"I'm home!" pekikku.
Saat masuk ke dalam apartment, aku melihat Lily yang sedang membaca majalah.
"Rana, lo mau ikut ke Makassar gak?" tanyaku.
Lily langsung menoleh dan menatapku kaget sekaligus heran.
"Makassar? Lo bercanda? Emangnya Nara udah bayar ke lo? Tumben panggil gue Rana, nama kecil tau," celoteh Lily.
"Belom sih, dia bayarnya kalo hotelnya itu udah beres gue kerjain."
"Nah, terus? Ke Makassar naik apa? Jalan kaki? Gue gak mau uang tabungan kita di pake lagi. Kita baru dari sana dua bulan yang lalu, Ra," cerocosnya.
"Nara yang ngajakin," ujarku.
Kali ini Lily menatapku dengan dua kali lebih terkejut dari sebelumnya, aku melepaskan louboutin yang aku pakai.
Lalu berjalan ke sofa dan duduk disamping Lily.
"Nara yang ngajakin lo bilang? Ngapain? Mau ketemu Mama sama Papa?" Lily bertanya dengan nada serius.
Aku mengangguk acuh, "Yup."
"WHAT? Emang dia mau ngomong apa? Masa dia mau bilang 'Om tante anaknya boleh saya jadikan istri kontrak saya gak?' Gitu?" Lily tertawa keras.
Sementara aku memanyunkan bibirku beberapa senti.
"Gak gitu juga, bego. Paling kita ntar ngarang ngomong ke Mama. Lo liat aja ntar. Lo ikut gak?"
"Ikut deh."
"Yuk prepare."
Lily jalan duluan masuk ke kamar dan aku mengekor di belakangnya. Aku memang paling tidak bisa berkemas, yang ada malah jadi berantakan. Tidak serapi Lily.
"Berapa hari, Ra?"
"Gak tau."
"Lo gimana sih."
"Bawa aja seperlunya, di rumah kan ada bajunya kita juga," kataku santai.
"Yaudah deh," Lily mendengus.
Kita berdua mulai prepare (atau yang lebih tepatnya menemani Lily yang prepare, sendirian). Aku bercerita tentang kejadian di kantornya Nara tadi.
"Na, tadi gue ke kantornya Nara terus ketemu pacarnya Nara."
"Terus? Dave cakep loh. Temen gue suka sama dia."
"Cakep sih, tapiiii gue berantem sama dia. Lo tau gue ngomong apa? Gue bilang dia emas kw-an gak berharga," ceritaku.
"Good job, sister!"
"I know. Tapi sayangnya tadi Nara nyebelin banget. Gak punya hati. Masa dia bilang mau ngambil anak gue terus tetep cerai sama gue?"
Lily berhenti melipat bajuku dan menatapku kaget. "Serius dia bilang gitu?"
"Iya. Terus..." aku cerita semua ke Lily. Ngomel-ngomel iya, ngedumel juga iya. Kita berhenti sampe iPhone milikku berdering.
Aku dan Lily tatapan untuk beberapa saat sebelum akhirnya aku mengambil iPhoneku dari dalam tas.
Caller id-nya, Nara bego. Kapan caller id-nya aku ubah ya? Perasaan dulu masih tulis Dewa Yunani.
Oh iya, tadi sewaktu lunch bersama Diana dan Dylan.
"Hallo?"
"Kinara, lo siap jam 8 malem ya? Inget. Kita lusa balik, bos lo juga udah ngijinin," kata Nara. Nada suaranya datar seperti biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gay Back To Normal
RomanceCopyright © 2015 by littlesunshine_ Hak Cipta Terlindungi © 2015 oleh littlesunshine_ : Naraka Fajar, laki-laki yang mendapat urutan pertama versi majalah Grey-Line tentang 50 most eligible bachelors in Indonesia. Pintar? jelas. Kaya? pastinya. Cak...