[0] Prolog

245 46 56
                                    

Happy Reading ❤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading ❤

***

"Ma, aku mau kuliah di Surabaya."

Jihan meletakkan sendok di piring lalu memijat pelipisnya. Ini sudah kesekian kali putranya Andra berkata demikian. Putra semata wayangnya ini ngotot pengen menimba ilmu jenjang perkuliahan ke kota terbesar di jawa timur yaitu Surabaya.

"Andra, udah berapa kali Mama bilang. Mama nggak bisa. Pekerjaan Mama itu di Jakarta. Mama nggak bisa kalau harus ngikutin kamu pindah ke Surabaya. Mama nggak mau merintis karier dari nol lagi di kota yang baru."

"Mama tenang aja. Aku nggak minta Mama sama ikut aku kok. Aku bisa tinggal sendiri disana ngontrak."

"Ngontrak? Maksudnya kamu mau jadi anak rantau yang jauh dari orang tua dan keluarga?" tanya Jihan menatap putranya.

Andra mengangguk sebagai jawaban.

"Nggak! Mama nggak izinkan." Jihan menolak tegas. "Mau jadi apa kamu Dra, kalau hidup jauh dari Mama. Siapa yang akan ngerawat kamu disana nanti?"

"Aku bisa ngerawat diriku sendiri, Ma."

"Dengan nantinya jatuh sakit seperti waktu Mama tinggal kamu dinas seminggu di Bandung, dan kamu malah sakit karena jarang makan?" Jihan menatap Andra dengan pandangan mencemooh.

"Tapi, Ma. Itukan dulu. Waktu aku masih SMP. Sekarang aku udah gede. Udah mau lulus SMA. Dan aku sekarang udah aku tau cara ngerawat diriku sendiri." Ganti Andra memijat pelipisnya, tidak habis pikir dengan ucapan Mamanya. Kejadian itu sudah berlalu beberapa tahun yang lalu, ketika Andra masih bocah ingusan SMP yang ditinggal Mamanya dinas luar kota. Keadaan yang memaksa Jihan untuk meninggalkan dia di rumah hanya ditemani asisten rumah tangga. Mau bagaimana lagi? Mamanya itu memang sebagai tulang punggung keluarga, setelah bercerai dengan Papanya saat Andra masih berumur 10 tahun.

"Dra, jadi anak rantau itu susah. Kamu harus siap dengan segala konsekuensinya. Misalnya, kamu harus siap kalo sakit, nggak ada yang ngerawat kamu selain dirimu sendiri. Lalu kamu masih harus mikir cari makan sendiri. Cuci bajumu sendiri. Kemasi barang-barangmu sendiri. Belum lagi tugas kuliah yang kadang menggunung, makin buat kamu kelimpungan. Mama udah pernah ngerasain itu semua, Dra. Dan menurut Mama itu nggak gampang."

Andra bedecak. Hanya karena itu Mamanya melarangnya kuliah jauh-jauh? Oh, ayolah. Kenapa Mamanya ini kolot sekali. Zaman sudah berubah, dan hal kecil seperti itu tidak perlu dikhawatirkan. Apa gunanya penjual makanan? Apa gunanya orang membuka jasa laundry? Mengapa Mamanya harus mempermasalahkan itu juga?

"Ma, masalah cari Makan itu gampang. Disana pasti banyak orang jual makanan. Cuci baju, Andra juga bisa bawa ke laundry. Lagian Andra rencananya sewa kontrakan sama Sandi kok, Ma. Mama nggak usah khawatir. Dan kalo masalah sakit—Andra janji bakal usahain nggak sakit," ucap Andra penuh dengan keyakinan.

Cahaya Untuk Alandra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang