"Zifanya, astaga! sudah gila!" seru Isaac, mematikan mesin, mengambil kunci dan segera mengikuti langkah Fanya. Dalam lima langkah tergesa, Isaac berhasil meraih lengan Fanya.
"Ih! lepas!" protes Fanya.
"Kamu ini, bisa-bisanya justru kamu yang keluar dari mobil, itu mobil kamu,"
"Terus memangnya kenapa? Bapak bisa beli dua mobil seperti itu lagi, easy."
Isaac memejamkan mata, menghela napas panjang, "Ibu Nadine sudah mengingatkan saya tentang sikap kamu yang seenaknya ini, seharusnya saya labih sabar,"
"Ya ya ya, terserah, lepas," pinta Fanya, menarik-narik lengannya.
"Saya nggak akan lepas, saya akan bawa kamu pulang ke rumah," kata Isaac dan sebelum Fanya paham maksud kalimat itu, Isaac begitu saja beralih mengangkat Fanya, menggendongnya ala bridal kembali ke mobil.
"Kyaaa, ini apaan! heh, turunkan ya!" seru Fanya berusaha memukuli bahu Isaac.
Isaac tetap membawa Fanya kembali ke mobil, seolah Fanya seringan bulu, dengan satu tangan mendekap sementara tangan lain membuka pintu penumpang. "Kalau nggak tenang, kepala kamu bisa terbentur, Zifanya,"
"Justru kepalamu itu yang terbentur, sudah gi—"
Kejadiannya cepat sekali, sejak Fanya didudukkan, lalu alih-alih menarik diri, Isaac justru mencium Fanya, membungkam rentetan protes yang akan diucapkan perempuan itu. Tadinya, Fanya masih cukup sadar untuk mencoba mendorong Isaac, tapi saat tangan pria itu beralih memegangi bagian tengkuknya, Fanya jadi lupa diri, justru ia membalas ciuman itu.
Napas Fanya masih pendek-pendek saat Isaac mengambil jarak darinya, Fanya bisa melihat warna mata kelabu bule Venezuela itu semakin pekat.
"Lain kali, saat pembicaraan biasa menjadi sulit dimengerti, kita lakukan ini saja untuk menyelesaikannya," kata Isaac sembari tersenyum dan menutup pintu di samping Fanya.
What the... fuck! Fanya begitu saja memaki dalam hati.
>> [office mate] <<
Senin pagi, Fanya berangkat terlambat, ia harus ijin karena mengantar orangtuanya ke Bandara, kanjeng ibu dan bapak Rilant Lee hendak bertolak ke Bali untuk menghadiri acara.
Kanjeng Ibu: Zizi, jangan lupa jas dan dasinya Isaac ya
Sebelum keluar dari mobil, Fanya langsung menoleh ke kursi belakang, tempat sebuah jas dan dasi digantungkan. Makan malam sialan itulah permulaan masalahnya, karena terlambat sampai rumah, setelah makan dan berbasa-basi, mereka ditugasi mencuci piring. Fanya sudah bersikeras ia bisa melakukannya sendiri tapi Isaac justru melepas jas dan dasi, membantunya.
Akhir pekan juga, alih-alih menghabiskan waktu dengan family time, kanjeng ibu justru membawanya untuk berjalan-jalan bersama Joana dan Isaac. Segala macam alasan dimentahkan dan Fanya terpaksa menjadi tour guide dadakan. Fanya menghela napas, para orangtua jelas belum menerima sinyal ketidakcocokan antara dirinya dan Isaac.
"Woy, jam berapa nih!" seru Lulu dari luar, membuat Fanya kaget.
"Hei, tadi antar Bapak sama Ibu dulu ke Bandara," jawab Fanya, lalu segera keluar mobil, jangan sampai Lulu melihat jas yang ada di kursi belakang.
Lulu mengangguk, "Udah cek grup? Masayu nanya mau oleh-oleh apa,"
"Oh, bolu susu please," kata Fanya, mengeluarkan ponselnya dan mengetik ke grup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Office Mate (PUBLISHED by Karos Publisher)
Chick-LitSEBAGIAN CERITA TELAH DIHAPUS SEHUBUNGAN DENGAN KEPENTINGAN PENERBITAN [Bab 18 s.d. akhir] Office Mate (bekerja, bercerita, jatuh cinta) -- Fanya, Sera, Lulu dan Yoshua adalah para sekretaris yang bekerja untuk Pasque Techno, perusahaan penghasil pe...