Bagian 30 : Rasa Takut

147 26 41
                                    

Si Yeon membereskan barang-barangnya dengan terburu-buru. Membiarkan pakaiannya tergeletak sembarangan di dalam koper besarnya. Tidak ambil pusing jika itu kusut atau bahkan rusak. Ada yang jauh lebih penting dibandingkan pakaian saat ini. Melarikan diri.

Sebenarnya ia tidak ingin percaya terhadap apa yang dilihatnya tadi. Namun, ia tidak sendiri 'kan? Ia menyaksikan apa yang SuA lakukan pada Min Ji, juga pada Yoo Hyeon. Ga Hyeon pernah melakukan hal yang sama terhadapnya dulu dan ia merutuki dirinya yang menganggapnya angin lalu. Itu bukan sekadar lelucon iseng. Itu adalah sihir. Sesuatu yang gelap dan mengerikan.

Pikiran-pikiran itu membuatnya kembali memanggil memori dimana keanehan-keanehan yang tak begitu ia indahkan. Karena terlalu bodoh. Bahkan ketika ia pertama kali datang ke rumah itu. Bagaimana mungkin ia bisa percaya untuk tinggal di rumah orang asing sementara orang itu tidak meminta apapun sebagai gantinya?

Dan yang paling mengerikan baginya saat ini adalah, ia tidak tahu sejauh apa sihir SuA telah mempengaruhinya. Apakah sejak awal? Membuatnya tidak curiga, membuatnya mengindahkan logika, atau ... membuatnya jatuh cinta. Jika sihir mampu memanipulasi tubuh seseorang yang patah, bukankah itu juga memanipulasi hati dan pikiran?

Ia tidak lagi menganggap ini nyata. Kegugupan ketika SuA menatapnya, jantung yang berdebar cepat ketika sentuhan SuA menyapu kulitnya, perasaan mencintai. Apa semua itu nyata? Penyihir itu bahkan bisa menjerat Yoo Hyeon dalam satu lambaian tangan. Apa yang tidak bisa dilakukannya?

Ketika ia tersadar, ketika SuA belum sempat memanipulasinya lagi, ia melarikan diri. Pergi untuk membereskan barang-barangnya. Segera menyelamatkan diri dari tempat terkutuk itu ketika segalanya belum terlambat.

"Kau sedang apa?" Handong bersidekap di depan pintu sambil menyandarkan sebagian tubuhnya pada kusen kayu.

Si Yeon terperanjat. Handong, SuA, juga Ga Hyeon. Mereka semua sama saja. Handong bahkan pernah mengatakan tentang penyihir padanya. Bodohnya, ia malah menganggap mereka tidak waras. Ia merasa mungkin otaknya telah dicuci hingga kebodohannya menjadi berlipat-lipat.

"Ja ... jangan mendekat!" Si Yeon menutup kopernya padahal ia belum selesai memasukkan semua barangnya. Ia tidak peduli lagi. Salah satu dari penyihir itu telah muncul. Ini saatnya ia pergi. Masa bodoh dengan barang-barang yang masih tertinggal.

"Ada apa denganmu?" Handong yang masih tidak mengerti melangkah masuk mendekatinya. "Mengapa pulang sendiri? Mana yang lain?"

Si Yeon terduduk saking takutnya. Ia bahkan tidak kuasa menyeret kopernya dengan tangan yang gemetar.

"Kau mau pergi, eomonim?" Tanya Handong lagi. Menebak dari apa yang terlihat dilakukan oleh Si Yeon.

"Kubilang jangan mendekat!" Si Yeon mulai frustasi dan menyudutkan dirinya sendiri ke tembok untuk menjaga jarak sejauh mungkin dari Handong.

"Eomma?" Mendengar keributan, Ga Hyeon datang. Kini ia telah berdiri tepat di pintu sekaligus menghalangi jalan keluar Si Yeon.

Si Yeon merasa sakit di dadanya ketika melihat Ga Hyeon. Rasa sayangnya terhadap gadis itu terasa nyata sementara logikanya menolak semua itu. Apalagi yang nyata sekarang ketika para penyihir itu telah memanipulasinya? Apa mungkin menyayangi seseorang di hari pertama kau bertemu dengan mereka? Itu benar-benar tidak mungkin 'kan?

"Kalian semua ... adalah penyihir?" Si Yeon dengan suaranya yang gemetar bicara. Ia tidak bisa kemana-mana ketika rasa takutnya membuatnya tidak berani mendekat sedikitpun pada dua orang itu. Ia tidak mampu bergerak. Kakinya mati rasa.

"Ne!" Handong mengangguk, masih merasa heran dengan sikap Si Yeon yang seperti itu. "Aku sudah pernah mengatakannya. Mengapa baru heboh sekarang?"

Si Yeon melirik Ga Hyeon lagi. Gadis itu ... apa benar-benar muncul begitu saja? Bukan sejak awal bersembunyi untuk mengagetkannya.

The Witch's WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang