27 - Misunderstand

522 75 30
                                    

Tepat pukul lima sore Haechan merasakan guncangan pelan dan suara sayup Somi yang memanggilnya dengan penuh kesabaran. Butuh waktu lama bagi Haechan untuk membuka mata apalagi usapan lembut tangan Somi pada kepala semakin membuat kantuk menjadi-jadi.

"Babe, wake up."

Haechan mengerjabkan mata berkali-kali dan menemukan Somi sudah duduk di pinggiran kasur. Haechan menggeliat mencari kenyamanan diri, terlebih usapan jemari pada rambutnya yang semakin memberi kenyamanan hingga rasa kantuk itu kembali menyambar, membawanya ke alam bawah sadar.

"Hei. Kamu katanya minta dibangunin jam lima, then wake up."

Sayup-sayup Haechan mencium aroma ramyeon yang sangat cocok di makan pasa musim dingin ini. Melirik jam di nakas, Haechan mengusak rambut coklat-hijau berantakannya lalu menatap Somi sebentar.

"Aku mandi dulu."

Somi mengangguk. "Udah aku siapin air hangat. Aku tunggu kami di meja makan, ya."

Setengah jam setelahnya Haechan keluar dari kamar menghampiri Somi yang tengah menata meja makan. Di salah satu kursi ada Heera yang tampaknya tengah memandang Somi dengan mata berbinar. Di atas meja bahkan sudah tertata rapi beberapa lauk, seperti kimchi, japchae, kimbab, haemultang, dan paling utama ada ramyeon.

Haechan duduk di sisi meja depan Heera, berdecak kagum meneliti satu per satu masakan yang pasti-akan-selalu enak jika itu diolah dari tangan kekasihnya. Setelahnya Somi menuang segelas kopi hangat untuknya sebelum ikut duduk.

"Waah, daebak. Sudah lama rasanya tidak disajikan menu enak, biasanya hanya ada ramyeon."  Haechan berucap sembari melirikkan matanya pada Heera.

"Sudah bagus aku mau memasakkannya untukmu."

Haechan hanya mengedikkan bahu meraih sumpit yang telah disediakan dan mulai menyuapi makan sore ini dengan nikmat, diikuti oleh Somi dan kemudian oleh Heera.

Somi yang banyak belajar tentang masakan Korea selama di Kanada mencobanya hari ini. Bahkan semua masakan yang telah dia buat hari ini jauh lebih enak dibandingkan masakan pertama yang dia buat saat di Kanada. Berterima kasih pada nyonya Lee alias mom nya Mark yang dengan senang hati mau mengajarkan Somi, hitung-hitung menyiapkan diri menjadi istri yang baik kelak untuk suaminya.

"Aku berpikir bahwa kamu mengikuti kursus memasak di sana. Ini terlalu enak dan rasanya aku ingin makan ini setiap waktu."

Somi terkekeh atas pujian yang dilontarkan Haechan untuknya. Bahkan tanpa dia ketahui rona merah pada pipinya sudah menyebar hingga ke seluruh wajah. Heera hanya terkekeh ringan tau calon kakak iparnya sudah merona.

"Segeralah menikahi kak Somi kalau begitu. Kau akan selalu merasakan masakan enak ini dibanding ramyeon telur buatanku."

Haechan mengangguk dua kali. "Aku sangat menginginkan hal itu asal kau tau, tapi kau kira menikah itu adalah hal yang gampang? Jika aku menikahi Somi sekarang, apa yang akan istri-ku makan kelak? Cinta? Skripsi saja belum ku tuntaskan sepenuhnya. Setidaknya diriku sudah mapan dan mampu membiayai kehidupan kami kelak dan aku akan segera melamarnya tanpa menunda, benar kan, sayang?"

Somi diam-diam tersenyum mendengar itu. Berbeda dengan Heera yang hanya mendengus mendengar ocehan Haechan yang berakhir dengan rayuan-rayuan khas pemuda Lee itu khusus untuk sang kekasih. Mengabaikan eksistensi Heera yang sudah jengah dan hampir kehilangan nafsu makan jika saja jawaban Somi atas pertanyaan Haechan yang menanyakan 'dengan siapa gadis itu belajar masak' itu tidak mengusik pikirannya.

"Mom nya Mark sangat baik dan dengan senang hati mau membantu-ku belajar memasak ini semua."

Haechan mengulum senyum, sedangkan Somi dengan mata berbinar mulai menceritakan bagaimana dia menghabiskan waktu di rumah orangtua Mark di kanada, tidak tau jika hati Haechan mencelos hingga memunculkan sebuah rasa iri pada pemuda yang diketahuinya sebagai sahabat Somi di Kanada.

[✓] Player Guy | Haechan . SomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang