2. Selamat Istirahat, Hara

753 208 133
                                    

Jangan lupa untuk vote dan coment jika kalian suka sama cerita ini yaaa:)

Serta berikan kritik dan saran kalian.

Selamat membaca teman-teman❤️


2. Selamat Istirahat, Hara

Ikhlas adalah kata yang mudah diucapkan, namun sulit diterapkan.

Suasana duka mengiringi proses peristirahatan terakhir Hara. Tampak ada puluhan orang yang memakai pakaian serba hitam, melambangkan turut berdukacita mereka.

Sejak tadi Maya tak henti-hentinya menangis. Entah sudah sebanyak apa air mata yang keluar dari sudut matanya. Maya berjongkok di sisi makam Hara, tangannya terus memeluk nisan putih itu. Di sebelah Maya ada Fandi, suaminya. Pria itu memeluk istrinya dari samping, menguatkan Maya. Berkali-kali Fandi membisikkan sesuatu di telinga Maya, namun sepertinya tidak digubris.

Sebagai kepala keluarga, tentu Fandi memiliki beban yang besar. Ia harus tetap kuat di depan Maya dan Dinda. Padahal, hatinya sudah hancur tidak berbentuk lagi. Salah satu sumber kekuatannya sudah pergi.

Di sisi lain, Alder menatap sendu gundukan tanah yang masih basah itu. Kedua lututnya terasa lemas untuk terus menopang tubuh tingginya. Lingkaran hitam tampak di kantung matanya, ia belum tidur sejak semalam.

Tamara—ibu Alder, berdiri di sebelahnya. Wanita itu mengusap punggung Alder yang terpukul. Berita kematian Hara membuatnya begitu terkejut. Tamara sudah mengenal betul bagaimana gadis ceria itu. Tiga tahun menjalin kasih dengan Alder, membuat Tamara dekat dengan Hara. Tidak hanya dekat, Tamara bahkan menyayangi Hara seperti anak kandungnya.

Satu per satu, para pelayat mulai meninggalkan makam. Hingga yang tersisa hanya Alder di sini. Alder melangkah mendekat, lalu berjongkok di sisi makam Hara. Kedua bahunya kembali bergetar. Iris matanya yang legam terlihat lelah. Lelah menangisi kepergian Hara sejak tadi malam. Namun tangisnya sangat sulit dihentikan, air matanya terus saja berdesakan ingin keluar.

Perlahan tangannya terulur, mengusap nisan putih bertuliskan Hara Zhafira Aileen. Membayangkan nisan itu ialah surai lembut milik Hara. Dadanya kembali sesak, pasokan oksigen seolah lenyap. Alder mengerjapkan matanya berkali-kali, berharap ini semua mimpi buruk. Agar ia bisa segera bangun dari lingkaran mimpi ini.

"Hai, Ra," sapa Alder bersamaan dengan air matanya yang menetes ke pipi.

"Udah nggak sakit lagi, ya?" Alder bertanya lirih. "Tapi aku yang sakit sekarang."

Sebelum kembali berbicara, Alder mengambil napas dalam-dalam.

"Maafin aku yang nggak bisa jaga kamu. Andai waktu bisa diulang, aku pasti nggak akan biarin semua penyakit deketin kamu."

Alder terus berbicara, seolah lawan bicaranya ada di depan mata. Ia percaya bahwa Hara bisa mendengar segala rintihan pedih hatinya. Namun, untuk apa jika gadis itu hanya mendengar jika tidak kembali? Karena Alder membutuhkan raga Hara di sini.

"Seseorang pernah bilang, titik tertinggi dari mencintai ialah mengikhlaskan. Tapi, apa aku bisa?"

Lelaki berwajah sendu itu mendekatkan kepalanya pada nisan Hara. Sebuh kecupan lembut nan hangat mendarat di sana. Cukup lama.

Senyum Senja KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang