23. Nasihat

1.6K 284 21
                                    

SASKARA

Gue gak mengajak Lintang ke tempat minum dengan hingar-bingar musik ataupun minum di tempat tadi, terlalu sesak, gue membawanya ke warung minum langganan gue.

Tempatnya ramai, agak sedikit kumuh, dan tidak menyetel musik apapun. Suara ribut di tempat ini berasal dari bapak-bapak yang bermain judi, atau saling memaki ketika kalah taruhan.

"Kenapa sih Tang, lo ganggu Dayinta terus?" Tanya gue ke Lintang, ia terlihat sedang menahan emosinya.

"Dia cewek gue, lo tahu, dari dulu dia cewek gue!" Jawabnya lalu menyesap minuman arak yang gue pesankan.

"Kalian udah putus kan, lo udah nikah."

"Gak ada ya kata putus, gue gak pernah putusin dia dan dia juga gak pernah minta putus."

"Heu, bego amat sih lu! Dia mundur dari pernikahan kalian, itu udah lebih jelas dari kata putus kali, Tang-lintang!"

"Gue gak bahagia Sak sama pernikahan ini."

"Dayinta juga gak bahagia menjalani hidup kaya gini. Lo bayangin aja, sendiri di sini, jauh dari keluarga, digosipin temen-temen. Lo kira hidup dia enak? Bahagia? Kaga!" Yeah, gue tahu, seceria apapun mimik yang Dayinta pasang di mukanya, aslinya dia lagi berduka. Dan setelah sekian lama bareng dia, gue tahu luka di hatinya belum 100% sembuh.

"Gue mau cerai, gue mau mengajukan perceraian, biar gue single, dan bisa balik sama Ayi."

"Lo kira itu bakal bikin Dayinta bahagia? Dia mungkin... mungkin yaa, masih sayang sama lo. Tapi buat balik? Kayaknya engga deh."

"Sok tahu lo! Gue sama Ayi tuh soulmate! We belong to each other!"

"Tapi lo selingkuhin dia? Bikin cewek lain hamil? Nikah sama cewek lain, dan gue yakin, you fucked that girl, right?"

"Urusan gue itu!"

"Berarti omongan gue bener. Udah laah, Tang!"

"Gue tetep bakal cerai, dan bakal balik sama Ayi."

"Heh? Sekarang tuh kalian... Elo, Dayinta sama bini lo tuh lagi kacau semua. Jangan bikin tambah kacau. Kalau lo cerai, bukan cuma hidup kalian bertiga doang yang berantakan, malah ketambahan hidup anak lo makin gak karuan. Udah anak hasil di luar nikah, selama hamil gak dipeduliin bapaknya, lahir juga gak lo harepin kan? Kasian anak lo, dari lahir mentalnya udah kena." Gue sengaja ngomong jahat, biar si kampret satu ini sadar.

Lintang gak menyahuti ucapan gue tadi, dia malah menyesap minumannya banyak-banyak.

"Perbaiki hidup lo, mulai sayang sama istri dan anak lo. Bahagian istri lo, kata Paman gue, istri tuh nyawa di rumah tangga, a happy wife is a happy life. Pelan-pelan aja, mulai dari anggep dia ada, gak cuma lo datengin pas butuh ngecrit doang!"

Lintang mulai minum kaya orang kesetanan, gue biarin, biar mabok, pingsan sekalian, biar nanti gue tinggal minta bantuin Dhamas angkut ni bocah balik.

"Biarin Dayinta nyari jalan bahagianya sendiri. Kalian pernah saling berbagi masa lalu bersama, mungkin cuma itu yang digarisin Tuhan buat kalian, kisah kalian gak ada di masa sekarang dan masa depan. Yaudah, appreciate it then let go."

Lintang sama sekali gak menjawab omongan gue, jadilah gue ikut minum bareng dia, tapi gak sebanyak yang dia tenggak.

"Udah, lo fokus sama istri dan anak lo, itu hidup lo sekarang." Gue menepuk punggung Lintang, ia terdengar bergumam tak jelas.

Minum sambil menikmati kebisingan yang diakibatkan bapak-bapak, gue melirik Lintang yang sudah teler.

"Balik yuk? Lo mau gue anter ke mana?"

Melakoni MelankoliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang