Bagian 1 : Kastil Penyihir

324 43 11
                                    

Langkah gontainya menyapu lantai koridor meninggalkan bunyi seretan yang merusak keheningan. Kepalanya tertunduk dengan pikiran yang terbenam dalam secarik kertas peringatan dari jurusan. Ini adalah tahun terakhirnya. Jika tidak bisa menyelesaikan kuliahnya, maka tentu saja ia harus keluar. Tapi, bagaimana caranya sementara ia bahkan belum memulai tugas akhir.

Hembusan nafas panjang putus asa mengiringi penyesalan yang selalu datang terlambat. Bukannya sengaja berleha-leha dan meninggalkan studinya. Ia hanya terhanyut dengan banyaknya uang yang mengalir dari pekerjaan paruh waktunya sehingga melupakan bahwa ia juga harus menyelesaikan kuliahnya.

Sempat terlintas sebuah pikiran untuk berhenti saja. Ia punya uang yang cukup untuk melakukan apa yang ia inginkan. Bukankah kuliah tidak begitu penting lagi? Terlepas dari ayahnya mungkin saja membunuhnya jika kabar ia berhenti kuliah sampai ke Daegu.

"YA! Lee Si Yeon!" Seorang ahjumma dengan badan bongsor berlari lebih cepat dari menggelinding. Seolah Si Yeon, gadis itu akan ditelannya bulat-bulat.

Ia menoleh ke kiri dan ke kanan. Tak ada siapapun disana. Ahjumma itu membuatnya ketakutan hingga merapat ke dinding meski ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Namun, intuisinya mengantarkan bahwa ia telah melakukan kesalahan hingga wanita paruh baya pengurus asrama tempat tinggalnya terlihat seperti itu.

PLAK!

Sebuah pukulan keras mendarat di belakang kepalanya membuat telinganya berdengin panjang seolah sebuah granat baru saja meledak di dalam sana. Pandangannya buram untuk berapa detik sebelum akhirnya ia mengumpulkan kembali kesadaran dan merengek kesakitan.

"Ahjumma!" Ia memegangi kepalanya sambil memberanikan diri melayangkan protes pada wanita itu. "Apa salahku?"

Wanita yang tampak lebih kuat darinya itu menatap dengan penuh penindasan. Membuat Si Yeon menciut hingga ujung kakinya. Seluruh bulu romanya berdiri ketakutan. Tulang punggungnya seolah meregang ingin melarikan diri lebih dulu dari tempat itu.

Sang Ahjumma, adalah wanita yang bertanggung jawab atas tempat itu. Asrama khusus wanita. Didirikan oleh pihak ketiga diluar yayasan. Namun, karena letaknya paling dekat dengan kampus, kebanyakan penghuninya adalah teman-teman dari kampusnya meski harga sewanya sedikit mahal.

Penjaga asrama memang sering marah padanya. Sebagai penghuni terlama, Si Yeon juga dianggap biang masalah oleh wanita itu. Beberapa kali ia tertangkap sedang mengintip gadis-gadis. Tak hanya sekali wanita itu dibuat geram karena kamar mandi yang bocor padahal itu bukan kesalahan Si Yeon. Pipanya saja yang sudah terlalu tua dan bobrok. Dan yang paling membuat wanita itu kesal adalah ketika Si Yeon pulang basah kuyup akibat hujan dan membasahi lantai lorong hingga ia terpeleset dan jatuh akibat air yang ditinggalkan Si Yeon.

Akan tetapi, ahjumma tidak pernah semarah ini.

"Apa yang kau lakukan pada dapurku?" Ahjumma itu balik melayangkan pertanyaan lain alih-alih menjawab.

Dapur? Mau tidak mau memori Si Yeon berbalik ke beberapa saat lalu sebelum ia dipanggil oleh kepala jurusan untuk mendapatkan surat cinta yang membuatnya patah hati. Ia berada di dapur asrama. Menyiapkan semangkuk ramyeon untuk mengisi perutnya di pagii hari. Kemudian, ia tidak mengingat hal selain berlari menuju kempus setelah mendapat pesan di ponselnya. Tidak dengan memakan ramyeonnya. Tidak juga dengan mematikan api kompor.

Kini ia bisa menghubungkan kemarahan ahjumma dengan apa yang ia pikir mungkjn terjadi.

"Ups!" Si Yeon menyeringai canggung. Bersiap untuk melarikan diri. Tentu saja ia tidak bisa melakukannya. Ia tidak bisa kabur dari ini.

***

Seluruh keberuntungan yang ia dapat selama hidupnya seolah lenyap hari ini digantikan kesialan bertubi-tubi. Mulai dari mendapat surat peringatan dari kampus, hingga terpaksa harus menandaskan semua tabungannya untuk mengganti rugi karena membuat dapur asrama terbakar akibat kelalaiannya. Tidak cukup sampai disitu, ia juga tidak diperbolehkan lagi tinggal disana karena telah terlalu banyak berbuat kekacauan. Dan ahjumma dengan tanpa belas kasih mengatakan bahwa setidaknya ia beruntung tidak dilaporkan ke polisi. Sebenarnya keberuntungan macam apa yang wanita itu maksudkan?

The Witch's WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang