Nikolas kembali dan membawa empat roti isi, baju ganti, serta minuman bervitamin lalu memberikannya kepada Alarick.
Alarick memberikan dua roti isi dan minuman bervitamin kepada Celin, namun celin menepisnya.
"Kamu harus makan, Celin. Danial sedang berjuang didalam untukmu, maka kamu juga harus bertahan diluar untuknya." ucap Alarick yang kembali membuat air mata Celin jatuh.
"Astaga.. Kamu sudah menangis berapa jam hari ini. Matamu sudah bengkak. Apa kamu tidak lelah?" ucap Alarick mulai jengah.
Alarick adalah Alarick, ia benci wanita dan segala sisi emosionalnya yang menurutnya sangat lebay. Walaupun Alarick juga sangat mengkhawatirkan Danial yang sudah ia anggap temannya, namun Alarick juga masih berpikir waras untuk tidak menangis.
"Menangis tidak mengubah apapun." ucap Alarick sesuai dengan prinsipnya.
"Tapi setidaknya itu bisa meringankan bebanku." ucap Celin sambil mendaratkan tatapan tajam pada Alarick.
"Tidak, kamu sudah berapa jam menangis. Berhenti menangis dan lakukan hal yang lebih berguna seperti makan roti ini dan minum ini." ucap Alarick lalu menyodorkan roti dan minuman bervitamin itu.
Akhirnya Celin menerimanya dengan berat hati. Ia tidak nafsu makan sama sekali, namun ia harus mengisi lambungnya dengan sedikit makanan.
"Kamu jorok sekali." ucap Alarick tak tahan berkomentar.
Alis Celin menaik satu mendengar hinaan Alarick.
"Tanganmu kotor dan kamu makan roti itu. Meskipun kamu tidak memegang roti itu secara langsung, tapi bukankah darah itu seharusnya membuatmu tak nafsu makan?" ucap Alarick.
Mata Celin mendelik sinis.
"Ini hanya darah kekasihku. Lagipula untuk apa jijik, aku mencintai semua yang ada pada dirinya." ucap Celin.
Bulu halus Alarick berdiri dan ia bergidik.
Cinta itu mengerikan. Batin Alarick.
"Tapi itu bukan berarti kau harus menjilati darahnya." ucap Alarick merasa mual.
"Aku tidak menjilatnya dan berhenti berkomentar seperti perempuan! Bukan darah ini yang membuatku tidak bernafsu makan tapi kamu." ucap Celin dengan malas.
Celin memakan roti itu ogah-ogahan lalu memaksa menelannya dengan minuman bervitamin itu.
"Tuan, nona, bisa kita berbicara serius sebentar?" ucap Nikolas menginterupsi.
Perhatian Celin dan Alarick akhirnya tertuju sepenuhnya pada Nikolas.
"Polisi menemukan mobil itu kehilangan kendali bukan karena rusak, melainkan disabotase. Kabel-kabel mobil itu terlihat diputus sengaja, bukan terputus. Terlihat dari potongan kabel yang lumayan rapih, tidak seperti terbakar atau terputus." ucap Nikolas menjelaskan.
Celin dan Alarick terdiam. Pikiran mereka tertuju pada hal yang sama,
Keluarga bajingan itu.
Pasti mereka penyebabnya.
"Aku memikirkan kalau.." sejenak Alarick terlihat ragu menjelaskan.
"Suami-istri iblis itu yang melakukannya bukan?" ucap Celin melanjutkan ucapan Alarick yang dijawab anggukan oleh Alarick.
"Ya Tuhan.." ucap Celin dengan mata berkaca-kaca.
"Sumpah, aku bosan melihatmu menangis!" ucap Alarick kesal.
"Nasib Danial sangat sial." ucap Celin dengan suara bergetar.
Tak lama, suara langkah kaki beraturan terdengar menuju kearah mereka.
"Dimana anak itu?" tanya pria yang merupakan ayah Danial.
Mereka kompak mengacuhkan kedua orang itu. Celin menahan diri untuk tidak meneriaki kedua orang jahanam itu, Alarick yang tidak perduli keberadaan mereka dan Nikolas yang tidak ingin ikut campur.
"Sialan, apa kalian tuli?!" bentak ayah Danial.
Sudah cukup! Batin Celin berteriak kesal.
"Untuk apa kalian kesini? Danial belum meninggal, jika itu yang kalian inginkan." ucap Celin dingin.
Namun, jawaban tak disangka keluar dari bibir orang yang disebut ayah Danial.
"Sayang sekali.. Padahal aku menginginkan warisan darinya." ucap ayah Danial dingin.
Celin maju lalu menatap ayah Danial tajam.
"Dasar iblis jahanam yang dikirim Tuhan dari neraka! Kau bahkan berpikir warisan lebih penting daripada anakmu yang sedang memperjuangkan hidupnya didalam?!" teriak Celin dengan mata berkaca-kaca.
Celin sedih, orang sebaik Danial harus memiliki orang tua seperti mereka.
"Anak itu tidak berguna dan tidak penting lagi semenjak ia lebih mengutamakanmu diatas orang tuanya." ucap ayah Danial datar.
Bahkan tidak ada raut sedih atau bersalah didalamnya. Benar-benar datar.
Celin tertawa miris.
"Pantas kebahagiaan tidak pernah kalian rasakan. Kalian hanyalah iblis serakah akan uang." ucap Celin.
Ayah Celin mencengkram rahang Celin kasar.
"Tutup mulutmu anak muda, kau tidak tahu apa-apa." ucapnya lalu menghempaskan wajah Celin.
Alarick yang melihat itu langsung melindungi Celin ke belakang tubuhnya.
"Kau pria tapi tidak gentle. Bermain kasar dengan wanita huh? Apa selain hati, otak kalian digadaikan juga untuk uang?" ucap Alarick sarkatik.
Ibu Danial hanya menunduk. Ia menyayangi Danial dalam lubuk hatinya yang paling dalam, namun ia tak kuasa melanggar kehendak suaminya. Ia juga merasa tidak berhak.
"Pergi." tekan Alarick.
"Tidak, kami harus memastikan anak sialan itu mati." ucap ayah Danial dengan nada rendah.
"Ayo pergi." ucap ibu Danial lalu menarik pelan tangan ayah Danial. Tetapi ayah Danial langsung menghempas tangannya.
"Pergi dari hidup Danial!" bentak Celin.
"Jika ia mau menyerahkan perusahaan besarnya padaku." tawar ayah Danial.
"Binatang!" umpat Alarick kesal.
Alarick tidak menyangka uang dapat menjadi tuan atas hidup manusia. Padahal jika dipikirkan, untuk apa uang banyak tetapi anaknya mati. Siapa yang akan mewariskan uangnya?
"Pergi dari sini." ucap Alarick keras lalu mendorong kasar ayah Danial hingga hampir jatuh.
Bodyguard pria tua itu hampir bertindak jika tangan ayah Danial tidak terulur sebagai kode untuk jangan bertindak.
"Tahan anak muda, kau kasar sekali." ucap ayah Danial sambil terkekeh.
"Jika aku masuk neraka, itu pasti karena sudah terlalu banyak mengumpatmu." ucap Alarick yang disetujui Celin dalam hatinya.
"Baik aku akan pergi." ucap pria tua itu.
"Aku akan melapas Danial jika ia menyerahkan semua kekayaannya. Lagipula ia mendapatnya karenaku." ucap pria tua itu lalu melangkah pergi bersama istrinya.
Celin menatap ruang pembaringan Danial dengan sedih.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold Me Close [END]
RomanceAlcelin Alexandria berteman sejak kecil dengan Danial Frans Cerbero. Bahkan keduanya memutuskan akan menikah saat mereka dewasa. Bertahun-tahun mereka saling bersama dan bergantung satu sama lain. Hingga setelah mereka dewasa, pernikahan yang mereka...