'the captain' [II]

869 114 15
                                    

"Mark!"

Buah

"Argh-"

Mark segera bangkit setelah nyaris tertimpa sebuah koper. Dengan bersusah payah, ia berjalan menuju kokpit. Kondisi pesawat yang terlalu menukik membuat nya agak kesulitan.

Dengan bantuan Dahyun dan beberapa penumpang, ia akhirnya bisa kembali ke dalam kokpit. Begitu terkejutnya ia dengan kondisi kokpit di mana salah satu kaca depannya pecah. Suhunya begitu dingin. Oksigen sengat tipis.

Ia segera mengambil masker oksigen dan memakaikannya pada Jisung dan Minho yang mulai kehabisan napas. Dengan susah payah, mereka berkomunikasi. Mark segera mengarahkan Minho dan Jisung untuk kembali mengambil alih kendali pesawat setelah kesadaran mereka mulai kembali.

Minho berusaha mengembalikan kendali pesawat. Dengan bantuan Jisung tentunya.

Satu-satunya jalan untuk menuju bandara darurat di Osaka adalah dengan melewati badai. Ketiga pilot itu sempat ragu. Namun, akhirnya mereka yakin dan menerobos masuk dalam badai.

Sementara itu, di pusat yang semula memantau pesawat Minho merasa heran karena keberanian mereka menerobos masuk dalam badai. Sampai seorang pemantau mengatakan bahwa pilot-pilot pesawat 4419 cerdas. Mereka menanti saat dimana awan badai mulai berpencar sebagai celah untuk lewat pesawat.

Mereka terus memantau pergerakan pesawat Minho. Mengarahkannys melalui radio meski tak tau apakah para pilot mendengarnya. Sampai tiba-tiba, pesawat Minho hilang dari radar. Kepanikan melanda pusat kendali dan angkatan udara.

Segera, mereka mencoba menghubungi pesawat Minho. Termasuk meminta bantuan pesawat-pesawat yang tengah mengudara di sekitar radar terakhir pesawat 4419 untuk membantu mereka menghubungi pesawat yang mengangkut ratusan penumpang dan berusaha menerjang badai pada ketinggian 32 ribu kaki.

"Kita tak bisa menghubungi mereka," ujar salah seorang dari mereka di pusat.

Komando mereka langsung mengambil alih radionya. Beberapa kali berteriak memanggil pesawat 8SK4419. Namun, nihil.

Yang mereka bisa lakukan sekarang hanyalah percaya pada kapten dan para pilot.

"Kau yakin tidak ingin kami temani, Jin?"

Hyunjin menggeleng. Felix dan Seungmin mengangguk paham. Mereka lalu pamit pada Hyunjin dan pergi meninggalkan sahabat mereka dirumahnya seorang diri.

Sekarang, Hyunjin sendang duduk di kasur, menyandar pada kepala ranjang. Ia melirik ponselnya sekilas. Lalu mengalihkan pandangannya pada sebuah figura yang menggantung dengan indah di dinding. Membuat Hyunjin bernostalgia ke masa lalu.

Masa, di mana sosok yang tak pernah ia bayangkan akan hadir di hidupnya, datang dan menyematkan cincin perak cantik yang sampai sekarang masih melingkar di jari manisnya. Ya, itulah Minho.

Seorang pilot pesawat angkatan udara yang dengan mudah jatuh pada pesona Hyunjin. Hey, Hyunjin tidak melakukan apapun. Ia hanya membalas senyuman Minho saat mereka berpapasan di rumah sakit. Saat itu, Hyunjin sedang menemani Seungmin untuk mengunjungi kakaknya yang sedang rawat inap.

Hyunjin mana tau jika takdir mempertemukannya dengan Minho. Itu sungguh kebetulan. Terlebih lagi, tak ada angin tak ada hujan, Minho tiba-tiba datang ke acara wisuda kuliah Hyunjin dan melamarnya di depan orang-orang, termasuk orang tuanya.

Gila memang. Bagian tergilanya adalah saat Hyunjin berkata bahwa ia menerima lamaran Minho.

Meski begitu kisah awal mereka, tak perlu waktu lama bagi Hyunjin untuk mencintai suaminya itu. Minho bahkan rela pindah pekerjaan, dari yang semula pilot pesawat tempur di angkatan udara, jadi ke penerbangan sipil. Sesuai janji Minho saat ayah Hyunjin memintanya.

•Our Endless Stories•  [ℎ𝑦𝑢𝑛𝑘𝑛𝑜𝑤] ▶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang