DAYINTA POV
+62xxxx
Ayi?
Kamu di mana?
Kok aku ke rumah Rayi bilang kamu gak ada?
Bunda juga gak bilang apa-apaAku menelan ludah membaca pesan itu. Sekalipun kontaknya sudah kuhapus, tapi aku masih hafal nomornya. Sebuah kesia-siaan.
Tak membalas pesan itu, aku keluar dari kamar kost, sengaja lebih pagi karena tak ingin terlambat berangkat kantor. Tapi sebelum itu, aku mampir dulu ke belakang, ke tempatnya Jik Angga.
"Ajikkk!" Panggilku gembira, Ajik sedang menyapu halaman rumput yang ada. Halaman rumput ini dihiasi oleh dua buah pohon sukun yang estetik.
"Pagi Mbak Dayinta!"
"Ajik kaya Saka aja, sering manggil Dayinta."
"Abis Mas Saka kalau ngomong seringnya nama lengkap, jadi Ajik ikutan."
"Ini, aku mau bayar kostan, buat dua bulan dulu ya Jik? Jadi nanti Januari aku bayar lagi, oke kan?"
"Oke dong Mbak. Anak-anak malah biasanya bayarnya bulanan kok."
Aku mengangguk. Aku kontrak kerja di sini selama 3 tahun, tadinya aku mau bayar minimal 6 bulan lah buat kostan. Tapi, aku kan belum gajian. Dan uang tabunganku gak banyak. Udah kekuras buat biaya nikahan kemaren. Sialan tuh si Sosa, dia yang nikah aku yang bayarin!!
"Yaudah Jik, aku pamit kerja yaa!"
"Iya mbak, hati-hati!"
Sambil berjalan aku memesan ojek online, sebenarnya jarak kostan ke kantor tuh nanggung, kalau jalan kaki capek, tapi kalau naik motor deket banget. Tapi ya tetep, demi biar sampe kantor gak keringetan aku memilih naik ojek.
Sesampainya di kantor, aku mulai dari menyalakan komputer yang ada di meja lalu meninggalkannya untuk membuat teh hangat, setelah itu baru aku kembali ke meja kerjaku, mengerjakan tugas-tugas yang sudah menumpuk.
***
"Aku anter, mau?" Tawar Vira, teman baruku di kantor, saat kukatakan kalau pulang kerja nanti aku ingin berburu perabotan untuk mengisi kamar.
"Ngerepotin kamu gak, Vir?"
"Gak sama sekali, aku juga anak rantauan kali Yi. Jadi kebayang gimana kedernya kalau belanja ini itu tapi kita gak tau di mana tempat belanja yang murah tapi bagus."
"Kamu rantauan dari mana?" Tanyaku.
"Dari Sumedang, heheh." Jawabnya nyengir.
Aku mengangguk. Vira kembali menawarkan diri dan tentu saja, tawaran itu tidak mungkin aku tolak.
Jam pulang kantor, Vira langsung mengajakku berbelanja, katanya dia juga sekalian cari tempat bumbu gitu.
"Kamu kost di mana Vir?" Tanyaku.
"Aku gak kost, aku tinggal di apartment pacarku." Jawabnya malu-malu. Tapi karena aku sudah paham yang begituan, jadi aku biasa saja.
"Udah lama kamu di Bali?"
"Tiga tahun kurang sih, sebentar lagi juga kontrak kerjaku selesai, gak tahu nih bakal jadi kartap apa engga. Kalau gak sih ya aku mau cari kerjaan di Jakarta aja deh, kayaknya cepet kaya kalau kerja di Jakarta."
Aku nyengir mendengar itu. Yeah, banyak orang yang memiliki persepsi kalau kerja di Jakarta itu subur jaya makmur laah, padahal apa? Sikut-sikutannya gila boss!
Kami sampai di salah satu toko perabot lengkap, saat masuk ternyata bukan cuma peralatan rumah tangga doang, tapi ada sembako, sabun, detergen gitu-gitu deh, lengkap banget ini. Nyari loyang nasi tumpeng juga ada kayaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melakoni Melankoli
General FictionCerita tentang anak-anak manusia yang hidup berdampingan dengan pesakitannya masing-masing.