Bagian 9 : Pesta Kecil

133 24 6
                                    

Yoo Hyeon melihat bayangannya di cermin setelah membasuh wajah. Itu adalah sosok yang nyaris tak ia kenali. Ia menjadi terlalu kuyu dan kurus. Kulitnya sepucat mayat karena lama tak terkena sinar matahari. Ia mengurung dirinya. Ia tak ingin bertemu siapapun.

Bahkan setelah ia pergi dari rumah, ia tak bisa lepas dari bayang-bayang kelam itu. Ia membenci dirinya sendiri layaknya sesuatu yang begitu menjijikkan. Kotor dan rusak.

Ia hanya ingin satu hal. Sesuatu yang mustahil ia dapatkan. Dan itu membuatnya semakin membenci dirinya.

Setelah puas memandangi dirinya dengan kebencian, ia mematikan keran washtafel kemudian mengeringkan wajahnya dengan handuk. Ia melangkah keluar dari kamar mandi hanya untuk menemukan SuA duduk dengan santai di sudut ranjangnya.

"Kau sudah selesai?" Sambutnya dengan senyum ceria seperti biasa. Ini pertama kalinya mereka bicara berdua saja.

"Annyeonghaseo!" Yoo Hyeon membungkuk dengan sopan pada pemilik rumah tanpa terpikir betapa lancangnya gadis itu yang masuk ke kamarnya tanpa permisi.

"Aku belum sempat menyambut kedatanganmu," SuA bangkit dan mendekati Yoo Hyeon. "Bagaimana jika aku mentraktirmu makan?"

"Terima kasih, tapi itu tidak perlu," tolak Yoo Hyeon halus dengan suara lemahnya.

"Ehm ... Ehm ...!" SuA menggeleng. Ia semakin mendekat pada Yoo Hyeon hingga sangat dekat lalu merapikan rambut gadis itu ke belakang. "Sayang, kau butuh makan! Kudengar kau tidak melakukan apapun sejak datang kemari. Tidak keluar kamar. Juga tidak mengisi perutmu. Sekarang, kau tidak boleh mengatakan tidak padaku. Kau tinggal di rumahku, kau harus menuruti aturanku. Mengerti?"

Yoo Hyeon mengangguk patuh. SuA memang tersenyum padanya, namun, ada sebuah aura otoriter yang keluar darinya hingga membuat Yoo Hyeon tak berani menolak.

"Bagus!" SuA mengangguk puas lalu melepaskan Yoo Hyeon. "Sekarang ikut aku! Aku tahu akan memalukan jika kau ketahuan makan sementara kau sedang merajuk. Aku sudah menyiapkannya di tempat yang tersembunyi. Jangan khawatir tak akan ada yang melihat."

"Aku tidak merajuk," protes Yoo Hyeon. Ia mengikuti SuA dengan langkah kecil-kecil untuk mengimbangi gadis itu. "Dan aku tidak perlu bersembunyi."

"Oh, ayolah!" SuA memutar bola matanya. "Apa yang kau lakukan selama ini jika bukan bersembunyi. Hanya ada dua hal yang menyebabkan seseorang bersembunyi. Rasa takut, atau rasa malu. Jadi, kau yang mana?"

Yoo Hyeon berdehem. "Tidak keduanya "

SuA tertawa karena tak percaya itu. "Berarti kau hanya suka keheningan. Baguslah kalau begitu. Anak-anak seusiamu tidak seharusnya murung karena memikirkan suatu masalah dengan berlarut-larut. Lebih baik bersenang-senang. Berpesta, berkumpul dengan teman-teman, lupakan semua masalah itu. Mengapa memikirkannya jika masalah itu tidak akan selesai hanya dengan memikirkannya. Lupakan saja, dan lanjutkan hidupmu."

Yoo Hyeon tak lagi menyahut. Atau membantah. Ia hanya mendengarkan dengan seksama. Sebagian dari kalimat itu ia akui ada benarnya. Sementara sebagian lagi hanya berlalu di kedua telinganya. Ia terlalu lapar dan lelah untuk berfokus pada suatu hal. Sejujurnya sudah sejak tadi ia merasa akan limbung dan nyaris tumbang.

"Masuklah!" SuA membukakan pintu menuju ruang bawah tanah. Mempersilahkan Yoo Hyeon untuk masuk terlebih dahulu. "Tempat pesta kita. Hanya kau dan aku."

Tanpa kecurigaan sedikitpun, Yoo Hyeon patuh dan masuk melewati pintu itu. Ia tidak terganggu dengan tempat tersembunyi dan pengap hingga terus menuruni tangga satu persatu. Ia tidak bisa benar-benar berpikir karena kepalanya mulai terasa kesemutan.

"Tadaa!" SuA berteriak tiba-tiba di balik kepala Yoo Hyeon ketika mereka tiba di bawah, membuat gadis itu melompat kaget dan berbalik lalu memasang kuda-kuda bertahan.

The Witch's WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang