Kini ku peluk tubuhnya erat - erat sesekali ku cengkram baju miliknya. Aku menangis sendu dan mengumpatkan wajah ku di dada miliknya.
Haechan nampak terpaku, ku dengar jantung nya berdebar kuat, tangis ku semakin pecah. Mengapa aku masih belum juga meng-ikhlaskan Mark sampai detik ini.
Ku kira mulut dan hati ku sudah benar-benar berada di jalur yang sama. Namun aku salah, justru aku merasa kehilangan.
"La? Ini sakit buat aku, tapi—aku gak bisa liat orang yang aku sayang nangis, jadi jangan nangis ya?"
"Kamu boleh maki aku, kamu boleh pukul aku, karena diantara kamu dan Mark dulu pernah ada aku," katanya sambil menggenggam tanganku kuat.
Jari jemari nya mulai dingin dan sedikit bergetar. Namun bahu nya berusaha membuat dirinya seolah masih kuat.
Memang terjalin cinta segitiga bukan hal mudah untukku. Jujur, aku tipikal orang yang sangat perduli dengan sekitar, apa yang pernah ku alami akan terus berputar di memori ku ini.
Aku menggenggam tangan nya semakin kuat, tangan nya mengusap wajah ku dan aku hanya pasrah dengan sikap nya yang seperti ini. Telinga ku menangkap suara awan bergemuruh yang agak sedikit menggelap.
"Sorry—aku selalu buat kamu sakit dengan ucapan dan kata-kata aku Chan, but semua yang aku rasain ini beda banget rasanya,"
"Terkadang aku bisa jadi angel buat kamu dan aku juga bisa jadi orang munafik buat kamu,"
Aku menunjuk letak jantung ku kepada nya, "hati sama mulut aku belum bisa bersatu, padahal jelas-jelas Tuhan udah kasih kamu sebagai jalan keluarnya,"
Ia menangkup pipiku, "sekarang aku tanya, kamu mau jalanin semua ini sama aku? Dan ikhlas karena Allah?"
Air mataku semakin berjatuhan, aku bingung harus menanggapi nya seperti apa. "Kalaupun kamu jodoh sama dia, cepat atau lambat aku dan kamu gak akan lagi jadi terikat jadi 'kita', tapi untuk saat ini aku mencoba berfikir positif,"
"Dan sekarang aku tau letak kebahagiaan yang Tuhan kasih buat aku, yaitu cuma kamu." Ucapnya.
Aku mengangguk dan membuang nafas ku perlahan, "La, tolong buat aku percaya sama kamu, kalau aku udah bisa bikin kamu bahagia walaupun bukan untuk saat ini,"
"Aku egois ya Chan, aku cinta kamu tapi—aku juga masih cinta dia,"
Ia mengelus kepala ku lagi, "aku tau, kamu masih punya trauma yang menurut aku besar banget, apalagi kalian saling gak diterima satu sama lain di keluarga masing-masing,"
"Dan juga perihal berbeda keyakinan, well aku tau gimana rasanya kamu berharap sama seseorang yang gak bisa kamu sebut dia imam dalam keluarga kamu nanti,"
"Untuk saat ini, aku minta sama kamu coba buat lepas dia dan—tolong liat aku disini yang lagi berusaha buat kamu bahagia terus," katanya dengan nada yang memohon kepadaku.
Aku mengusap lengan perlahan, "tolong ingetin aku terus ya,"
"Aku akan tuntun kamu terus La, dimanapun letak kesalahan kamu, disitu aku bisa belajar banyak untuk kedepan nya," sambung Haechan.
Air mata ku bergulir semakin banyak, benar kata orang ; perihal mencintai dia yang berbeda bukanlah tandingan yang mudah, kecuali diantara kita ada yang mau mengorbankan keimanan nya runtuh untuk mengalah.
Mulut berkata 'iya', hati berkata 'belum' dan logika berkata 'mungkin'.
Kudengar petir mulai bergemuruh, dan sepertinya jalan sore ku dengan nya benar-benar gagal. Aku memang masih seperti anak kecil yang selalu menangis.
Dengan menangis aku merasa beban ku sedikit terlepas. Dan aku yakin Tuhan tidak akan memberi ku hal diatas kemampuan ku.
Jika ia memberi ku cobaan yang sangat berat, tanda nya hanya aku lah yang kuat untuk menjalani ini semua.
Aku menunduk menatap ujung sepatu miliknya, lalu tangan nya meraih pipi ku dan mengarahkan wajah ku menatap wajahnya.
"Lihat aku ya? Disini ada Haechan yang selalu sayang sama kamu, ada Haechan yang cinta sama kamu karena Allah, ada Haechan yang bisa jadi rumah buat kamu dan benteng buat kamu," katanya sambil meyakinkan ku.
Aku hanya mengangguk.
Namun, bisakah Mark yang berkata seperti ini kepada ku?
Terkadang aku lelah dan butuh sekali semangat dari ayah. Kini orang satu-satu nya di rumah juga ikut meninggalkan aku ke luar negeri.
Mungkin sekarang Tuhan sedang berkata dan memberikan kesempatan buat Haechan untuk memperlihatkan kasih sayang yang ia punya untukku dan bunda ku sebagai pengganti kedua lelaki ku yang menghilang.
Rintik air hujan menetes bersamaan dengan air mataku, aku sangat tidak memperdulikan diriku yang takut akan hujan untuk saat ini.
Wajahku masih tersenyum kikuk kepadanya sambil terus menangis. Ditepi jalan kota yang sepi aku di guyur hujan bersama dengan nya.
Lalu ia memeluk ku sebentar dan tersenyum kepadaku. Senyuman yang tulus bukan senyum yang dibuat agar aku merasa tenang.
Ia sempurna, namun hati ku belum sepenuhnya bisa tertuang dan menyatu dengan nya untuk kemarin dan saat ini. "Mau pulang?"
"Gak mau Chan, aku mau nenangin diri aku boleh?" Lalu ia mengangguk, "boleh kok, kamu coba supaya kamu rileks lagi,"
Kami masih belum berteduh dan bahkan aku membiarkan diri ku diguyur hujan sore ini padahal sebentar lagi aku akan kuliah.
"Maafin aku yang suka egois ya," ucap nya. Aku menggeleng kuat, "kamu gak salah! Disini aku yang salah,"
"Bukan karena sifat ego kamu, tapi perihal insting aku yang masih susah untuk diperbaiki,"
Ia tersenyum, "kamu tau? Walaupun kita cuma gini-gini aja, tapi aku selalu merasa bersyukur karena ada kamu,"
"Aku gak tau kita sampai kapan akan terikat. Tapi aku mau bukti in perkataan aku waktu kita di Canada," aku terdiam karena masih tak paham.
"Cita-cita aku mau habagiain keluarga aku dan menua bareng kamu," ucapannya sungguh membuat aku menangis lagi. Dia benar-benar sangat tulus padahal aku belum sepenuhnya mencintai sosok Haechan.
"Suatu saat nanti, kalau kamu gak bahagia sama aku—tolong kamu jujur ya? Bukan karena aku nyerah, tapi karena aku kasihan ngeliat kamu kayak gini terus," ucap nya kembali.
Ia menggerekku ke tepi perteduhan dan mengarahkan ku pada sungai yang terlihat di pandangan mataku.
"Kamu tau kan, gak semua air yang tenang gak punya sesuatu yang gak membahayakan,"
"Begitu juga sama kamu, walaupun aku ngelihat kamu yang tenang di pandangan aku, tapi aku gak tau kalau kamu menyimpan 1000 bahkan lebih masalah yang gak bisa kamu ungkapan semuanya," ucap Haechan.
Aku yang di ceramahi malah terdiam karena kehabisan kata-kata.
"Jadi tolong, coba aja perlahan untuk nerima aku apa adanya. Bukan karena aku maksa, tapi karena aku udah terlanjur sayang sama kamu," kata Haechan.
—————
Halo aku back, gimana sama part kali ini? Semoga hari-hari kalian selalu baik ya guys, stay healthy!
KAMU SEDANG MEMBACA
Istiqlɑl - Kɑtᧉdrɑl √Mɑrk Lᧉᧉ
FanfictionTasbih ku berbeda dengan kalung Salib mu walaupun 'Aamiin' kita sama. Kita yang berbeda bukan suatu hal yang harus selalu di persatukan, pada akhirnya kita terlerai menjadi seorang yang tak saling mengenal untuk selamanya. Kita yang satu namun Tuhan...