13

44 9 1
                                    

"Arla!"

"Angga!"

Mereka menoleh dan melihat siapa yang memanggil namanya. Saat mereka melihat kebelakang dan...

Deg!

Tubuh Arla dan Angga seketika menegang melihat siapa yang berdiri disana. Ya, disana ada Stella, Chika, Caca, Bunga, Devan, Fito, dan Eto.

Arla menghapus air matanya kasar lalu berdiri begitupun Angga. Mereka semua menghampiri Arla dan Angga yang sudah berdiri dengan wajah tegangnya.

Arla takut jika penyakitnya ini diketahui oleh semua orang. Dia tidak mau mereka mengetahui semuanya sekarang, dia akan memberi tahu semuanya. Tapi nanti, dia sedang mencari waktu yang pas agar menceritakan semuanya, bukan sekarang.

"Kalian ngapain disini?" tanya Stella saat sudah berada dihadapan mereka berdua.

Arla dan Angga mengernyit lalu saling tatap dan menghembuskan napasnya lega. Lega dengan pertanyaan Stella, itu artinya mereka tidak mendengar pembicaraan mereka berdua tadi.

"Gak, ngapa-ngapain kok. Kalian udah dari tadi disni?" tanya Arla memastikan, dengan nada gugup tapi dia berusaha menutupinya.

"Gak kita baru kok, pas liat kalian langsung kita samperin" jawab Bunga.
"Eh kalian ngapain sih disini berduaan?" tanya Eto yang penasaran.
"Enggak kok, kita gak ngapa-ngapain" ucap Arla bohong.

Stella dan Chika menatap intens kearah Arla "Lo nangis?" tanyanya serempak membuat mereka menatap Arla juga.

Arla gelagapan dia mengusap matanya sambil terkekeh "Hehe gak kok, ini ta-tadi tu kelilipan iya kelilipan" jawab Arla gugup, karena takut ketahuan.

"Lo gak lagi nyembunyiin sesuatu dari kitakan?" tanya Chika memancing. Ya, sebenarnya mereka sudah dari tadi. Tapi tidak banyak yang mereka dengar.

Jangan kira Stella dan Chika ini tidak dapat mendengar. Justru pendengaran mereka paling tajam dan dapat mendengar pembicaraan keduanya. Chika dan Stella mendengar saat Angga akan berbicara tentang kanker.

Tapi harus terpotong dengan suara teman-temannya membuat mereka gereget karena masih ingin tahu apa maksud dari ucapan Angga tadi. Mereka bahkan mengumpat dalam hati atas tingkah teman-temannya itu.

"Ha? Eng-enggak kok, emang gue ngapain?" tanya Arla berusaha untuk tidak terlihat gugup didepan mereka. Sedangkan Angga, dia hanya diam karena tidak ingin menjawab. Takut-takut nanti malah keceplosan.

Gini-gini Angga itu suka kelepasan kalo dipancing terus. Makanya dia lebih memilih diam dari pada menambah masalah kan berabe.

Chika manggut-manggut padahal tidak dalam hatinya. Gue tau lo nyembunyiin sesuatu! Tapi kenapa lo gak mau ngomong sana kita? Batin Chika.

Lo kenapa sih Ar? Gak mau jujur sama gue? Padahal kita udah sahabatan dari kecil. Batin Stella.

Maafin gue udah bohong sama kalian semua! Gue cuma gak mau ngerepotin kalian cuma gara-gara penyakit gue ini. Maafin gue! Batin Arla merasa bersalah.

"Eh udah yuk,  kekelas udah bel nih" ucap Bunga membuat mereka mengangguk dan berjalan kekelas masing-masing.

⭐—————⭐

Malam ini, Arla duduk dibalkon kamarnya dengan tatapan sendu melihat awan yang dipenuhi bintang, dengan semilir angin yang menerpa wajah cantiknya itu.

Cerita Angga tadi masih terngiang dikepalanya, cerita yang menceritakan sebuah kenyataan bahwa ada seseorang yang mengetahui penyakitnya selain dirinya, Angga, dan dokter Anggi.

ARLANTA [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang