Dayinta POV
"Kenapa sih harus dateng ke kantor segala? Kita gak gak ada hubungan soal kerjaan." Kataku, yeah, inget banget aku. Lintang yang bilang, dia gak suka kalau aku dateng ke kantornya dulu, padahal cuma buat bawain makan siang, katanya mending ketemu di luar daripada sampe nyusulin ke kantor segala. Lha ini? He just broke his own rule.
"Kamu susah ditemuin, di rumah gak bisa. Kalo aku nunggu sampe bubar kantor, pas nyampe sini udah sepi."
Aku hanya diam, tidak menanggapi.
"Yi? Aku pengin ngobrol sama kamu, tapi kalo gini, aku bingung mau ngomong apa." Katanya.
"Gak usah bingung, emang gak ada yang perlu dibicarakan juga kan sebenernya?"
"Aku sayang Yi sama kamu."
Lagi, aku diam. Aku tak ingin mengatakan kebohongan, tapi tak ingin juga jujur dan malah menyakiti hatiku lebih parah dari ini.
Lintang diam, kami berdua berdiam diri selama beberapa menit, sampai akhirnya aku mendengar Lintang menarik napas panjang yang lumayan keras.
"Mama marah sama aku, kalau di rumah ngurung diri di kamar. Keluar kamar cuma buat ngurus keperluan Papa, terus ke rumah kamu."
Aku tetap diam. Gosh, aku kangen sama Mama. Orang yang sudah kuanggap sebagai Ibuku sendiri. Tapi... aku sudah kecewa padanya saat terakhir kali kami bertemu di rumah Lintang.
"Aku gak mau Yi, gak mau nikah sama Sosa. Aku gak sayang dia, aku sayangnya sama kamu."
Gampang aja dia bilang gitu sekarang. Tapi 4 bulan lalu apa? Dia gak mikirin apa perbuatannya itu berdampak pada hubungan kami?
"Lintang, aku capek, aku males denger omongan kamu dari tadi. Aku mau pulang, udah ya?" Kataku, tak ingin dilanjut karena aku sudah tak kuat menahan air mataku.
"Aku anter ya, please?"
"Engga, aku bisa pulang sendiri. Udah ya jangan ganggu aku. Please! Kamu kan sebentar lagi nikah, udah fokus sama itu aja, oke?"
Lintang menggeleng, tapi aku hanya tersenyum kecil, lalu bangkit dari kursi yang kududuki, meninggalkannya sendirian.
Mencari taxi, aku langsung mencegat satu yang lampu atapnya menyala, lalu langsung menyebutkan alamat rumah. Aku mau pulang.
"Kenapa lu?" Tanya Rayi saat aku masuk rumah.
"Gak apa-apa." Kataku, yeah, aku tahu, mataku pasti sekarang bengkak. Emang akutuh, gak bisa nangis sedikit, pasti langsung ketauan matanya. Dan nangis di taxi tadi pasti bikin mataku terlihat seperti habis ditinju.
"Jeeh, yudah sana makan, tadi Bunda masak."
"Bunda mana emangnya?"
"Ke rumah Eyang, mau jelasin soal elu, ehehehe, soalnya Tante Indri nanya, kok belom dapet undangan gitu-gitu lah."
Aku mengangguk. Yeah, batalnya pernikahan ini gak cuma berdampak ke aku doang, tapi juga seluruh keluarga. Mungkin itu salah satu alasan kenapa Bunda maksa aku buat lanjutin hubungan sama Lintang, gosh!
KAMU SEDANG MEMBACA
Melakoni Melankoli
General FictionCerita tentang anak-anak manusia yang hidup berdampingan dengan pesakitannya masing-masing.