Aku pulang dengan perasaan senang, tiba-tiba bang Jeffry menghadang ku di persimpangan jalan, sebenarnya bukan sengaja ini karena abang ku sedang membeli makanan jadi saja kami bertemu.
Aku sangat menyesal karena bertemu dengan nya saat bersama Mark, ya aku sangat menyayangkan semuanya.
Awalnya ia hanya tersenyum singkat dan akhirnya ia menarik tangan ku turun dari motor Mark, "turun,"
"M-mark makasih banyak ya see u," kata ku lalu Mark tersenyum. "Thanks for the time, dan yang tadi," aku mengangguk.
Kemudian Mark pergi, "Shalom, permisi," bang Jeffry menjawab salam nya dengan suara berat yang ia punya. "Waalaikumsalam,"
Ia melirik ku sambil menunjukkan lesung yang ia punya, "seru ya sama Dara main nya, gimana sukses?" aku menunduk.
"Gak gi-"
"Gak usah motong, cepet naik," ucap abangku arogan.
Semua memang salahku, salah jika aku berbohong, salah jika aku terlalu lama dan salah jika aku mencintai nya. Oke kita sudahi basa-basi ini.
Abangku terus mengoceh dijalan sampai kami tiba di rumah. Aku melempar tas ku keatas bangku kemudian duduk sambil memainkan jari tanganku.
"Apa? Itu Dara yang kamu maksud?" jika masalah seperti ini abangku turun tangan, malah yang ku lihat abangku lebih galak dan cerewet daripada bunda ku sendiri.
Ya, itu semua karena tanggung jawab seorang kakak kepada adiknya.
Bang Jeffry berjongkok di hadapan ku sambil menatapku, namun aku malah mengalihkan tatapan nya, "kenapa sih bang,"
"Kamu berani bohong demi nutupin dia? Sampai kamu gak mikir bakalan jadi hal buruk buat kamu, ini salah satunya," ucap nya.
"Apa? Kiyla gak nutupin dia kenapa abang selalu ikut campur?"
"Karena abang punya tanggung jawab, paham? Paham apa yang abang maksud, mikir La dia bukan tandingan kamu," Katanya kembali bersahut.
Aku memutar bola mata ku malas, "ya tap-"
"Sudah diam, saya muak dengan kamu," ucap nya.
Abangku kalau sudah marah pasti berubah logat menjadi formal, aku bahkan tak tau apa penyebab nya dia berubah seperti itu. Agak menakutkan sebenarnya.
Aku lari ke kamar dan melepas hijab ku lalu aku menangis.
"Lihat kalung nya, tinggalin dia,"
Kata-kata itu selalu menempel dikepala ku, membuat aku semakin menangis. Jika dipaksa, butir penderitaan semakin nyata.
Aku bingung sekarang, bahkan ponsel ku ikut bergetar menampilkan nama Mark disana. Aku langsung menghapus air mataku dan mengangkat panggilan darinya.
"Shalom,"
"Waalaikumsalam, ada apa Mark?"
"Maaf karena aku kamu jadi seperti ini ya-aku janji akan buat kamu bahagia,"
Tangisan ku semakin deras.
"Bukan salah mu kok Mark,"
"Oke berhenti nangis, lebih baik kamu mandi, makan, dan satu yang kamu gak boleh lupa ya,"
"Apa?"
"Selalu ingat Tuhan mu, dan kini giliran kamu untuk berdoa dengan Tuhan mu, sudah masuk waktu nya,"
"Oke Mark, aku tutup ya Assalamualaikum,"
"Ya, Shalom La,"
Pip!
KAMU SEDANG MEMBACA
Istiqlɑl - Kɑtᧉdrɑl √Mɑrk Lᧉᧉ
Fiksi PenggemarTasbih ku berbeda dengan kalung Salib mu walaupun 'Aamiin' kita sama. Kita yang berbeda bukan suatu hal yang harus selalu di persatukan, pada akhirnya kita terlerai menjadi seorang yang tak saling mengenal untuk selamanya. Kita yang satu namun Tuhan...