Kejujuran ✅

20.5K 1K 18
                                    


"Gimana aku mau terima? Terus gimana aku gak sakit, setelah tau kita akan berpisah?" -Klara Arkananta.

Tiga hari berlalu...

Keadaan tetap sama, Klara yang pelupa serta Regan yang masih bungkam oleh penuturan Papanya beberapa hari yang lalu. Arkananta pun semakin gelisah karena Regan tak kunjung memberi tahu Klara.

"Bi, tolong panggilkan Menantu saya!" ucap Arkananta yang masih sibuk dengan berkas-berkas di tangannya. Alisnya berkerut pertanda fokus, Bi Naya yang mengelap buku-buku di rak pun mengangguk patuh.

"Tapi Tuan, Tuan Regan masih belum pulang sedari tadi siang!" Bi Naya yang teringat hal itu berbalik menatap Tuannya yang tak kunjung merespon. Memang benar Regan tak kunjung pulang setelah pergi dari pagi, sekarang saja sudah larut malam Regan tak menampakkan wujudnya.

Arkananta pun menghela nafas, lalu memijat kepalanya yang terasa pening. Sudah di beri berkas setinggi satu meter oleh besannya, bertambah dengan sifat Regan yang semakin hari semakin rumit.

'Anak dan Ayah sama saja, merepotkan," batin Arkananta dengan geraman kesal.

"T--Tuan kenapa? Sakit? Apa harus Naya panggilin Dokter Tuan?" tanya Bi Naya dengan sorot mata khawatir, takut-takut darah tinggi Tuannya kambuh. Kalau kambuh siapa yang repot nanti? Tetap saja Bi Naya.

"Tak perlu!" ketus Arkananta, kebiasaan Arkananta jika mempunyai masalah bisnis atau masalah pribadi, pasti orang-orang sekitarnya juga terkena imbasnya. Contohnya Klara, dengan kasus tabrak lari yang sebenarnya bukan salah Anaknya namun, salah teman SMA-nya dahulu. Fioren. Siapa sangka?

Tok! Tok! Tok!

Bi Naya yang masih menatap takut Arkananta terhenyak setelah mendengar ketokan pintu utama.

"Permisi!" Bi Naya keluar membukakan pintu rumah megah tersebut, benar dugaannya Suami Nona di rumah ini yang mengetok pintu.

"Klara mana?" tanya Regan yang berjalan masuk tanpa mengucapkan salam, dengan langkah terhuyung-huyung ia mencari keberadaan Istrinya. Kini yang ia butuh Istrinya!

"Tuan, Tuan mabuk?" cerocos Bi Naya yang mendapatkan tatapan Elang dari seorang Regan. Seketika itupun nyalinya menciut.

"Siapa Bi?" tanya Arkananta yang membawa cangkir kosong, matanya membulat ketika melihat keadaan Menantunya yang sedikit berantakan. Dari bau Alkohol yang tercium ketika Regan meracau membuat Arkananta semakin pusing. Seandainya yang mabuk itu anaknya, mungkin darah tingginya sudah membunuh dirinya saat ini juga.

"Klara, kemana Klara, Pa?" Dengan keadaan setengah sadar Regan menyalami tangan Mertuanya, lalu ia celingukan dengan mata sayu, mencari keberadaan Klara.

"Regan!" Arkananta menepuk pundak Regan cukup keras, agar Menantunya sadar. Namun nihil!

"Papa tau kamu hancur, tapi Papa mohon jangan lukai anak Papa karena keadaanmu saat ini. Cukup Papa yang sudah menyakiti ia dengan tangan Papa, sudah cukup penderitaan Klara. Papa harap kamu bisa memperlakukan ia dengan baik, walaupun pernikahan kalian tidak berdasarkan cinta, namun paksaan!" lirih Arkananta yang masih bisa Regan tangkap dengan walaupun sebagian besar tidak masuk dalam otaknya.

"Bukan! Gue itu nikahin Klara bukan karena paksaan, gue nikahin dia itu karena gue sayang sama dia!" jawab Regan, Arkananta ternganga mendengar bahasa Regan yang menurutnya kurang sopan namun, berhasil membuat hatinya menjadi tenang.

Si Gadis Culun [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang