12. Bertautan

239 31 12
                                    

Jangan lupa untuk vote dan coment jika kalian suka sama cerita ini yaaa:)

Selamat membaca teman-teman❤️



12. Bertautan

Semesta tidak jahat. Ia tidak akan mengambil hal bernilai darimu, selain menggantikannya.

Kosong. Situasi itu yang Alder dan Thella dapatkan saat tiba di ruang Usaha Kesehatan Sekolah. Biasanya, akan ada satu anggota PMR yang bertugas di UKS. Membantu murid yang sedang istirahat ketika sakit.

Alder duduk di salah satu kursi. Netra legamnya bergerak memandang Thella yang sibuk membuka satu per satu pintu lemari UKS. Setelah menemukan apa yang ia cari, gadis itu berjalan ke arah Alder.

"Kamu tunggu di sini dulu, ya. Aku cari es dulu di kantin." Thella meletakkan sebuah handuk kecil ke atas meja sebelah Alder. "Inget, jangan ke mana-mana!" pesannya.

Setelah Thella tak terlihat lagi, Alder menghela napas kasar. Ia merintih saat tangannya meraba luka memar di pipi kiri. Tanpa perlu bercermin pun, Alder sudah bisa membayangkan seperti apa keadaan wajahnya.

Satu tangan lelaki itu merogoh saku celana, mengeluarkan sebuah ponsel. Ibu jarinya menari di atas layar benda tipis itu. Akan tetapi, gerakannya berhenti secara tiba-tiba. Lelaki itu mencengkeram erat ponselnya, dan memasukkan kembali ke saku celana.

Tak lama berselang, Thella kembali dengan membawa wadah berisi batu es. Gadis mungil itu menarik satu kursi dan duduk berhadapan dengan Alder. Lengan kurusnya terulur meraih handuk kecil di atas meja, lalu mengisinya dengan batu es.

Dengan penuh hati-hati dan cekatan, Thella mengompres wajah Alder yang terdapat memar. Thella meringis saat melihat memar di pipi kiri dan sudut bibir Alder.

"Memar kayak gini harus dikompres, biar pembuluh darah kamu dingin. Darah yang keluar ke jaringan sekitar pembuluh juga jadi dikit," terang Thella.

Raut wajah Alder terlihat datar. Tentu saja Thella sedikit bingung. Apakah tidak terasa sakit, perih, atau ngilu di wajah Alder? Atau lelaki itu memang tidak pintar memainkan ekspresi?

"Aku minta maaf," cicit Thella. Ia menarik napas sebelum melanjutkan ucapannya. "Fathan salah paham sama kamu. Aku juga minta maaf atas nama Fathan."

"Makasih tadi udah bantuin aku, dan maaf ...." Nada bicara Thella memelan di akhir.

"Nggak usah berlebihan! Gue nggak bantuin lo! Gue nggak suka diseret ke masalah orang lain," sanggah Alder.

Lengan kurus itu menjauh dari wajah Alder. "Terlepas kamu bantu aku atau nggak, aku tetap bilang makasih."

Handuk dingin itu kembali menyentuh kulit wajah Alder. Thella menarik napas perlahan, melawan rasa gugup di hatinya.

"Apa perlu aku ketemu orang tua kamu dan jelasin kalo kamu nggak salah?" tawar Thella.

Wajah Alder mundur beberapa centi, hal itu lantas membuat Thella mengerut dahi. "Gue bisa lanjutin sendiri. Lo boleh pergi," usir Alder.

Ingin rasanya Thella menyanggah. Namun, mendengar nada bicara Alder begitu lugas membuat ia tak mampu membantah.

Gadis itu menyerah. Menyerah dengan segala keras kepala dan sifat dingin Alder. Dengan segala celah yang sudah ditutup rapat dalam diri Alder.

"Oke, jangan lupa besok dikompres pake air hangat," pesan Thella.

***

"Alder!"

Bak anak kecil bertemu dengan orang tuanya, Theo dan Jovian berteriak nyaring kala melihat Alder berjalan di koridor. Berlari kecil menghampiri lelaki tegap itu. Sejak bel istirahat berbunyi, keduanya sudah menunggu Alder di luar kelas. Banyak pertanyaan sudah mereka siapkan untuk Alder pastinya.

Senyum Senja KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang