Kau termasuk mimpiku, yang sepertinya akan menjadi nyata.
"Lepasin Klara atau video lo yang nge-bully Klara gue serahin ke Papa dan gue pastiin, kalian angkat kaki dari sekolah ini!"
Mata Natusya membulat dan langsung melepaskan cengkraman tangannya.
'Regan' Klara membatin.
"Regan itu gak seperti yang kam–"
"Stop! Ada apa ini," teriak Pak Bambang selaku Guru BK.
"Ini pak ada yang lagi ngadain pertunjukan. Pak Bambang telat jadinya gak tau, deh,"
jawab Dion yang berdiri di samping pak Bambang."Pertunjukan apa?" tanya Pak Bambang dengan alis terangkat sebelah tanda kebingungan.
"Tanya aja sama Natusya tuh!" kata Robit seraya menunjuk Natusya yang gelagapan.
"Gini loh, Pak Bambang sepertinya, akan ada tinta merah di buku kasus dan yang menanda tangani buku tersebut itu mereka bertiga." ucap Dion yang tiba-tiba saja merangkul pak Bambang dari samping. Pak Bambang yang mulai paham, seketika menatap Natusya dan sahabat-sahabatnya secara bergantian.
"Satu lagi mereka bertiga sudah berani main tangan loh, Pak," hasut Robit. Pak Bambang berdehem lalu maju satu langkah.
"Natusya, Michell, Soffi! Ikut Pak Bambang sekarang!" bentak Pak Bambang.
"I--Iya pak."
Michell sontak melotot ke arah Robit, sebelum ia dan sahabat-sahabatnya berlalu pergi.
"Kalian semua ngapain masih di sini, bubar!" usir Dion pada gerombolan para penonton. Robit ikut membantu mengibaskan tangannya saja, tanpa ada niat bersuara.
"Huuuuuuu!" seru siswa-siswi kompak.
"Apa-apa? Sini maju lo pada." Dion menaikkan lengan bajunya menampilkan ototnya. Beberapa Siswa bergidik ngeri, lalu menjauhi Dion yang sok jagoan.
"Ma-makasih!" lirih Klara.
Klara memegang kepalanya yang tiba-tiba berdenyut keras dan berdengung.
Tubuhnya terhuyung menabrak tubuh Regan, sontak Regan memeluk tubuh mungil milik Klara. Pandangan mereka bertemu beberapa detik.
"Ekhem! Bel sudah berbunyi sebaiknya kalian semua masuk." Suara berat yang sangat dikenal Regan membuyarkan semuanya.
"Eh! Papa." Regan mendorong Klara menjauh dari tubuhnya. Cakrala diam sejenak, lalu menatap Klara sekilas.
"Klara dan Regan ke ruangan saya setelah pulang sekolah, ada hal penting yang harus saya bahas." Cakrala melangkah menjauhi lima siswa yang mematung melihatnya.
Klara terdiam, seraya meremat ujung roknya kegugupan kembali melanda. Klara berbuat kesalahan apa?
"Kita ke kelas dulu kak! Permisi. Sisil berlalu sambil merangkul Klara menuju kelas XII Fisika³.
Perut Sisil yang sedari tadi pagi keroncongan tiba-tiba kenyang. Doakan saja semoga maag-nya tidak kambuh.
"Kla, kamu nggak apa-apa, kan?" Raut wajah Sisil sangat khawatir.
"Aku gapapa kok yang seharusnya dikhawatirin itu perut kamu Sil, Sisil kan belum makan gara-gara Klara." Klara menundukkan kepalanya, perasaan bersalah menyeruak di dada Klara.
"Gapapa kok aku ada bakal roti dari rumah, kita makan berdua ya? gaada penolakan!" tegas Sisil.
***
"Klara mau pulang sama Sisil gak? nanti Sisil anter Klara sampai caffe," ajak Sisil. Klara menoleh lalu tersenyum tipis.
Setiap pulang sekolah Klara akan pergi bekerja di caffe, yang sudah tiga tahun ini membiayai semua kebutuhan Klara.
"Gausah, Sil. Aku disuruh ke ruangan pak Cakrala kamu pulang dulu, ya," ucap Klara seraya menggendong tasnya.
Sebenarnya ada perlu apa Cakrala pada Klara? Apa jangan-jangan karna Klara menubruk tubuh kekar Regan tadi? Membayangkan saja Klara bergidik ngeri.
"Tinggal bilang gak sengaja aja kok," gumam Klara yang menaiki lift menuju ruangan Papanya Regan.
"Terus kalo pak Cakrala gak percaya gimana?" Klara menggaruk kepalanya kasar serta menghentak-hentakkan kakinya memutari lift.
Tiba-tiba saja pintu lift terbuka. Mata Klara membulat, melihat Regan memasuki lift dengan wajah tanpa ekspresi, menambah kesan horor saja.
"Regan!" Wajah Klara berubah pias. Pasti Regan melihat tingkahnya tadi.
"Wajah lo kenapa, sakit?"
"Ng–gak, kok, aku gapapa." Klara memukul mulutnya yang tidak bisa diajak kompromi disaat kondisi seperti ini.
"Santai aja kali." Regan berjalan mendahului Klara.
Disini mereka sekarang, di ruangan bercat putih divariasikan dengan warna abu-abu. Tampaknya Papanya Regan sangat menyukai bau mint tercium jelas dari ruangan tersebut berbau mint.
"Silahkan duduk," ucap tuan Cakrala yang sedang memegang dua berkas di kedua tangannya. Regan dan Klara yang bingung pun mengikuti perintah tuan Cakrala.
'Mampus kau Kla ini pertama kali kau masuk ke dalam ruangan pak Cakrala.'
'Ya Allah lindungilah Klara.'
'Kalo sampai pak Cakrala manggil Papa, gimana?'
Klara berperang batin. Jangan tanyakan raut mukanya sekarang. Sudah pucat pasi.
Sedangkan Regan, dia biasa-biasa saja toh dia tidak membuat masalah yang dapat membuat usaha Papanya bangkrut.
BERSAMBUNG. . .
Masih tahapan revisi, intinya jika judulnya sudah berubah SGC, berarti part-nya sudah saya revisi. Ehhe!
Terlalu banyak, typo bahkan kesalahan tanda baca, maklum cerita pertama saya ini😭😂.
Jangan lupa vote dan komen, ya?
#Tahap_Revisi2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Gadis Culun [Revisi]
General FictionKlara-dia merupakan gadis cantik keturunan marga Arkananta. Anak orang kaya, mapan, dan tersohor dikalangan kolega bisnis. Namun, siapa sangka? Klara hidup dalam bayang-bayang kematian Kiara-Ibundanya, yang membuat dirinya dibenci hingga ke tulang o...