Tubuh ku sampai detik ini masih sangat kedinginan, bang Jeffry menjaga aku sedari tadi, ia tampak nya khawatir dengan keadaan ku yang sekarang.
Aku bahkan tak kuasa untuk menahan tangisan ku. Memori itu terus berputar di ingatan ku membuat perasaan ini semakin hancur.
Pada akhirnya aku yang tersakiti disini, tetapi aneh, mengapa aku tak bisa membenci Mark sedikit pun, justru kepergian nyan membuat aku kalut dalam penyesalan.
Menyesal mengapa dulu aku pernah mengenalnya, menyesal mengapa aku menerima nya dan menyesal mengapa aku terlalu rapuh untuk mengetahui kebenaran yang ada dan kebenaran yang terjadi.
Aku tidak mau ngatakan bahwa hari ini adalah hari terburuk yang pernah aku alami. Mulai dari sini aku belajar, bahwa tak selama nya yang mencintai akan terikat dalam kata cinta.
Siapapun bisa merasakan kerusahan ini, dan bahkan semua telah terjadi pada diriku sendiri. Semua yang kurasakan agak menyiksa.
"La, makan dulu cepet," lelaki didepan ku terus membujukku untuk makan, tetapi berkali-kali aku menolak nya.
"Maaf, semua ini terlalu berat untukmu," ia memelukku dari samping dan mengusap rambutku pelan. Abang ku memang baik, tapi dia keras kepala.
Aku hanya terdiam dengan tatapan kosong, "La makan, Abang gak mau kamu tambah sakit,"
"Gak usah perduliin Kiyla, yang Kiyla butuh sekarang cuma ketenangan aja,"
"Cukup buat ngomong itu, apapun alasan nya kamu harus makan yang banyak," ucap nya memaksa.
Seketika aku teringat barang pemberian dari Mark, aku mencari nya dengan lirikan mata ku dan ku temukan di atas meja belajarku. Tas kecil berwarna coklat susu, warna kesukaan ku.
"Makan ya sedikit aja," bujuk nya lagi.
Aku mengangguk, "sekali dan aku minta Abang keluar habis ini ya aku mau istirahat," kemudian ia menyuapi ku dan memberi ku minum.
"Keluar ya, Kiyla butuh istirahat malam ini," dusta ku padanya. Dan bang Jeffry keluar kamar ku lalu menutup pintu kamarku.
Air mata ku mengalir kembali, aku berjalan perlahan untuk mengambil nya. Lalu aku memeluk bunga tersebut lalu menangis kembali, rasanya benar-benar hancur.
Aku kembali duduk di kasur ku dan mulai membuka kotak tas tersebut. Isinya lumayan penuh sampai aku bingung ingin membuka yang mana duluan.
Kepergian Mark menyisakan duka dalam hidupku. Mungkin aku akan merindukan nya, dan aku tak menyesal untuk waktu 1 tahun 6 bulan ku bersama nya. Biar semua itu terkubur oleh waktu dan hari ku yang baru.
Ilusi Mark terus terlintas di benak ku. Benar katanya, kita ini sangat egois untuk saling bahagia. Semua penyesalan datang dengan keterlambatan.
Aku menangis membaca nya, sudah banyak sekali air mata yang ku keluarkan dari mata ku ini. Aku meremat bantal ku dan terus menangis. Dunia memang sedang menguji ku untuk waktu ini.
"Mark . . " Lirihku.
Aku benar-benar kehilangan akal sehat ku kali ini.
Disana banyak polaroid foto kami berdua, ternyata se manis ini Mark. Semua dugaan ku diluar batas tentang dirinya.
Dia tampan, dia pintar, dia baik, dia pengertian, dia tangguh, dia yang membuat ku bahagia dan dia adalah angan ku sekarang. Rasanya aku tak menyangka dengan semua ini.
Tapi aku bersyukur kepada Tuhan atas pelajaran yang kudapat kan sekarang ini, aku jadi lebih tau sekarang.
Cinta berbeda agama memang menyakitkan, siapa sangka yang awal nya tentram menjadi berombak seperti ini.
Bahagia ku dengan nya cukup sampai disini saja tak ada yang bisa ku tambahkan lagi dan tak ada yang bisa ku mulai kembali.
"Thanks for time," ucapku bergetar.
Mencintai itu tanda nya kita rela mengorbankan waktu, berani melepas agar dia bahagia, dan merelakan dia bahagia walaupun kebahagiaan itu bukan bersumber dari diriku.
Petuah itu cukup simpel, 'bahagia mu adalah bahagia ku'.
Tak perduli sudah dianggap atau belum, intinya diri ini sudah berjuang dan bahkan aku nyaris menduakan Tuhan ku untuknya. Karena egois sangat bergejolak untuk melawan semua ini.
"Aku udah capek Mark, andai kamu disini mungkin aku akan peluk kamu,"
Jika ada penjual waktu mungkin aku ingin kembali kebagian terdahulu dan menolaknya mentah-mentah karena aku sudah mengetahui ending persemian kami ini.
Tuhan, aku mencintai dia yang berbeda.
Untuk Istiqlal, tolong katakan pada katedral bahwa aku mencintai salah satu umatnya, aku menyayangi salah satu umatnya.
Aku menyayangi Tuhan ku dan dia juga menyayangi Tuhan nya, maka dari itu aku tak mau membuat kesalahan dari kejadian ini, walaupun pada akhirnya aku tergores.
Karena aku telah mengikhlaskan nya untuk bahagia.
Until the end, kamu tetap menjadi yang terbaik —Mark Lee
—————
GIVE YOUR VOTE!
KAMU SEDANG MEMBACA
Istiqlɑl - Kɑtᧉdrɑl √Mɑrk Lᧉᧉ
FanfictionTasbih ku berbeda dengan kalung Salib mu walaupun 'Aamiin' kita sama. Kita yang berbeda bukan suatu hal yang harus selalu di persatukan, pada akhirnya kita terlerai menjadi seorang yang tak saling mengenal untuk selamanya. Kita yang satu namun Tuhan...