Bagian 23 : Gadis Siluman

139 25 25
                                    

SuA mengangkat busurnya ketika ia menangkap gerakan dari dalam semak perdu. Ia menyipitkan sebelah matanya sambil mengarahkan anak panah yang telah ditarik maksimal. Duduk tegak di atas kuda hitamnya, mengawasi apapun yang tengah mengintainya sejak tadi. Apakah rusa atau babi hutan. Apapun itu, ia yakin akan mendapatkannya.

Ia menangkap gerakan lain dari sudut matanya. Gerakannya cepat ketika melepaskan anak panah menuju sasaran bergerak yang tak terlihat. Terdengar lolongan menyakitkan seiring dengan suara mata panah yang menancap pada daging hidup.

Berburu adalah hal yang sering dilakukannya. Sama seperti para bangsawan lain. Ia telah hafal betul suara kematian dari setiap buruannya. Apakah itu beruang, atau harimau sekalipun. Dan kali ini, ia mendengar suara asing yang baru di pendengarannya.

Ia melompat turun dari kudanya dan berlari menuju tempat anak panahnya menancap. Empat orang pelayan yang sejak tadi bersamanya ikut berlari menyusul. Salah satunya segera mengambil busur dan tabung panah milik SuA untuk membawakannya. Mereka memeriksa semak-semak dimana buruan mereka kini terbaring sekarat.

Itu bukan rusa ataupun babi hutan. Ini pertama kalinya SuA melihat yang seperti itu. Seekor serigala dengan bulu putih bersih yang berkilau ketika memantulkan cahaya matahari. Anak panah menancap tepat di lehernya. Melumpuhkan makhluk malang itu. Dia masih hidup menilai dari gerakan naik turun pada perutnya yang menandakan bahwa makhluk itu bernafas.

"Cantik sekali," SuA mengelus bulu halus itu dengan tangannya dan seketika membuatnya lebih terkesima lagi. Ia memegang anak panah yang menancap pada makhluk itu kemudian mencabutnya.

"Agassi!" Salah seorang pelayan mencoba memperingatkan tentang bahaya yang akan ia hadapi jika makhluk itu bangun.

SuA mengangkat tangannya ke udara. "Aku tahu yang kulakukan."

Ia memejamkan matanya ketika melafalkan beberapa mantra. Perlahan ia mengusap lubang menganga yang mengeluarkan darah pada leher serigala itu. Ia mengusapnya hingga luka itu sembuh dengan sendirinya. Serigala itu masih terkapar tak berdaya, namun nafasnya lebih teratur dibanding sebelumnya.

"Aku ingin membawanya ke rumah!" Perintah SuA. "Pastikan untuk tidak menyakitinya."

Keempat pelayannya membungkuk menuruti titahnya. Mereka membungkus serigala itu dengan menggunakan kain kemudian mengangkutnya bersama mereka.

Mereka pergi ke sebuah rumah besar berhalaman luas di puncak bukit. Beberapa pelayan lain yang ada di rumah tergopoh-gopoh membukakan gerbang ketika rombongan berkuda itu kembali. Seorang pelayan pria dengan sigap membantu SuA turun dari kudanya sementara yang lain membawa barang-barang dan hasil buruan. Sedangkan tangkapan terakhir yang masih tak sadarkan diri diletakkan pada sebuah sangkar berjeruji besi agar makhluk itu tidak bisa melarikan diri ketika bangun nanti.

SuA pergi mengganti pakaian berburunya sekaligus membersihkan diri. Tak banyak yang ditangkapnya hari ini, namun ia merasa sangat puas. Setelah ia berganti memakai pakaian sehari-hari, hanbook sutra dengan warna cerah, ia kembali ke halaman. Melihat tangkapannya yang berada dalam kurungan.

Hari telah berubah gelap ketika ia tak sadar melewatkan waktu berlutut di depan kurungan. Makhluk itu masih tertidur dengan lelap. Terlalu damai untuk sesuatu yang baru saja nyaris menemui ajal. Ia melukai makhluk itu, tapi juga menyelamatkannya.

Makhluk itu menggeliat ketika mulai membuka matanya. Ia menyadari keberadaan SuA lalu menggeram sambil melompat mundur. Makhluk itu mengerang dan melolong ketika tubuhnya menyeruduk jeruji besi.

"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu lagi," SuA mengulurkan tanganya ke dalam kurungan, membuat makhluk itu berhenti melolong dan sedikit lebih tenang. "Aku minta maaf karena membuatmu terluka, tapi kini kau akan baik-baik saja."

The Witch's WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang