16. Pertikaian Tiada Akhir

139 13 3
                                    

Jangan lupa untuk vote dan coment jika kalian suka sama cerita ini yaaa:)

Selamat membaca teman-teman❤️



16. Pertikaian Tiada Akhir

Redam amarahmu, ia tahu kapan harus ditumpahkan.

Mentari menyengat dari ufuk Timur dengan cahayanya yang tegas dan berani. Menyinari setiap gedung pencakar langit yang menjulang gagah. Terkesan tinggi dan angkuh. Membawa sepenggal harapan pada kisah usang.

Alder Cakrawala, lelaki dingin bak dilahirkan kembali. Dalam kurun waktu tiga hari, dunianya berubah. Kepercayaan dalam dirinya mulai terbangun kembali. Cahaya dalam langkahnya sedikit bersinar.

"Roti bakarnya jangan lupa dimakan, ya ... nanti pulang sekolah mama jemput," ucap Tamara. Tubuhnya sedikit miring ke arah Alder.

"Nggak usah. Aku nebeng aja sama Theo atau Jovian." Alder menolak. Tangan kirinya membuka pintu mobil dan bersiap keluar.

Namun, gerakan tubuhnya terhenti saat Tamara menyodorkan punggung tangannya ke arah Alder. Lelaki itu terdiam beberapa saat. Memandang Tamara dan tangan putih itu bergantian. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali mencium tangan sang ibu.

Maka, ia mengambil punggung tangan itu dan menciumnya, lalu beranjak dari mobil. Tamara tersenyum, hatinya bergetar. Perlakuan singkat nan manis itu membuat Tamara terenyuh. Ia menatap punggung Alder yang semakin menjauh. Lantas, ia menurunkan kaca mobilnya.

"Alder!" panggil Tamara. "Belajar yang rajin. Semangat." Tamara mengangkat satu tangannya ke udara.

Alder hanya diam. Tidak mudah merubah Alder menjadi hangat. Tamara akui, sangat sulit. Wanita itu harus memaksa terlebih dahulu hanya untuk mengantarkannya ke sekolah. Harus memaksa Alder hanya untuk membawa bekal buatannya.

***

Gadis manis itu menjatuhkan ranselnya ke atas meja. Setelahnya disusul dengan dirinya yang terjatuh di atas kursi. Mata cokelatnya berbinar saat menatap susunan huruf di papan tulis. Bibir kecil itu membentuk sebuah lengkungan.

"Beneran jadi study tour Minggu depan?" tanya Thella pada gadis di sebelahnya.

Fillea mengangguk, menjawab pertanyaan Thella. "Gue nggak terlalu antusias, sih, tahun ini. Soalnya ke Planetarium doang," sungut Fillea.

"Ya daripada nggak sama sekali. Kira-kira kita sama kelas mana ya perginya," kata Thella.

Kedua bahu Fillea terangkat. Kepalanya kembali bertumpu pada meja. Dengan kedua lengannya yang terlipat dijadikan bantal.

"Wait, mata kamu kenapa sembab gitu, Fel?" Thella kaget. Ia baru menyadarinya. Sejak ia masuk kelas, sama sekali Thella tidak terlalu memperhatikan Fillea. Hingga ia tidak sadar ada yang berbeda dengan gadis bawel itu.

"Nggak pa-pa."

"Kayaknya aku tau, sih, kenapa," ucap Thella. "Mike, 'kan? Feli, kenapa dipertahanin kalo terus-terusan sakit hati? Hubungan yang saling membahagiakan tuh nggak kayak gini. Inget, Fel, bertahan boleh, bego jangan," pesan Thella.

Bibir Fillea melengkung ke bawah. Ia merasa tertampar dengan kalimat Thella. Gadis riang nan cerewet itu bertransformasi menjadi gadis bodoh dalam sekejap. Simpel sebenarnya. Bertahan jika perlu, melepaskan jika tidak sanggup.

***

"Oke, latihan kali ini saya akan membagi kalian menjadi beberapa tim. Nantinya kalian akan bertanding antar tim. Keluarkan skill terbaik kalian. Kerja sama tim itu yang paling utama," jelas Pak Boy—pelatih basket SMA Nusa Indah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senyum Senja KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang