SGC[13]

32.8K 1.9K 25
                                    

Hallo Gays?

Gimana revisinya? Dari bab awal sampai yang sekarang?

Benar-benar butuh kesabaran ya? Nunggu aku UP lagi?

Maaf banget. Sekolah tatap muka di daerahku udah diadain, jadi yang dulunya aku pegang hp 24/7 jam jadi berkurang.

Otak kadang tiba-tiba blank, akibat tugas kejuruan yang kadang bikin otak panas. Mwhehe.

Jadi tolong kerja samanya ya, kalian lebih sabar. Aku bakalan revisi satu-satu!

Ngokey?


"Re, sekarang kamu jalan bareng Klara ya," ucap Lian disela-sela makannya. Kini keluarga Cakrala duduk manis di meja makan, menikmati hidangan yang sudah Lian buat.

"Duhh Ma, Regan gabisa!" tolak Regan penuh penekanan. Ntah mengapa mood Regan untuk makan benar-benar hilang. Akhirnya Regan memutuskan untuk berangkat walaupun dipastikan jam setengah Enam gerbang belum dibuka.


"Anak itu kapan bisa berubah sih!" Lian meremas ujung bajunya karna saking kesalnya dengan sikap Regan.

"Tenang Ma, Regan belum bisa nerima kenyataan dijodohkan dengan Klara." Cakrala memegang tangan istrinya. Lian yang tadinya emosi menjadi malu-malu meong melihat tangannya dipegang.


Jangan tanyakan hati Rehan yang menyaksikan kemesraan orang tuanya, Ok!


'Tolong kuatkan hamba yang jomblo ini ya Allah,' Rehan mengelus dadanya seraya berjalan keluar meninggalkan orang tuanya di ruang makan.

Barang kali ada yang mau daftar?

***

"Nek!" panggil Klara dari arah pintu utama. Sekar yang sedang menyiram bunga kesayangannya itu pun tersenyum hangat.

"Eh cucu Nenek, udah mau jalan sayang? apa tidak terlalu pagi?" Sekar mengusap surai panjang Klara dengan lembut.

"Iya, Klara sekarang piket pagi dan ada urusan yang harus Klara selesain, hehe!" ungkap Klara sambil menggaruk tengkuknya.

"Yasudah hati-hati." Klara menyalami tangan Neneknya dan berlari ke arah gerbang.

"Assalamualaikum!" teriak Klara dari kejauhan.

"Waalaikumsalam, lihat itu Ra anakmu sudah tumbuh menjadi anak yang hebat dan mandiri sepertimu," gumam Sekar membanggakan cucunya.


Sisil is Calling. . .

Klara yang hendak melangkah dari depan gerbang terhenyak kala getar ponsel yang berada di sakunya.

"Assalamualaikum, Kla?" ucap Sisil.

"Waalaikumsalam, kenapa Sil?" tanya Klara seraya menyusuri trotoar.

"Anu, itu Mama Sisil gabisa jemput. Jadi, kita ketemu di sekolah aja gimana? Maaf banget loh," ucap Sisil dengan nada bersalah, sebenarnya mereka tadi malam janjian berangkat bareng namun terancam batal.

"Ya sudah, gapapa. Tunggu ya."


Tanpa Klara sadari Klara sudah berada di halte bus. Sisil pun sudah mematikan sambungan telponnya. Kini jalanan benar-benar sepi karna masih cukup pagi.

Udara dingin menusuk pori-pori kulit Klara, pagi ini benar-benar dingin. Klara menyentuh lengannya akibat udara pagi.

"Jalan kaki aja deh!" ucap Klara mantap seraya menyebrangi jalan tanpa memperhatikan kanan dan kirinya.

Sedangkan dari arah samping, seorang pria kaget bukan main kala seorang gadis menyebrang jalan secara tiba-tiba.

"Woi!"

Klara menoleh seketika kakinya membeku melihat sebuah motor mendekat ke arahnya. Bibir Klara terasa kelu. "To-long!"

Citt!

Brugh!

"Lo punya mata gak sih?" Regan membuka helm-nya dengan emosi, beruntung orang ia tabrak hanya jatuh terjerembat. Menyebalkan, tidak tahu apa kalau mood Regan saat ini sedang tidak baik-baik aja?

"Klara gak liat kanan kiri tadi," ringis Klara, sedangkan Regan berdiri di sisi motornya dengan mulut ternganga jadi yang ia tabrak itu tunangannya? Benar begitu? Dunia ini terlalu sempit untuk Regan.


"Kalo nyebrang pake mata!" Regan  berjalan ke arah Klara yang duduk di tengah jalan menahan sakit. Lutut Klara sedikit terluka, membuat Klara meringis kecil seraya berdiri.


Klara menangis, bukan karena sakit di lututnya. Melainkan karena Regan menatapnya tajam. "Maaf."

"Sini!"

Mata Klara membulat merasakan dirinya melayang. Ia tidak menyangka Regan akan menggendongnya, tak kalah kagetnya lagi kala Klara di naikkan ke atas motor Regan.

Jantung Klara terpacu lebih cepat. Regan menatapnya dengan tatapan lelah. "Sehari aja gak ganggu gue bisa?"

"Yaudah, Klara turun."


"Diem! Kaki lo harus diobatin," ucap Regan dingin tanpa mengalihkan tatapannya. Regan melirik paha Klara yang sedikit terlihat karna rok-nya terlipat.

"Nih tutupin tuh paha!" Regan membuka jaketnya dan menyerahkannya pada Klara.  Klara mengangguk lemah.

Putih? batin Regan seraya menegguk salivanya susah payah. Bagaimana pun Regan laki-laki normal.

"Regan jangan diliatin," ucap Klara dengan nada kesal. Regan kaget, lalu dengan cepat ia menaiki motornya dengan kecepatan sedang.

"Ntar juga bakalan gue liat." Klara menatap spion kala Regan mengatan sesuatu yang membuat jantung Klara berhenti berdetak.

"Kalo jadi nikah."

***

"What? Culun!"

"Demi apa Regan?"

"Regan sama Klara?"

"Kak Regan nyakitin hati bener sumpah!"

"Klara gatau diri bangett tuh anak!"

"Bertingkah aja si Culun!"

Klara menunduk dalam kala memasuki gerbang sekolah, banyak pasang mata yang menatapnya penuh kebencian dan banyak mulut yang memakinya.



Si Gadis Culun [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang