Bagian 17 : Adu Mulut

156 26 18
                                    

"Yoo Bin-ah!" Si Yeon bergegas menghampiri Yoo Bin dan SuA mengekor di belakang.

Yoo Bin yang sepertinya separuh mengantuk kaget ketika ada dua orang yang tiba-tiba muncul dan menghambur ke arahnya. Intuisinya langsung memaksanya untuk memasang kuda-kuda bertahan.

"Kau berdarah!" Seru Si Yeon. Bersama-sama dengan SuA ia memeriksa tubuh Yoo Bin karena darah yang berceceran di lantai bagitu banyak.

"Dimana yang terluka?" SuA memeriksa Yoo Bin dengan ekspresi yang menyiratkan kekhawatiran, namun tangannya malah meraba bagian yang tak seharusnya.

"Apa yang kalian lakukan?" Yoo Bin tertawa karena geli. Membuyarkan posisi bertahannya.

"Kau tidak terluka?" Tanya SuA setelah tak menemukan sumber ceceran darah itu di tubuh Yoo Bin.

"Itu bukan darahmu?" Sambung Si Yeon sambil menunjuk ceceran darah di lantai.

Yoo Bin melihat darah yang ditunjuk Si Yeon dan membelalak kaget. "Aniyeo! Itu bukan milikku!"

"Lalu apa yang kau lakukan disini?" Tanya SuA lagi.

"Itu ...," Yoo Bin menggaruk kepalanya malu-malu. "Aku tadi terbangun karena haus. Saat akan turun untuk mengambil air di dapur, aku malah menabrak tiang karena masih mengantuk."

"Ya! Kau ceroboh sekali!" SuA memukul bahu Yoo Bin. "Itu berbahaya sekali! Bagaimana jika kau jatuh?"

Yoo Bin meringis mengusap bahunya yang terasa sakit akibat pukulan SuA. Padahal pukulan itu tidak terlampau keras. Rasa nyeri itu menjalar hingga lengannya yang memang terluka sejak tadi.

"Eonni memukulnya terlalu keras!" Protes Si Yeon pada SuA. Berpikir gadis itu baru saja menganiaya juniornya.

"Maafkan aku!" SuA menunduk merasa bersalah. Ia juga berpikir bahwa dirinya telah menyakiti Yoo Bin.

"Tidak perlu minta maaf!" Yoo Bin menggulung lengan bajunya. Memamerkan luka memar yang mulai membengkak disana. "Tanganku memang sakit karena terjatuh tadi."

"Apa kau terbiasa ceroboh?" SuA malah memarahinya. "Padahal kau masih muda. Mengapa kau melakukan hal seperti ini pada tubuhmu? Sedikit-sedikit menabrak tembok. Sedikit-sedikit terjatuh. Pantas saja gadis yang kau suka tidak melirikmu. Menjaga diri sendiri saja tidak bisa."

"Ya!" Si Yeon mencolek tangan SuA. Memberi isyarat agar gadis itu tak melanjutkan omelannya.

"Tapi itu benar!" SuA tak bisa dihentikan. "Selain cupu dan lamban, kau juga payah. Yoo Hyeon tidak bisa melihat daya tarikmu karena itu memang tidak ada."

"Eonni!" Si Yeon memelas agar SuA berhenti bicara. Kemudian ia melirik Yoo Bin untuk melihat reaksinya. Dan ia tidak bisa menebak apapun karena ekspresi gadis itu tak berubah sedikitpun. Tetap datar. "Yoo Bin-ah! Tidak usah dengarkan dia!"

"Sekarang, kemarikan tanganmu!" SuA meminta tangan Yoo Bin yang terluka. "Aku ingin lihat."

Yoo Bin patuh saja meletakkan tangannya yang terluka di atas telapak SuA. Gadis itu mengamati lebam parah itu dengan seksama dan berasumsi bahwa ada tulang yang patah. Ia melafalkan beberapa mantra diam-diam untuk mengembalikan tulang yang patah dan membiarkan lebam itu tetap disana.

"Jika terluka, sebaiknya ke rumah sakit!" Ujarnya setelah mengembalikan tangan Yoo Bin.

"Aku baik-baik saja," Yoo Bin mengusap tangannya yang kini terasa lebih baik. Tidak terlalu sakit. "Ini bukan masalah besar."

"Astaga!" Si Yeon berseru membuat semuanya kaget. "Apa jangan-jangan lukamu yang berdarah hingga sebanyak ini."

"Sunbae, kau lihat sendiri! Ini terluka, tapi tidak berdarah!" Yoo Bin mencemooh tebakan Si Yeon yang mustahil.

The Witch's WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang