Sudah tiga minggu setelah kecelakaan, Seulgi masih belum sadar dari masa kritisnya. Para sahabatnya merasa terpukul dan tentu saja Irene juga merasakan perasaan campur aduknya.
Ia masih terkejut atas fakta bahwa sahabatnya itu menyukainya sudah hampir tujuh tahun.
Wendy, Lisa, dan Moonbyul juga terpaksa menceritakan semua keluh kesah Seulgi selama ini kepada Irene karena wanita itu memaksa mereka untuk menceritakan semuanya.
Irene menangis terus-menerus saat mereka bertiga menceritakan tentang Seulgi. Jennie, Joy, dan Solar ada di sana dan menenangkan sahabatnya itu.
“Gue jahat banget, ya?” Tanya Irene yang masih menangis dan menatap semua sahabat Seulgi.
Lisa menggeleng lemahm “Gak, Rene. Lo juga gak tau faktanya kalo Seulgi suka sama lo.”
Wendy mengangguk menyetujui ucapan Lisa. “Seulgi sendiri terlalu takut buat bilang ke lo. Dia takut karena perasaan yang dia punya bisa ngebuat persahabatan kalian hancur,” jelas Wendy.
Irene menangis lagi di bahu Jennie. Ia benar-benar sangat menyesal baru mengetahui fakta itu.
“Sekarang gue harus gimana? Udah tiga minggu juga Seulgi belum sadar. Gue gak mau dia ninggalin gue ...,” ujar Irene sambil terisak.
Solar mengelus bahu Irenem “Kita semua juga gak mau Seulgi kenapa-kenapa, Rene. Sekarang kita cuma bisa berdoa buat kesembuhan Seulgi.”
Irene sekarang sedang duduk di samping ranjang Seulgi. ia menggenggam tangan pria itu lalu menciumnya lembut.
“Sampai kapan kamu mau tidur, Gi? Aku kangen kamu. Aku kangen senyuman kamu, ketawa kamu, a-aku kangen, Gi ….” Irene mempererat genggamannya sambil menahan tangisannya.
“Rene, makan dulu, yuk.” Jennie mengelus bahu Irene.
Irene mengangkat kepalanya lalu menoleh. “Gue gak laper, Jen.”
“Lo belum makan dari siang, Rene. Ayo itu Lisa udah beliin kita makan.”
Irene menghela napasnya pelan lalu menghapus air matanya. Ia berjalan menuju sofa ruangan Seulgi dan sudah ada Lisa dan makanan di meja.
“Makasih, ya, Lis,” ucap Irene sambil tersenyum kecil.
“Iya, Rene. Ayo dimakan.” Lisa menggeser makanannya ke depan Irene, lalu wanita itu mengambil dan langsung memakannya.
Di saat mereka sedang menikmati makanannya tiba-tiba Krystal datang sambil berteriak.
“Seulgi!” krystal menghampiri Seulgi lalu menangis di sampingnya.
“Gi, maaf aku baru bisa jenguk kamu,” ujar Krystal lalu menggenggam tangan Seulgi dengan lembut.
Lisa, Jennie, dan Irene hanya terdiam melihat Krystal yang sedang menangis di samping ranjang Seulgi. wanita itu menoleh dan menatap tajam ke arah Irene lalu ia menghampirinya.
“Lo kan yang bikin Seulgi jadi begini?!” Krystal sudah emosi sambil menatap tajam ke arah Irene.
Lisa dengan sigap berdiri lalu menahan Krystal. Wanita itu menepis tangan Lisa.
“Gak puas lo bikin Seulgi tersiksa?! Dia selama ini nyimpen semua rasa sakit yang udah lo perbuat!” Krystal sudah naik pitam sambil membentak Irene yang sudah menunduk dan menangis.
“G-gue minta maaf, Tal” Ujar Irene yang menangis. Jennie sudah merangkul sahabatnya itu sambil menatap sinis ke arah Krystal.
“Minta maaf gak cukup buat kembaliin semuanya!”
“Tal, udah ayo keluar. Jangan bikin ribut.” Lisa menarik paksa Krystal untuk keluar dari ruangan Seulgi.
Irene menangis makin keras dan Jennie hanya bisa memeluk erat sahabatnya itu.
Tiiitt~ suara monitor di ruangan Seulgi berbunyi.
Irene dan Jennie panik mendengar itu. “Dokter! Dokter!” Teriak Irene dan Jennie.
Lisa berlari masuk ke ruangannya dengan wajah paniknya. “Kenapa?!”
“Panggil dokter! Itu Seulgi!” Ujar Irene yang sudah panik dan menangis.
Lisa dengan cepat menekan tombol darurat di atas ranjang Seulgi dan tak lama kemudian dokter dan perawat pun datang.
“Mohon tunggu di luar sebentar, ya.” ujar perawat lalu ia menutup pintu ruangan Seulgi.
Irene, Jennie, dan Lisa duduk di depan ruangan Seulgi dengan khawatir. Lisa menghubungi Bunda Seulgi untuk memberikan kabar anaknya.
Tak lama kemudian Bunda datang sambil berlari kecil.
“Gimana Seulgi?” Tanya Bunda dengan wajah paniknya.
“Duduk dulu, Bun. Dokter masih di dalem,” ujar Lisa lalu Bunda duduk di samping Irene yang sedang terdiam menatap kosong ke arah depannya.
“Kalian udah makan?” Tanya Bunda.
“Udah kok Bun tadi di dalem,” jawab Jennie dan Bunda hanya mengangguk paham.
Tak lama kemudian Dokter keluar dari ruangan Seulgi. bunda berdirinya dan menghampiri Dokter tersebut. “Gimana, Dok?” Tanya Bunda khawatir.
Dokter itu tersenyum. “Anak Ibu sudah sadar, tapi masih butuh perawatan intensif untuk luka di kepalanya. Kalau Seulgi mengalami pusing, mual, atau muntah, itu wajar karena itu gejala akibat pendarahan di kepalanya,” jelas Dokter itu.
Bunda mengangguk paham. “Makasih banyak, Dokter.”
“Baik, kalau gitu saya pamit.” Dokter itu tersenyum lalu pergi dari hadapan mereka.
“Seulgi!” Irene berteriak sambil berlari menghampiri Seulgi.
Seulgi menoleh dan tersenyum kecil ke arah sahabatnya yang sudah menangis.
“Kenapa nangis, hm?” Tanya Seulgi yang masih lemas.
Irene tidak menjawab dan masih menangis menatap Seulgi.
Seulgi menghapus air mata Irene dengan lembut. “Jangan nangis, Rene.” Seulgi tersenyum manis
“Kamu tidur lama banget, a-aku kangen ....”
Seulgi terkekeh pelan. “Emang aku tidur berapa jam?”
“Bukan jam lagi, tiga minggu, Gi,” sahut Lisa.
Seulgi terkejut. “Serius?”
Mereka semua mengangguk.
“Bunda khawatir, Nak.” Bunda tiba-tiba memeluk anak laki-lakinya itu.
Seulgi tersenyum. “Aku udah gak apa-apa, kok, Bunda. Cuma sekarang pusing aja.”
“Ya udah kamu gak usah banyak gerak. Irene, marahin Seulgi ya kalau nakal,” ujar Bunda kepada Irene.
Irene mengangguk cepat. “Sekarang kewajiban aku buat jagain kamu, Gi.”
Seulgi tertawa pelan. “Kayak apaan aja segala dijaga.”
“Bodo! Kamu harus nurut mulai sekarang sama aku,” ujar Irene lalu menyilangkan kedua tangannya.
Mereka semua tertawa melihat wajah Irene yang menunjukkan ekspresi marah sekaligus imut.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Flavor | seulrene ✓
Fanfiction"Rasa yang ku miliki sejak lama tidak bisa hilang begitu saja. Bahkan jelas-jelas kamu sudah dimiliki oleh orang lain." -Kang Seulgi "Maaf, aku cuma anggep kamu sahabat. Gak lebih." -Bae Joohyun ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ Bahasa semi baku Lokal Gender...