Danial tengah berkutat dengan berkasnya saat ponselnya berbunyi tanda panggilan masuk. Ia melihat nama yang tertera lalu memutuskan mengangkatnya.
"Ya?"
"Aku.. Apa aku sudah boleh menemuimu?" tanya suara di seberang telepon ragu-ragu.
Danial terkekeh.
"Kamu sangat tegang sekali.. Tenang saja, Celin. Aku masih Danial yang sama seperti yang kamu kenal." ucap Danial.
Di seberang panggilan, Celin sedang membawa rantang dan menatap pintu ruangan Danial ragu.
Kamu sudah tidak sama lagi, Danial. Tidak sejak aku berubah, tidak sejak kamu tahu aku memiliki rahasia. Kamu lebih tidak dapat kujangkau. Batin Celin.
Ya, Celin sebenarnya sudah datang dari beberapa waktu lalu, hanya saja ia takut untuk bertemu Danial, apalagi saat ia tahu Danial sedang meragukannya.
Celin melangkah masuk ke ruangan Danial. Danial yang sedang fokus, hampir menjatuhkan ponselnya melihat kedatangan Celin yang tiba-tiba.
"Ya ampun, Celin. Kamu mengagetkanku. Sejak kapan kamu sampai ke sini?" tanya Danial bingung.
Celin tersenyum gugup.
"Dari beberapa waktu yang lalu sih. Hanya saja aku sedikit ragu." ucap Celin lalu terkekeh untuk meredakan momen awkward ini.
Danial tertawa melihat tingkah Celin.
"Aku tidak akan melakukan kekerasan padamu, untuk apa kamu ragu?" ucap Danial meyakinkan Celin.
"Uhm.. Benar sih.." gumam Celin.
Celin lalu membuka rantang itu dan menyediakan makanan di meja untuk Danial.
"Aku rasa semenjak hari itu, hari dimana kamu bimbang padaku, hubungan kita semakin kaku ya." ucap Danial berterus terang.
Celin hanya bisa tersenyum. Ia bingung harus melakukan apa.
"Maaf, aku.. Tidak bermaksud seperti itu." ucap Celin pelan.
"Aku tahu." jawab Danial.
Danial berdiri lalu mendekatkan wajahnya ke Celin, namun Celin malah menundukkan wajahnya. Danial menaikkan dagu Celin, Celin akhirnya balas menatap Danial.
"Satu hal yang perlu kamu tahu, sayang. Aku tidak akan berubah apapun kondisinya. Kamu tidak perlu ragu seandainya kamu memang mau mendatangiku." bisik Danial.
Danial mengecup pipi Celin lalu setelah itu menatapnya dengan senyuman. Ia menggenggam tangan Celin dan meletakkannya pada dadanya.
"Karena aku mencintaimu, aku milikmu. Jadi, kamu tidak perlu ragu padaku." lanjut Danial.
Danial menyelipkan poni Celin yang mengganggu pandangannya melihat wajah Celin lalu kembali menatapnya.
"Jangan takut, jangan ragu. Aku akan selalu di sisimu, disini, bersamamu." ucap Danial.
Danial lalu menjauhkan tubuhnya dan menatap Celin dengan senyuman. Danial kembali duduk dan menyantap makanan yang dibuatkan Celin untuknya.
"A-aku sudah menyakitimu.." ucap Celin lirih.
"Kamu tidak melakukan kesalahan, tenang saja." ucap Danial.
"Itu adalah kesalahan."
"Tidak, hati tidak bisa dikendalikan. Benar bukan?" ucap Danial meyakinkan.
"Semakin kamu bersikap baik, aku semakin merasa diriku egois." ucap Celin yang membuat Danial menghentikan makannya.
"Lalu aku harus apa? Bersikap jahat kepadamu? Menyalahkanmu?" ucap Danial bertanya. Ia benar-benar bertanya, bukan melontarkan kalimat sarkatik.
Celin menggeleng.
"Jangan.."
"Jangan membuatku bingung, Celin. Aku berniat untuk mempermudah masalahmu. Kamu ingin aku seperti apa? Aku hanya mencoba meringankan bebanmu dan menerima semuanya." ucap Danial sedikit merasa jengah.
"Aku.. Aku tidak tahu." jawab Celin lalu menghela nafas kesal.
Danial menarik nafas sejenak sambil memejamkan matanya.
"Kamu bisa mengambil keputusan saat kamu siap. Apapun keputusanmu, aku akan mendukungmu. Walaupun kamu memilih melepasku, aku akan tetap berada disisimu. Jangan membuat diriku menjadi beban, Celin." ucap Danial lembut.
Danial lalu mengambil tangan Celin dan menggenggamnya.
"Tapi untuk saat ini, aku mau kita melupakan apa yang terjadi." lanjutnya.
"Aku hanya takut diriku menyakitimu." ucap Celin sendu.
Danial tersenyum miris, tapi Celin tidak menyadari itu.
"Kebahagiaanmu yang paling utama." jawab Danial.
Celin memeluk Danial erat.
"You're my bestie!" ucap Celin.
Danial membalas pelukan Celin lalu tersenyum.
"You too, you're my everything, one and only." balas Danial.
Mereka melepas pelukan itu lalu tersenyum satu sama lain.
"Sudah lama kamu tidak bercerita tentang hal-hal random yang menarik perhatianmu kepadaku." ucap Danial.
Celin tersenyum.
"Yah, setelah sekian banyak masalah, itu sedikit mengubah otak konsletku menjadi lebih serius." jawab Celin yang disambut tawa dari Danial.
"Sudah lama kita tidak berbicara tanpa beban seperti ini. Kamu tahu? Bahkan aku kemarin melihat video kura-kura berlari di treadmill dan aku tidak tertawa!" cerita Celin dengan antusias.
"Kura-kura berlari?" ulang Danial dan Celin mengangguk.
"Bagaimana bisa?" tanya Danial sambil membayangkan kura-kura berlari.
"Aku juga tidak tahu." ucap Celin.
"Bagaimana tentang artis favoritmu? Kudengar dia baru saja mencuri pensil dari pangeran William di Royal Palace." ucap Danial teringat berita yang baru saja dia lihat.
"Ah ya, akupun akan seperti dia jika masuk ke Royal Palace. Bayangkan saja, aku hanya gadis kecil kampungan lalu bisa masuk ke istana. Sangat disayangkan jika tidak membawa sedikit suvenir untuk Flyn-ku dirumah." ucap Celin. Flyn adalah anjing Celin yang berbulu cokelat.
Danial menggeleng kecil mendengar apa yang dikatakan Celin.
"Aku pernah berencana mengajakmu mengunjungi Kensington Palace, namun melihatmu yang berniat mencuri barang milik kerajaan, aku akan berpikir ulang. Jangan sampai perabotan Royal Palace kamu rampok." ucap Danial lalu tertawa.
Celin cemberut mendengarnya.
Masih banyak topik kecil yang mereka bahas setelah masalah yang terjadi. Namun, siapa yang tahu kalau hati Celin masih memendam rasa bersalah dan hati Danial yang masih dipenuhi kegelisahan.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold Me Close [END]
Lãng mạnAlcelin Alexandria berteman sejak kecil dengan Danial Frans Cerbero. Bahkan keduanya memutuskan akan menikah saat mereka dewasa. Bertahun-tahun mereka saling bersama dan bergantung satu sama lain. Hingga setelah mereka dewasa, pernikahan yang mereka...