Happy Reading ❤
***
Sayup-sayup suara orang berbincang diiringi gelak tawa terdengar. Andra mengerjap-erjapkan matanya berat. Pemandangan pertama yang ia lihat saat membuka mata adalah atap berwarna putih polos. Lalu ia beralih menatap orang-orang yang tengah berdiri disamping ranjangnya.
“Andra? Lo udah sadar?” tanya Sandi.
Andra tidak menjawab. Ia hendak bangun, namun urung lantaran tiba-tiba perutnya erasa nyeri.
“Kata dokter lo nggak boleh banyak gerak dulu, Dra. Jahitan di perut lo masih basah,” tutur Galah membantu Andra berbaring lagi.
Jahitan di perut? Kening Andra mengerut. Ah, ia ingat. Dirinya kemarin, kan, sedang menunggu teman squard balapannya di gang sepi, namun malah bertemu dengan Zahra yang tengah dibegal oleh dua preman. Andra lantas menolong dan alhasil dirinya tertusuk oleh belati salah satu preman tersebut.
“TERUS ZAHRA GIMANA?!” Andra tiba-tiba berteriak, membuat Galah dan Sandi sontak kaget.
“Etdah, nggak perlu teriak-teriak juga kali, Dra! Ini kita lagi di rumah sakit. Jangan samain kayak kalo lagi di kontrakan!” Sandi memukul pelan kening Andra hingga sang empu meringis. Padahal Andra baru sadar tapi sudah disiksa saja.
“Zahra gimana?” tanya Andra ulang.
“Baik-baik aja. Kemarin juga gue lihat dia kuliah.”
Andra menghela napas lega mendengar balasan dari temannya. Saat ia kembali menatap ke sisi ranjang kirinya, Andra lantas terkejut. Ternyata di ruangan ini tidak hanya ada dirinya, Sandi, dan Galah. Ada satu orang lelaki lagi yang berdiri dibelakang Galah.
“Itu siapa?”
Galah lantas sedikit menyingkir. “Ini Kakaknya Zahra.”
Zefran tersenyum lalu mengulurkan tangannya pada Andra. “Perkenalkan nama saya Zefran, Kakaknya Zahra. Terima kasih sudah menolong Adik saya kemarin.”
Bukannya membalas uluran tangan Zefran, Andra malah menatap muka Zefran dengan pandangan kagum. Ya Tuhan, serius ini Kakaknya Zahra? Berarti Kakak ipar gue, dong? Astaga ... ganteng banget mukanya. Gue jadi minder mau iparan sama dia.
“Woi!” Sandi menyentil pelipis Andra. “Malah bengong. Itu Mas Zefran ngajakin salaman tuh. Sombong amat lo jadi manusia, nggak mau balas salaman orang lain.”
“Anjir bisa nggak, sih, tangan laknat lo itu sopanan dikit? Gue baru bangun ini udah disiksa aja,” protes Andra berang. Tadi Sandi memukul keningnya, sekarang menyentil pelipisnya. Memang dasarannya Sandi itu sahabat laknat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Untuk Alandra
Teen FictionKata orang, ketaatan suatu hamba akan terlihat ketika dia diuji antara harus memilih Sang Pencipta atau ciptaan-Nya. Aku tidak pernah mengelabuhkan cinta, karena aku tahu, cinta adalah luka. Lalu sebuah cahaya datang. Dia membawa sinar terang bender...