.
Leo memang hanya sendiri di ruang isolasi ini, tadinya ia pikir membayar lebih untuk menyewa satu penjara untuknya tinggal setelah putusan sidang adalah hal yang paling tepat. Ya, benar, hakim menjatuhi hukuman untuk Leo karena ia terbukti positif narkoba.
Tapi setelah merasakan sendiri seperti apa sendirian di ruang yang dingin ini, Leo berpikir tinggal bersama penghuni lapas lainnya mungkin bukan ide yang buruk. Leo benar-benar seperti terasingkan sekarang.
“Saya hanya lima menit.”
Maaf, tapi jam kunjung sudah habis."
“Ada hal penting yang harus saja bicarakan.”
Leo mengernyit, ia tidak dapat melihat jelas karena pintu besi yang mempersempit pandangannya. Ia hanya bisa menatap punggung seorang anak lelaki seusia Rion dan Rigel, tengah beradu mulut dengan salah satu petugas lapas di lorong ruang tahanan.
“Dasar, sudah berkunjung tidak tahu malu pula,” decak petugas penjaga lapas yang berjaga di depan pintu penjara Leo.
Leo melirik dan menghela. “Mungkin dia belum tahu jam kunjung disini pukul berapa,” sahut Leo mencoba mengobrol dengan penjaga lapas. Ya, setidaknya malamnya tidak sepi-sepi amat.
“Seharusnya dia cari tahu dahulu sebelum berkunjung,” balas sang penjaga lapas. Tatapan penjaga lapas yang semula menatap keributan tak jauh didepannya jadi menatap Leo dan tersenyum tipis.
“Ah, aku baru sadar. Bukannya anda—”
Kekehan kecil Leo membuat ucapan sang penjaga lapas terpotong, alisnya kemudian terangkat, bingung kenapa orang tua didepannya ini tertawa disaat ia bahkan belum menyelesaikan pertanyaannya dengan utuh.“Apa anda akan bilang bahwa saya adalah Presdir ACE? Kalau iya, jangan,” ucap Leo dengan suara teduh. Ia terkekeh diakhir kalimatnya membuat sang penjaga lapas tersenyum tipis.
“Anda tetaplah orang yang berjasa di bidang teknologi di Indonesia,” balas petugas lapas itu.
Leo menghela pelan. “ACE masih terasa jauh dari ekspektasi saya. Hanya mencoba meniru dan memodifikasi produk luar, bukankah itu terlalu mudah untuk sebuah perusahaan teknologi?” jawab Leo membuat petugas lapas itu mengangguk dan setuju.
“Apakah setelah bebas dan direhabilitasi anda akan melakukan sesuatu?” tanya petugas lapas itu, penasaran.
Leo menggeleng. “Tidak, itu waktu yang sangat lama.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Return
Teen FictionLet's return our story © namudedo, 2020 write 01.07 // 01.10