Aku merebahkan tubuh ku diatas kasur. Ponsel ku berdering menampilkan notifikasi dari Haechan yang menanyakan keadaan ku.
Sesekali aku mendesis saat kaki ku terbentur meja kaca disebelah kasur ku. "Aduh gila sakit,"
Selepas itu aku menutup mata ku perlahan karena aku kelelahan sekarang. Namun perut ku tak bisa berkompromi maka dari itu aku turun kebawah untuk mencari makanan.
Tiga hari yang akan datang, aku bersiap untuk kuliah dan masuk dalam semester awal ku. Ya memang rasanya gugup tapi mau tidak mau aku harus siap.
Rencananya kampus ku dan Haechan memang sama jadi aku bisa pulang dan pergi bersama dengannya. "Bun? Udah makan?" Bunda ku mengangguk, "udah kak, kamu makan dulu sana tuh."
Kaki ku menyusuri meja makan dan hanya ada roti disana, daripada aku mati kelaparan lebih baik aku memakan nya saja.
Aku mengeluarkan ponsel dan menelpon Haechan untuk mengantar ku sore ini untuk berbelanja.
"Assalamualaikum Chan,"
"..."
"Anter aku ya nanti sore okay?"
"..."
"Yaudah, Wassalamualaikum,"
"..."
Panggilan diputus sepihak oleh ku dan aku langsung kembali memakan roti tersebut.
—————
Sore ini aku ingin keluar dengan anak anoa itu. Tangan ku iseng menggeratak benda yang ada di bawah kasur ku.
Aku menarik kotak besar yang ada disana dan mulai membuka kembali tutup kotak itu.
Oh tuhan! Ternyata banyak sekali sisa kenangan aku dan Mark disana, aku menghela nafas berat ku namun aku masih saja membuka nya kembali karena aku sangat penasaran dan lupa.
Tumpukan pertama terlihat jelas ada bekas foto polaroid ku bersama nya saat kami bermain di photo booth, memang terlihat lucu namun aku malah merasa sedih.
"Lucu banget ya kita dulu,"
Aku terus memperlihatkan selembar demi selembar foto tersebut. Wajah ku terukir senyum yang entah menggambarkan ekspresi apa itu.
Dan lagi - lagi aku menemukan lampu tidur pemberian dari Mark, tangan ku mengusap bagian atas lampu tersebut dan jantung ku berdegup kencang sekali. Aku mengusap wajah ku layaknya orang bodoh.
"Kenapa gue harus buka ini?" Nada ku bergetar.
Aku meraih benda itu lagi dan memasukan kedalam tas ku. Satu persatu semua ku bongkar, dan entah mengapa hati ku sangat teriris sekarang.
Ini kesempatan besar untuk aku menangis selama abang ku tak ada disini, karena jujur abang ku tipikal orang yang tak suka melihat orang yang ia sayang menangis.
Sekarang aku meletakan kepala ku di sisi dengkul sambil mengumpatkan wajah ku yang mulai memburuk ini. "Why kita harus kenal?"
Sekarang tak ada sandaran kecil ku saat aku menangis, yang biasanya aku selalu memeluk abang ku, dan untuk saat ini ia tidak bisa menenangkan ku. Ya ku akui memang aku sangat cengeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istiqlɑl - Kɑtᧉdrɑl √Mɑrk Lᧉᧉ
FanfictionTasbih ku berbeda dengan kalung Salib mu walaupun 'Aamiin' kita sama. Kita yang berbeda bukan suatu hal yang harus selalu di persatukan, pada akhirnya kita terlerai menjadi seorang yang tak saling mengenal untuk selamanya. Kita yang satu namun Tuhan...