"Aku tau. Mama udah bilang ke aku tentang itu 100 kali. Udah ya mam, bentar lagi take off. Nanti aku telpon, ok? Love you mom." Click.
Sambungan teleponku dengan Mama langsung kuputuskan.
Mama memang selalu menceramahi aku kalau sedang menelpon. Harus jaga kesehatan, gak boleh makan sembarangan, gak boleh teledor, gak boleh ceroboh, gak boleh inilah itulah. Banyak sekali.
Aku menarik nafas panjang.
High heelsku terketuk begitu aku berjalan ke arah waiting room kelas bisnis. Sampai disini aku hanya melihat bapak-bapak berumur sekitar 40 tahunan. Yang kelihatan sibuk sama laptopnya.
Ya ampun, apa bapak ini nggak sadar ya sebentar lagi pesawatnya akan take off? Dia masih saja sibuk kerja. Aku melepas kacamata dior yang kupakai, lalu memasukannya ke dalam tas. Setelah itu aku mengeluarkan ipod dan earpodnya aku pakai sebelah kirinya saja.
"Oke fine. Terserah! Aku udah capek tiap hari berantem sama kamu. Ngerti dikit bisa? Telpon aku kalo kamu udah bisa ngerti."
Sejurus kemudian aku mendengar suara bariton yang sedang marah-marah mungkin sama ceweknya. Aku sedikit menoleh ke arah sumber suara. Lalu berkedip berkali-kali saat melihat cowok dengan penampilan yang sangat maskulin. Jas yang tersampir di bahunya, dasinya sudah di longgarkan. Dewa yunani versi modern!
Aku masih melongo melihatnya untuk beberapa detik lamanya. Mungkin karna dia merasa diperhatikannya, dia noleh ke arahku.
Aku jadi bisa melihat mata cokelat karamelnya, bibirnya merah, kiss-able lips! Alisnya yang tebal, rahangnya yang kokoh, rambutnya yang terkesan berantakan malah membuat dia kelihatan lebih seksi. Tuhan, mimpi apa aku semalam bisa ketemu cowok secakep dia?
"Sorry, miss. Something's wrong with me?" SUARANYA!
Detik berikutnya aku tersadar.
"Engg... E-everything is okay." Yang salah cuma mukanya dia yang terlalu cakep. Kenapa juga aku menjawabnya dengan gagap begitu?
Dia senyum, "Okay."
Meleleh. Senyumnya!
Aku menyelipkan sehelai rambutku yang jatuh ke belakang telinga. Lalu melirik cowok itu sekali lagi. Dia duduk tepat di samping bapak-bapak yang masih sibuk kerja itu.Mukanya kelihatan frustasi. Aku tadi sempat dengar dia sedang menelpon seseorang, seperti sih bertengkar sama pacarnya. Enggak, aku bukannya menguping. Salah dia sendiri ngomongnya keras-keras. Semua orang yang punya telinga juga bisa dengar tahu.
Aku berusaha sibuk dengan lagu yang kudengar. Anggap saja aku patah hati seketika. Dia itu sudah punya pacar, pacarnya pasti beruntung banget. Doaku untuk saat ini hanya satu, semoga mereka cepat putus.
Gak berapa lama kemudian dan setelah berusaha keras untuk tidak peduli pada cowok cakep yang duduk radius 3 meter dariku, aku dengar melalui speaker pemberitahuan untuk para penumpang disuruh memasuki pesawat.
Beberapa menit setelah itu, sampailah aku di dalam pesawat. Aku sengaja memilih duduk di dekat jendela. Well, sebenarnya aku tidak harus duduk sendiri begini kalau Lily, kakakku, mau ikut aku ke Jakarta. Sayangnya dia masih ada beberapa sesi pemotretan lagi. Dan yup, kakakku seorang model. Lily Kirana. Sementara kakakku bekerja sebagai model, aku sendiri bekerja sebagai Designer interior.
Aku tinggal di Jakarta dengan kakakku, yang sekarang lagi ada di Bali dalam rangka liburan. Nyokap bokap? Mereka tinggal dengan tenang di Makassar. Mama sudah nyaman dengan mengelola butiknya, Papa juga masih tetap nyaman dalam mengelola Firma hukumnya.
"Disini kosong kan?"
Huh?
Aku menoleh enggan dari pandanganku ke jendela jadi ke sumber asal suara."What?" Oh my. Cowok itu! Sekarang dia malah pake rayban miliknya. Dia jadi kelihatan kayak model kalau pake itu.
Dia tersenyum sabar, "Tempat ini kosong gak? Kalau iya, may i sit here?" tanyanya.
Dia gak bercanda kan?
"Sure." Boleh banget.
"Thank you." Dia senyum sekali lagi.
Waaah, aku bahkan bisa mencium parfumnya. Aroma.... Benetton? Yah, pokoknya maskulin lah. Sekali lagi aku bilang, siapapun cewek yang menjadi pacarnya, Selamat anda SANGAT beruntung.
"Oh ya, saya Nara. Kamu?" Dia ngajak kenalan.
Mati. Fokus Kinara!
"G-gue Kinara. Eh, m-maksudnya saya Kinara."
Kenapa aku jadi gelagapan begini? Aku menoleh seutuhnya ke arah cowok yang mengaku bernama Nara ini dan memasang senyum. Semoga tidak kelihatan mengerikan.
"Kinara? Nama yang bagus, nama kita hampir mirip," sahutnya sambil nyengir.
Aku meleleh. Sial.
"Nice to meet you, Kinara."
Dan entah kenapa aku melibat tatapannya Nara aneh. Keliatan dia tertarik, apalagi nama kita yang sedikit mirip. Tapi apa yang aku harapkan? Dia sudah punya pacar.
"Nice to meet you too." Lalu berbalik ke arah jendela dan menghela nafas panjang. Ketemu cowok cakep tapi sayangnya sudah ada yang memiliki. Sedihnya.
"Kinara?"
Aku menoleh ke arah dewa yunani, sedikit tersentak saat ia memanggil namaku.
"Nama panjang kamu siapa?"
"Senja Kinara."
Nara menatapku dengan tatapan tidak percaya. Aku mengangkat sebelah alisku. Kenapa? Apa ada masalah?
Setelah berapa lama diam. Aku penasaran juga. "Kenapa sih?" tanyaku bingung.
"Saya Naraka Fajar," sahutnya.
Aku nyengir. Namaku dengannya malah jadi couplean gini ya? Senja dan Fajar. Wah, cocok sekali. Sayangnya aku dan Nara nggak bakal ketemu lagi nantinya. Kecuali kalau dia menawarkan untuk bertukar nomor denganku.
Harapan yang sama sekali gak mungkin.
"Keren banget ya. Senja sama Fajar gitu," gumamku.
Nara mengangguk. "Can i have your phone number?"
Atau mungkin.
***
VOMENT PLEASE?
No silent reader yaps.Cups,
Chechyl
KAMU SEDANG MEMBACA
Gay Back To Normal
RomanceCopyright © 2015 by littlesunshine_ Hak Cipta Terlindungi © 2015 oleh littlesunshine_ : Naraka Fajar, laki-laki yang mendapat urutan pertama versi majalah Grey-Line tentang 50 most eligible bachelors in Indonesia. Pintar? jelas. Kaya? pastinya. Cak...