8. Percikan Api

374 76 79
                                    

Jangan lupa untuk vote dan coment jika kalian suka sama cerita ini yaaa:)

Sertakan kritik dan saran kalian.

Selamat membaca teman-teman❤️


8. Percikan Api

Hancur itu saat aku melihatmu bersamanya, sementara aku selalu menunggumu.

Fillea Daniza, gadis berpipi chubby itu sedikit berbeda hari ini. Jika biasanya Fillea selalu tampil galak dan barbar, hari ini ia berubah menjadi gadis kalem seperti Thella. Sorot matanya juga berubah menjadi sedu.

Perubahan itu membuat Thella bertanya-tanya sejak tadi. Kini, keduanya berjalan menuju taman sekolah dengan menjinjing sekantong plastik berisi makanan ringan. Atas permintaan Fillea-lah sehingga mereka memilih ke taman.

"Kamu kenapa, Fel?" Tak tahan terus menebak-nebak, Thella bertanya langsung kepada Fillea.

"Nggak pa-pa."

Thella yakin, ada yang tersirat di balik kalimat itu. "Mike?" tebak Thella.

Gelengan pelan Fillea belum berhasil menjawab kebingungan Thella. Akan tetapi, Thella tidak ingin memaksa Fillea membuka mulut. Hingga hening terjadi, keduanya menyelami pikiran masing-masing.

Ketika melintasi lapangan basket, Thella melihat seorang lelaki tengah bermain basket sendirian. Punggung tegap nan dingin itu sangat Thella kenali. Akan tetapi, iris matanya tak menemukan kedua sahabat lelaki itu.

"Em, Fel. Kamu ke taman duluan, ya ... ada yang ketinggalan di kelas," ucap Thella.

Fillea berdecak, "Ya udah, lo susulin gue habis ini, ya."

Thella mengangkat satu ibu jarinya ke udara. Tanpa perlu banyak kata, Fillea melanjutkan langkah ringannya. Bukan ide yang baik jika Fillea harus mengikuti Thella ke kelas lagi.

Setelah punggung Fillea tak terlihat lagi, Thella berbalik arah ke lapangan basket. Sebenarnya tidak ada apa pun yang tertinggal di kelas, Thella berbohong. Thella berdiri di sebelah tiang ring basket, memandang intens lelaki itu. Kedua tangannya terlipat manis di depan dada.

Di depan Thella—dengan jarak beberapa meter, sosok lelaki tegap itu sedang men-dribble bola basket. Netra hitam lelaki itu sempat menatap Thella sedetik, lalu kembali fokus ke ring. Surai legamnya sedikit basah terkena keringat. Kedua tangan lelaki itu menopang bola basket yang berada di atas kepala. Kedua lututnya sedikit bertekuk, dan ... free throw darinya tak terelakkan. Salah satu teknik shooting diperlihatkan dengan indah dan berhasil.

Thella kagum melihatnya. Jabatan kapten basket tidak salah untuk lelaki itu. "Saking cintanya sama basket, walau istirahat tetap main, ya," ucap Thella tersenyum kecil.

Alder tidak menghiraukan Thella. Ia lantas mengambil bola itu dan menjauh kembali dari ring. Matahari yang menyengat membuat Alder terlihat bersinar dan gagah.

Alder membalikkan tubuhnya membelakangi ring. Bola itu kembali memantul pelan. Kemudian, kedua tangannya memegang bola di depan mata. Fokusnya terjaga, hingga tangan kanan Alder bergerak melempar bola. Teknik one-hand set shoot dari Alder. Akan tetapi ....

Dugh!

"Aw!"

Alder terkesiap. Suara rintihan Thella membuat Alder menegang. Sudah dipastikan bola yang dilemparnya tidak berhasil masuk ring, melainkan mendarat di kepala Thella. Dengan segera, Alder menghampiri Thella yang sudah pingsan di dekat ring. Alder yakin, bola itu memantul cukup kuat di kepala Thella. Sungguh, Alder tidak sengaja melakukannya. Walaupun Thella sering mengganggunya, tetapi Alder tidaklah sekejam itu.

Senyum Senja KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang