SGC[12]

36.6K 1.9K 8
                                    

DUNIA, KENAPA HARUS FISIK?
PADAHAL SEMUA PEREMPUAN ITU CANTIK.






"Jadi bagaimana dengan perjodohannya?" tanya Arkananta seraya melonggarkan kerah bajunya.


"Tunggu Regan datang saja," jawab Lian. Sudah lima belas menit Lian menunggu kedatangan putranya yang katanya sudah dalam perjalanan tapi belum juga sampai.

Sedangkan di luar rumah, Regan sudah memarkirkan motor kesayangannya di sebelah mobil keluarganya.

"Pa!" Panggil Regan pada Cakrala yang mengakhiri sambungan telponnya. Cakrala mendongak menatap anak bungsunya hangat.


"Kenapa lama, Re?" tanya Cakrala. Regan yang ditanya hanya diam memikirkan jawaban yang tepat mana bisa jujur. Sebenarnya Regan masih malas-malasan di dalam kamarnya itulah kenapa dia lama. Jujur sama saja bunuh diri ditangan Cakrala kalau begitu.


"Sepedanya gaada bensin Pa."

Bohong Regan. Bensinnya bisa dibilang unlimited, bagaimana tidak? Setiap hari selalu diisi. Dengan polosnya Cakrala mengangguk.

"Ah! Sudahlah kau sudah ditunggu." Cakrala menarik putranya masuk ke dalam rumah Arkananta seperti anak TK. Regan mendengus seraya mengikuti Cakrala pasrah.

"Papa..." rengek Regan dengan wajah yang entah.

***

"Jadi bagaimana perjodohannya?" tanya Cakrala sambil meletakkan cangkir teh yang ia pegang.

"Regan gamau liat wajah Klara, Cantik bangett sayang!" tawar Lian. Klara tersedak ludahnya sendiri.  Regan memutar bola matanya malas, cantik? Cih, Regan sudah muak melihat wajah Klara yang tidak ada kesan cantik sedikit pun itu.





"Regan udah tau kali, Ma," jawab Regan dengan nada ketus.

Rehan yang melihat tingkah laku adiknya merasa aneh wanita secantik Klara ditolak Regan. Apa kabar sama mantan Regan yang bedaknya sampai satu meter?


"Jadi Regan sudah setuju sama perjodohan ini?"

"Mau nolak juga gaakan didengerin." Klara mendongak kaku, mimik wajahnya menunjukkan raut wajah menyedihkan. Regan tak pernah menyukainya, tak akan pernah!


Mengapa hatinya merasa ngilu mendengarkan ucapan Regan? Harusnya Klara tak berharap lebih, bukan? Ini perjodohan sudah pasti Regan terpaksa.


"Jaga sikap!" bisik Rehan yang duduk di samping Regan dengan penuh penekanan. Pria bersetelan jas itu menyubit paha adiknya keras, membuat empunya meringis kesakitan.

Regan menatap Rehan tajam. Benar-benar kakaknya minta dikuliti.


"Pernikahannya kita laksanakan dua minggu lagi, ya, secara sembunyi-sembunyi. Melihat Regan dan Klara masih sekolah," ucap Lian sambil melirik wajah calon menantunya beserta anaknya.

"APA!!" ucap Regan dan Klara bersamaan.

"Terima saja!" seru Rehan menengahi. Lian mengangguk setuju, sedangkan Klara semakin menunduk takut setelah mendapatkan tatapan tak bersahabat Regan.

"Tapi, Ma, Regan masih sekolah dan Klara pun sama, masa main nikah-nikahin aja sih!" Ingin rasanya Regan mengumpat sekasar mungkin. Kalau Regan berani sudah Regan lakukan pasti.


"Tenang saja yang di undang hanya kerabat dekat. Jadi pernikahan kalian akan dirahasiakan!"

Lian dengan sejuta keras kepalanya membuat Regan semakin pusing. Bisa-bisa Regan terkena penyakit darah tinggi mendadak saat ini.


"Kla, bicara kek kasih pendapat lo pasti terpaksa jugakan?"

Regan menunjuk Klara yang diam mematung. Klara melirik Arkananta sebentar.

"Ma-maaf Re! Aku gabisa nolak permintaan Papa." Arkananta tersenyum tipis.


"Witing tresno jalaran saka kulino!"

Regan menatap Rehan yang semakin terlihat menyebalkan, Regan tau kata pepatah itu. Tapi, Regan tak menyangka pepatah itu akan dikatakan kepadanya.

Siapapun Regan pusing!



"Oke Arkananta selamat bertemu di hari pernikahan."

***

"Darimana aja lo?" tanya Robit yang melihat Regan sudah tiduran di sofa basecamp.

"Kepo!" jawab Regan dengan nada  sewot.

"Njirr! PMS lo kok sensian?" pertanyaan Robit memang kurang ajar mana bisa cowok mengalami 'itu' ?

"Matamu! Mau ku colok pake pensil?" kata Dion yang sedang mengerjakan tugas sekolahnya. Anak Pak Joko jelas beda.

Dion mulai kesal dengan tingkah laku dan ocehan Robit yang membuatnya pening, apalagi saat ini ia dihadapkan dengan Matematika wajib. Menyebalkan! Kenapa dulu Dion tidak masuk di sekolah yang ada jurusan IPS-nya?




"Astagfirullah kamu ini berdosa banget," ucap Robit sambil mengelus dadanya. Dion menaikkan bahunya acuh. Ia melanjutkan aktivitasnya memecahkan persamaan linear, belum lagi besok ujian. Otak Dion seakan ingin meledak.

"Sok rajin, bet!"

Dengan kekuatan maksimum Dion melempar wajah Robit menggunakan bantal.

"Woi! Jangan asal lempar, nanti kalau ke gantengan paripurna gue rusak lo mau ganti?" Robit melempar bantalnya kembali, namun tak mengenai Dion.

"Jangan sok kegantengan lo, ngaca noh! Wajah lo lebih mirip pantat wajan," sinis Dion tak kalah pedas. Membuat Robit dongkol setengah mati, bisa-bisa Dion membandingkan wajahnya yang mirip aktor itu dengan pantat wajan.


"Diam ah! Gue pusing," bentak Regan pada kedua sahabatnya yang mulai heboh dengan makian-makian andalan mereka.

"Lo sakit?" tanya Dion pada Regan. Namun diabaikan oleh Regan. Robit terdiam melihat wajah dan nada suara Regan yang tak bersahabat.

Beberapa menit kemudian terjadi keheningan diantara mereka. Namun, dengkuran halus Regan membuat senyum Dion dan Robit muncul.

"Mungkin dia lelah."

-Batas-




Si Gadis Culun [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang